Chapter 02

71.5K 4.5K 40
                                    

Kalau udah baca Vote dan Comment ya😉

☔☔☔

   Malam pertama, apa yang kalian pikirkan tentang malam pertama? Malam yang indah dan romantis, kamar bertabur bunga serta lilin-lilin beraroma terapi, atau kah seorang suami yang memperlakukan istrinya dengan sangat baik, atau mungkin aku dan dia memulai semuanya dengan bersama-sama membaca ayat suci al-qur'an. Tidak, itu semua hanya akan menjadi mimpiku, sebuah mimpi kecil namun mungkin akan terasa sulit untuk terwujud.

   Salahkah jika aku mengharapkan lebih dari pernikahan ini. Aku berharap pernikahan ini berjalan normal seperti pernikahan pasangan lainnya. Bodoh memang jika aku berharap demikian pada pernikahan tanpa cinta ini, karena mungkin sampai mati pun pernikahanku dengan Kak Azzam tidak akan pernah berhasil. Tapi, tidak salah kan jika seorang manusia berharap. Jika tidak, hanya satu harapan dan mimpiku saat ini, sebuah pernikahan yang berhasil dan bahagia.

   Sudahkah aku mengkhianati Kakakku sendiri, karena aku telah mencintai suaminya, bahkan sejak dulu sebelum mereka bertemu dan akhirnya menikah. Jika iya maafkan aku, aku sudah dengan lancangnya mencintai suamimu Kak dan sekarang telah menjadi suamiku juga.

   Benar apa yang di katakan Kak Azzam, jika aku adalah seorang perempuan yang tidak tahu diri, karena telah menerima begitu saja permintaan konyol terakhir Kak Hulya untuk menikah dengannya. Tapi, demi Allah aku melakukan ini hanya untuk melaksanakan amanat terakhir Kak Hulya tidak lebih dan tidak ada niat lain. Meskipun dalam lubuk hati terdalamku, aku memang sangat mencintainya. Namun aku pun telah dan selalu berusaha untuk meredam rasa itu, bahkan melenyapkannya.

   Hujan, datang kembali dengan derasnya seakan tahu isi hatiku saat ini, sakit yang cukup dalam. Sakit, karena aku harus dibenci suamiku sendiri bahkan kini Ibuku pun semakin membenciku. Dan untuk keluarga Kak Azzam sendiri mereka pun sama tidak ada yang menyukaiku. Bahkan Adik Kak Azzam yang juga sekaligus sebagai teman dekat satu kampusku kini ikut andil untuk membenciku.

   Aku semakin terpuruk dan takut rasanya untuk melihat dunia tapi satu tekadku, yaitu permintaan Kak Hulya untuk aku menjaga Kak Azzam, permintaan sebelum Kak Hulya pergi dengan cara tragis karena ulahku sendiri.

   Malam yang seharusnya menjadi malam terindah dalam hidupku kini berubah menjadi malam yang begitu menyeramkan. Aku terduduk sendiri diatas lantai marmer dingin yang ada di ruang tamu rumah Kak Azzam, menatap lurus kearah jendela. Aku terus menunggu dan menanti kepulangan suamiku.

   Dia pergi pergi begitu saja setelah selesai mengucapkan kata sakral pengikat antara aku dengannya. Aku sendiri tidak mengetahui kemana sebenarnya ia pergi dan bersama siapa.

    Aku terus saja menangis dan menangis memikirkan nasib malang yang menimpaku saat ini. Sekarang, tidak ada lagi yang mampu menghapus air mataku, tidak ada lagi yang bisa aku bagi beban dipundaku, bahkan hujan yang dulu sangat aku kagumi karena dulu dibawah guyuran hujanlah aku bisa kembali tertawa menyembunyikan tangisku.

Namun, sekarang keadaan telah berubah, justru karena hujanlah penyebab aku harus kehilangan Kakakku sendiri, karena hujanlah aku kehilangan kebahagainku satu-satunya. Sehingga kini hujan, bukanlah lagi hal yang aku kagumi. Tapi kini hujan, adalah satu hal yang aku benci.

   Aku semakin tersedu dalam tangisanku, aku menutup wajahku dengan kedua tanganku. "Ya Allah tidak cukupkah kau beri hamba cobaan, kenapa kau beri lagi cobaan seberat ini, hamba tidak sanggup Ya Allah, tolong karena hanya kepadamulah hamba meminta pertolongan." 

Tangisan Hujanku Where stories live. Discover now