"Pihak rumah sakit membawa nyonya Karen pulang tuan" jawabnya sedikit takut.

"Apa?!?!! Pulang??? Dari mana kau tahu hal ini?"

"Orang rumah mengirimi saya pesan tuan"

"Cepat antarkan saya pulang!?!"

Oh, Tuhan rencana apa yang sedang Engkau rencanakan saat ini? Batin Regan.

☆☆☆

Regan segera turun dari mobilnya. Berlari kecil untuk masuk kedalam rumah. Tunggu dulu, kenapa ada banyak mobil didepan rumahnya? What?? Mobil jenazah. Regan segera mempercepat langkahnya untuk segera sampai kedalam rumah.

Didalam rumah sudah ada pegawai rumah sakit, Dimas, bi Ijah, Dita dan orang tuanya yang duduk disisi seseorang yang terbaring dengan ditutup oleh kain putih.

"Mama, ada apa ini? Kenapa kalian terlihat sangat sedih?" Tanya Regan lalu menghampiri mamanya yang sedang menangis dipelukan papanya.

"Pa, tolong jawab Regan. Ada apa ini? Kenapa kalian sedih?"

Tak ada yang menjawabnya. Regan menghampiri orang kepercayaannya, Dimas.

"Katakan ada apa ini? APA KALIAN INI BISU HAH? KENAPA NGGA ADA YANG MENJAWABKU?" teriak Regan.

"Semoga Allah memberinya kesabaran, Pa. Mama ngga sanggup melihat ini semua" ucap mama Regan yang berada dipelukan suaminya sambil menyeka air matanya.

"Tunggu dulu, siapa yang terbaring itu? Jangan katakan..." Regan menghampiri tubuh seseorang yang sedang terbaring dengan langkah gontainya.

Dadanya terasa sangat sesak. Napasnya mulai memburu, air matanya sudah tak terbendung lagi. 'Jangan sekarang' batinnya.

Regan semakin dekat dengan orang yang ditutupi kain putih itu. Ia lalu bertekuk lutut. Mengumpulkan semua keberaniannya lalu membuka kain putih yang menutupi wajah orang yang sedang terbaring.

"KAREN!!?" pekiknya. Ia lalu memeluk tubuh istrinya. Menggoncangkan tubuh istrinya agar bangun. Bangun dari mimpi buruk ini.

Semua orang berusaha untuk menenangkan Regan. Papa dan mamanya memeluknya untuk menyalurkan kekuatan mereka yang tersisa. Mereka tahu betapa hancurnya anaknya saat ini.

"Katakan padaku ma, ini bohong kan. Aku pasti sedang bermimpi. KATAKAN MA!!!" ucap Regan frustasi. Air mata mengalir deras diwajahnya.

Mama Regan tak kuasa menahan air matanya. Ia lalu berdiri dan berjalan menjauh dari putranya yang diikuti oleh sang suami.

Regan berjalan menjauh dari tubuh Karen. Ia masih meneriaki nama Karen. Dimas dengan sigap menopang tubuh Regan yang hampir limbung. Regan terduduk lemas dilantai dengan Dimas yang menopang tubuhnya.

Regan tak kuasa menahan tangisnya yang menjadi. Air mata bercucuran. Matanya hampir terpejam. Tapi, Dimas berhasil menyadarkannya kembali. Teriakan demi teriakan memanggil nama Karen dilontarkan oleh Regan.

Semua orang yang hadir dirumahnya berusaha untuk menenangkannya. Namun nihil. Tak ada yang bisa menghentikan tangisnya.

"Hei, tenanglah ini aku"

Tunggu dulu, suara itu. Suara yang sangat familiar ditelinga Regan. Suara yang berhari-hari ini sangat dirindukannya. Suara yang membuat mimpi buruk ini berlalu.

"Karen...." ucap Regan lalu mencari sumber suara. Ia menoleh kearah tubuh Karen yang terbaring. Tak ada Karen disana. Berarti, suara itu. Suara Karen.

"Regan" ucap seorang wanita yang kini sedang berlutut didepan Regan.

"Ka...u, Ka...ren" ucap Regan terbata.

"Ya ini aku, Re..."

"Bohong, ini bukan kau. Aku pasti sedang bermimpi. Kalau kau disini siapa yang terbaring tadi heh??" Ucap Regan sambil menyeka air matanya.

"Ini aku Re. Kau tidak percaya??"

Regan segera memeluk tubuh Karen. "Kau hampir membunuhku" ucap Regan mengurai pelukannya.

"SURPRISE!!!!" teriak semua orang yang hadir disana. Raut wajah mereka berubah menjadi sangat bahagia.

"Happy birthday to you...
Happy birthday, Happy birthday Regan"

Mama Regan keluar dari dapur membawa kue ulang tahun dengan lilin yang menyala. 28 itulah angka yang tertancap diatas kue ulang tahun.

Karen membantu Regan untuk berdiri dan menghampiri mamanya untuk meniup lilin.

"Make a wish dulu Re" ucap Karen. Regan segera menutup matanya, merapalkan semua keinginannya dihari spesialnya ini. Setelah selesai, Ia segera meniup lilin. Semua orang bertepuk tangan.

"Happy birthday my husband. Semoga menjadi suami dan anak yang lebih baik lagi, dan satu lagi. Ngga cengeng..." ucap Karen yang mengundang gelak tawa.

"Aku menangis itu juga karenamu. Siapa yang merancanakan semua ini? Aku bahkan lupa kalau hari ini ulang tahun" ucap Regan.

Sebenarnya Karen sudah sadar sejak tadi pagi. Untung saja ia tidak amnesia. Padahal kepalanya terluka parah akibat kecelakaan itu.

Mama Regan sebenarnya ingin memberitahu Regan. Tapi, Karen melarangnya. Karen ingat jika hari ini suaminya itu sedang berulang tahun.

Maka disusunlah rencana ini. Membuat kejutan untuk Regan dengan berpura-pura meninggal. Semua orang disana hanya mengikuti rencana Karen. Mereka disuruh untuk akting. Termasuk mobil jenazah yang terparkir didepan.

Karen seharusnya tidak boleh pulang hari ini. Tapi ia memaksa. Akhirnya dokter menyetujuinya dengan syarat pihak rumah sakit akan terus memantau kondisi Karen.

"Aku yang membuat semua rencana ini, aku ingin memberikan kejutan untuk suamiku tercinta. Hadiah apa yang kau inginkan dariku Re?".

Regan menggeleng. "Aku tidak menginginkan apapun darimu. Cukup kau berada disampingku, itu sudah lebih indah dari hadiah apapun" ucap Regan lalu mencium kening Karen yang terbungkus perban.

"Eghm..." papa Regan berdehem. "Kalian ini kalau mau bermesraan nanti aja, sekarang potong kuenya dulu" tambahnya.

"Ck, papa menggangguku saja" celetuk Regan. Semua orang tertawa mendengarnya. Regan akhirnya memotong kuenya. Potongan pertama tentu untuk Karen.

***

TBC...

Hayo siapa yang baca ini sambil nangis?? Ngga ada ya?? Ngga papa deh.

Vote dan ramaikan kolom komentarnya ditunggu♡♡

Jodoh Dari Sahabatku (E N D) ✅Où les histoires vivent. Découvrez maintenant