Chapter 08

45.8K 3.2K 36
                                    

Kalau abis baca jangan lupa Vote sama Commentnya ya 😉

🍁🍁🍁

"Bagaimana dok... hasilnya, sa saya gak..." tanya harap-harap cemas.

Setelah kejadian kemarin saat aku ditampar kak Azzam sampai hidungku berdarah, aku memutuskan untuk memeriksakan diriku pada dokter. Karena bukan hanya hari itu saja aku selalu mimisan tapi hampir setiap hari. Jujur awalnya aku tidak memperdulikannya karena aku fikir ini hanya mimisan biasa, tapi kenapa semakin hari malah semakin sering.

Setelah berfikir dengan berbagai pertimbangan akhirnya aku memutuskan untuk melakukan cek darah sekalian aku melakukan cek up untuk kandunganku.

Dan setelah tadi aku melakukan berbagai macan prosedur pemeriksaan, akhirnya kini hasilnya telah keluar.

"Bagaimana dok... apa hasilnya..?" Tanyaku lagi untuk yang kesekian kalinya karena Dokter Adila tak kunjung menjawab pertanyaanku.

Dokter Adila adalah teman dari kak Hulya sewaktu kuliah, meskipun mereka tak satu jurusan tapi mereka sangat dekat bahkan Dokter Adila pun sangat dekat denganku. Dan karena dialah aku terinspirasi ingin menjadi seorang Dokter sepertinya.

Dokter Adila menghembuskan nafasnya kasar, lalu membuka kaca mata yang tergantung dipangkal hidungnya yang mancung. "Leukimia..." ucapnya dengan mata yang menatap kearah bawah.

"L.. leukimia...? Ma.. ma.. maksudnya...?" Ucapku tercekat saat mengatakan penyakit yang aku takutkan akan menyerang tubuhku seminggu kebelakang ini. "Katakan yang jelas ka... aku mohon.." lanjutku lagi.

"Tulang sumsum yang dulu pernah kamu donorkan untuk ibumu sekarang berakibat buruk padamu Zulfa..." jawab Dokter Adila. "Dan karena dikeluargamu ada keturunan penyakit tersebut... jadi kemungkinan untuk kamu terkenapun sangat besar... dan itu terjadi sekarang padamu..." lanjutnya.

Aku diam saat mendengar ucapannya, hatiku sakit menerima kenyataan pahit ini. Apa lagi ini Ya Allah, kenapa harus aku...? Kenapa harus sekarang disaat aku tengah mengandung.

Aku diam tak lagi menjawab ucapan Dokter Adila, tanganku meremas dadaku yang terasa sakit dan sesak, air mataku jatuh seperti sungai yang baru dituruni air hujan.

Melihatku yang mengenaskan seperti ini Dokter Adila datang mendekat padaku.

"Zulfa..." ucapnya lalu memelukku dengan erat seakan memintaku untuk sedikit membagi beban yang aku pikul.

"Zulfa... anggap aku kakakmu, yah bagi apapun beban yang ada dipundakmu padaku, aku tahu Zulfa aku tahu apa yang kini tengah kau rasakan... keluarkan sayang jangan kau pendam, aku yakin kamu bisa melewati semua cobaan ini, kamu wanita kuat, kamu wanita tangguh aku tahu itu... jangan menyerah sayang lawan penyakitmu, kamu harus lebih kuat dari penyakit yang kamu derita... kamu kuat, kamu kuat..." ucapnya sambil melepaskan pelukannya pada tubuhku lalu mengusap air mata yang ada dipipiku.

"Kanker yang kamu derita masih tahap awal... stadium satu, kamu masih bisa sembuh Zulfa dengan melakukan prosedur pengobatan yang memang seharusnya penderita kanker darah jalani..." ucap Dokter Adila lagi.

Mendengar itu, mataku langsung menatap mata Dokter Adila. "Tanpa mengugurkan kandunganku...?" Tanyaku.

Dokter Adila diam, lalu tangannya memegang tangaku yang tengah mengelus perut rataku. Dokter Adila menggeleng. "Tidak..." ucapnya menjeda. "Kamu harus rela kehilangannya, karena obat-obat kimia yang akan membunuh sel-sel kanker yang ada ditubuhmu, otomatis akan terserap oleh bayimu dan itu akan berakibat buruk padanya dan tanpa digugurkanpun bayimu akan..."

Tangisan Hujanku Where stories live. Discover now