Chapter 26

44.1K 2.6K 38
                                    

Seperti biasa kalau habis baca wajib/kudu Vote sama Coment yups😉

🍄🍄🍄

6 bulan berlalu

Azzam Pov.

Cup.

"Selamat pagi..." ucapku pada Zulfa yang kini tengah duduk bersantai dihalaman belakang rumah.

Zulfa tersenyum padaku. "Pagi..." jawabnya.

Aku berjongkok dihadapan Zulfa, tanganku terulur mengelus wajah pucat Zulfa. "Aku mencintaimu Zulfa..." ucapku.

Mendengar ucapanku senyum manis langsung tersungging dari wajah pucatnya. "Terima kasih..." ucapnya.

Tanganku beralih memegangi tangannya. "Buat apa kamu berterima kasih hmmm...?"

"Karena Mas sudah mengabulkan mimipi Zulfa, janji Zulfa dan keinginan Zulfa..." jawabnya.

Aku hanya tersenyum menanggapi ucapannya, lalu tanganku kini beralih pada perut Zulfa yang kini sudah membuncit. "Assalamualikum anak Ayah... kamu sehat-sehat ya didalam perut Bundamu...?" Ucapku didepan perut Zulfa.

"Waalaikum salam Ayah... Allhamdulilah aku baik-baik saja..." jawab Zulfa menirukan suara anak kecil.

Yah setelah kejadian beberapa bulan yang lalu, saat Zulfa pergi dan memilih kabur ke rumah Fathan sampai-sampai aku harus dilarikan ke Rumah Sakit karena kepalaku terbentur tembok tapi allhamdulilahnya tidak terjadi hal yang tidak-tidak padaku.

Akhirnya aku mengalah dan memutuskan untuk mengikuti keinginan Zulfa. Zulfa tahu aku sangat menginginkan seorang anak dan juga untuk Mamah, Zulfa juga tahu kalau Mamah sangat ingin mempunyai seorang cucu dan karena alasan itulah ia lebih memilih mempertahankan kandungannya dan mempertaruhkan nyawanya sendiri. Awalnya dia menolak dengan persetujuanku karena kejadian dirumah Fathan tersebut tapi aku tahu didalam hatinya ia sungguh tidak rela jika harus mengugurkan kandungannya tersebut jadilah aku meyakinkannya, kalau kita harus berjuang bersama demi untuk kesembuhannya dan anak kita.

Aku akan tetap berusaha untuk menyembuhkan penyakit yang diderita Zulfa. Aku mengambil keputusan itu, juga setelah aku berkonsultasi dengan Adila, karena Adila bilang Zulfa masih bisa mempertahankan bayinya tapi dengan satu hal yang akan selalu aku ingat. Jika Zulfa sudah menyerah dengan rasa sakitnya, kami dengan terpaksa harus merelakan bayi kami.

"Mas..." panggil Zulfa membuyarkan lamunanku.

Aku mengkrejapkan mataku, lalu aku mengalihkan pandanganku kearah Zulfa. "Yah sayang...?" Tanyaku.

"Mas mikirin apa...? Kenapa melamun seperti itu...?" Tanyanya.

Aku tersenyum lalu menggeleng. "Nggak... Mas nggak lagi mikirin apa-apa ko..."

"Ohh..." jawab Zulfa.

Aku tersenyum menanggapi ucapan Zulfa. Dan setelah mengucapkan itu, Zulfa tampak berusaha berdiri dari duduknya dengan susah payah.

"Kamu mau kemana...?" Tanyaku sambil mencoba membatu Zulfa untuk berdiri.

"Awwwhhh...." ringisnya.

Tangisan Hujanku Where stories live. Discover now