Memulai Usaha

111 4 0
                                    


Alhamdulillah aku sampai di rumah menjelang Isya. Perjalanan pulang ini lebih cepat karena kami tidak banyak berhenti seperti berangkatnya yang memang setengah berwisata. Lalu aku melaporkan kepada ibu semua semua tugasku mengantarkan Nisa, dan ibu tampak senang mendengarnya. Aku membawakan oleh-oleh terasi udang dan petis ikan kesukaan ibu untuk dibuat sambal khas racikan ibu yang sangat kusukai. Bagiku makanan terlezat adalah masakan ibu.

Selepas shalat Isya dan makan malam, sambil melepas lelah setelah seharian di perjalanan, kami berdiskusi tentang usaha apa yang akan kami kerjakan. Aku memutuskan untuk membuat usaha sendiri daripada menerima tawaran untuk bekerja menggantikan ayah maupun menerima tawaran Haji Rahman untuk menjadi sopir pribadinya. Alasan utamannya adalah aku tidak boleh terikat dengan orang lain dalam urusan pekerjaan. Aku harus membuat usaha yang suatu saat nanti bisa berjalan tanpa aku terlibat penuh di dalamnya, karena aku mengemban tugas dari syaikh yang menuntutku harus memiliki mobilitas dan fleksibilitas yang tinggi.

" Faiz, masalah usaha ini ibu serahkan kepadamu, ibu ikut saja. Kalau memang mau jualan kue basah seperti idemu kemarin, kue yang mana yang mau kamu jual ", ujar ibu membuka pembicaraan kami malam itu.

" Bagimana kalu roti goreng isi suiran daging ayam yang dicampur kentang, wortel, dan bawang bombay itu Bu ? Faiz rasa itu mempunya citarasa yang istimewa", jawabku.

" Itu roti mahal nak, karena bahan-bahannya dan cara membuatnya. Selain itu untuk penyajiannya harus dilengkapi dengan saus atau sambal sachetan".

" Justru bagus itu Bu. Faiz inginnya memang jual sesuatu yang istimewa yang belum pernah dijual bebas oleh orang-orang. Itu roti yang sangat berkelas Bu dan belum ada yang menjualnya", kataku meyakinkan ibu.

" Kamu yakin bisa menjualnya ? Karena pastinya lebih mahal dari roti dengan ukuran yang sama yang beredar di pasaran".

" In sya Alloh Bu, Faiz yakin sekali. Karena kualitas roti dan rasanya yang istimewa, Faiz yakin orang-orang akan menyukainya".

" Lalu bagaimana kamu akan menjualnya ?"

" Faiz akan menjualnya keliling dari pintu ke pintu pakai sepeda dari pagi sampai siang atau sampai habis", jawabku mantap.

" Hmm... berarti kita membuatnya malam hari. Baiklah jika kamu sudah yakin dan mantap. Tapi kita butuh mixer yang besar agar lebih bagus lagi hasil adonannya dan bisa menghemat waktu pembuatannya. Selama ini kan kalau ibu membuat hanya sedikit dan cukup dipadatkan dengan gilingan kayu saja", tutur ibu setelah yakin dengan rencanaku.

" Ibu catat apa saja peralatan yang kita butuhkan. Besok Faiz akan mencari informasi berapa harga semua peralatan yang kita butuhkan itu. Oh ya Bu, berapa dana yang kita miliki saat ini ?"

" Yang kamu bawa dari Ambon itu masih utuh. Ditambah dengan sisa santunan dari perusahaan tempat ayahmu bekerja dan dari sumbangan kerabat dan tetangga, semua masih ada 7 juta lebih".

" Kalau begitu kita gunakan yang 5 juta saja, sisanya ibu simpan sebagai dana cadangan darurat. Kita sesuaikan saja nanti peralatan dan modal awalnya dengan dana 5 juta itu", pungkasku kemudian pamit untuk beristirahat.

Besoknya aku pergi ke toko alat-alat dapur dan perlengkapan rumah tangga di daerah Hek Kramat Jati. Aku membeli peralatan yang dipesan dan ditulis pada secarik kertas oleh ibu. Mulai dari peralatan untuk menggoreng, tempat menyimpan roti sampai mengembang, tempat untuk wadah sayuran, tempat untuk membawa roti ketika jualan, dan lain-lain. Banyak juga yang kubeli, sampai aku harus menyewa angkot untuk membawa pulang barang-barang tersebut.

Total harga semua barang yang sudah kubeli adalah 1,5 juta, dan aku masih belum membeli mixer besar. Aku lalu menanyakan kepada pemilik toko tempatku belanja itu di mana aku bisa membeli mixer dengan kapasitas 5-6 kg. ternyata toko itu juga melayani pembelian alat-alat semacam itu tapi harus memesan dulu. Aku lalu ditunjukkan gambar-gambarnya berikut spesifikasi dan harganya. Akhirnya aku memilih yang kapasitas 7 kg dengan harga 1,85 juta sudah diantarkan sampai rumah. Jadi total belanja peralatan semuanya jadi 3,35 juta. Masih ada sisa 1,65 juta dari anggaran yang kusiapkan. Alhamdulillah, harga mixer tidak semahal yang kukira ternyata. Tinggal butuh sedikit lagi untuk modal awal beli bahan baku. Dan karena yang kujual adalah makanan yang langsung habis pada hari itu juga, maka modal hari ini besok sudah kembali lagi, sehingga aku masih bisa menyimpan sisa anggaran yang masih lumayan.

Angin dan BidadariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang