“Ya siapa? Kok ada di kamu?”

“Nggak kenal orangnya.”

“Dih, aneh. Ceritain dong, Be. Penasaran nih.”

Akhirnya Bearista menceritakan kejadian yang menimpanya di bandara, semua ia ceritakan pada Nayla dengan jelas tanpa rekayasa.

“Terus ini seragam mau kamu kasih ke mana?”

Bearista mengedikkan bahu, ia juga tidak tau harus mengembalikan ke mana.

“Lagian pakai lupa segala.”

“Aku kan agak teledor, makanya pas dapat nomornya langsung simpan, aku yakin tulisan itu kecuci.”

“Ya sudah, simpan aja seragamnya. Buat kenang-kenangan, kali saja jodoh sama yang punya seragam,” celetuk Nayla.

“Aduh ... Nay, selalu aja dikaitkan dengan asmara.”

Bearista tertawa renyah, kemudian berkata, “Yuk ah, berangkat.”

Kali ini giliran Nayla yang mengendarai motor Bea. Tidak lama kemudian, mereka sudah sampai di kantor. Jarak antara kontrakan dengan kantor Bea cukup dekat.

“Bea, sudah cek stok barang di gudang?”

“Nota pengiriman kemarin sudah dibuat juga? Sekarang sudah tanggal dua puluh tujuh, tolong kamu rekap gaji karyawan pabrik, ya. Saya tunggu.” Begitulah sambutan untuk Bea di kantor dari Bos.

Padahal pertanyaan pertama saja belum ia jawab. Beginilah bekerja menjadi. Entahlah, pekerjaannya ini memang admin atau bukan. Terkadang ia juga berperan sebagai sekretaris bosnya.

“Semuanya sudah beres, Pak. Nanti siang saya kasih laporannya ke Bapak,” jawab Bearista.

Bos menoleh ke sekitar, memastikan pekerjanya sibuk dengan aktivitas masing-masing. Bos beralih mendekati Bea.

“Nanti malam kita keluar, mau?” tanyanya dengan suara rendah yang membuat Bea nyaris tidak mendengarnya.

“Bapak mengajak Saya dinner?” tanya Bea.

“Ya.”

“Maaf, Pak. Saya ada janji sama Mama.” Bea menolak dengan nada tidak enak. Tumben sekali mengajaknya keluar malam. Mencurigakan.

“Ya sudah ... kapan-kapan saja saya ngajak kamu lagi,” ujarnya. Bos pun pergi dari meja Bearista. Lalu Bearista kembali berkutat dengan pekerjaannya.

***

Abid belum juga tahu informasi tentang keluarga Gea. Semenjak ia mendatangi pemakaman Gea, Abid langsung datang ke rumah Gea. Namun, ia tidak menemukan anggota keluarga Gea yang tinggal di rumah itu. Menurut penuturan para tetangga, mereka pindah ketika Gea dimakamkan. Abid sedang mencari keberadaan mama Gea. Ia ingin bertanya tentang Gealina lebih banyak.

“Bagaimana? Apa sudah dapat informasinya?” tanya Abid pada seseorang via telepon.

“Belum, Mas. Tapi, kita sudah ke rumah Gea yang dulu di Bandung.”

“Cepat kabari saya lagi,”

Setelah itu, Abid memutus sambungan. Kepergian Gealina menyisakan keanehan menurut Abid.

TraveLoveWhere stories live. Discover now