Angin yang Mulai Berhembus

3.1K 44 3
                                    


Sang mentari telah menampakkan sinarnya dengan sempurna pagi itu di pesantren Darul Ihsan yang terletak di sebuah desa di bagian utara Jawa Timur. Sinarnya yang hangat kurasakan merasuki pori-pori kulitku menjalar ke seluruh tubuhku, membuat suasana hatiku kian bersemangat untuk menjalani ujian lisan bagi karya tulis tugas akhirku sebagai salah satu syarat kelulusan santri kelas terakhir. Tujuan dari penulisan tugas akhir ini adalah untuk mengetahui ide tentang apa yang akan dilakukan santri setelah lulus, atau pemikiran santri pada suatu permasalahan umat, atau bisa juga berupa penelitian tentang suatu permasalahan umat sehingga mendapatkan solusi.

Seminggu yang lalu kami semua sudah menyetorkan karya tulis masing-masing dan hari ini adalah hari dimana kami akan diuji secara lisan mengenai isi dari karya tulis kami. Judul karya tulisku adalah : " Meraih Kejayaan Islam Bersama Kaum Muslimin ". Dalam karya tulis itu aku menjelaskan tentang prinsip-prinsip dari apa yang akan kulakukan dalam rangka memperjuangkan Izzul Islam wal Muslimin.

Aku memasuki ruang kelas di mana para peserta ujian lisan menunggu giliran untuk dipanggil ke ruangan ustadz penguji. Sambil menunggu giliran kami asyik membahas tentang ujian akhir yang telah kami lalui, tentang mau kemana setelah tugas pengabdian, atau tentang persiapan yang telah kami lakukan untuk ujian lisan yang akan kami jalani sebentar lagi. Setelah menunggu beberapa saat lamanya, tibalah giliran namaku dipanggil. Setelah mengucap basmallah aku melangkah dengan mantap menuju ruangan ustadz penguji.

Terdengar suara ustadz Taufiq menjawab salamku ketika aku mengucapkan salam sebelum memasuki ruangan.

" Silahkan masuk Faiz", seru ustadz Taufiq dalam bahasa Arab. Sesampainya di depan beliau, aku lalu dipersilahkan duduk dan beliau mengulurkan tangan untuk berjabat tangan denganku. Aku menyambutnya dengan agak tersipu karena seharusnya akulah yang mengulurkan tangan lebih dulu. Mungkin karena terbawa suasana aku jadi lupa untuk melakukannya lebih dulu.

" Bagaimana kabarnya Faiz, sudah siap untuk ujian lisan hari ini ?" tanya beliau mencairkan suasana agar aku merasa nyaman. Mungkin aku terlihat agak kaku di mata beliau, tidak sebagaimana biasanya yang ceria dan santai.

" Alhamdulillah khair ustadz, dan in sya Allah sudah siap untuk ujian hari ini", jawabku dengan tersenyum dan mulai bisa menguasai keadaan. Lalu kami terlibat obrolan santai sejenak sebelum memasuki materi ujian agar tidak tegang, begitu menurut beliau. Ustadz Taufiq ini memang terkenal ustadz yang paling pengertian dan paling pandai menciptakan suasana belajar yang nyaman ketika beliau mengajar, itulah mengapa beliau banyak disukai oleh para santri. Beruntung aku dapat jatah beliau sebagai ustadz penguji, karena selama ini beliau juga merupakan ustadz yang paling dekat denganku.

Setelah dirasa cukup, ustadz Taufiq kemudian memulai sesi ujian lisannya. " Baiklah Faiz, kita mulai ya ujiannya", kata beliau seraya membuka lembaran karya tulisku yang ada di hadapan kami.

" Saya dan beberapa ustadz yang lain dalam tim penguji telah mempelajari tulisan tugas akhirmu dan menentukan bagian-bagian mana yang perlu kami ujikan kepadamu. Di sini ada beberapa poin penting yang ingin kami tanyakan kepadamu. Dan untuk kamu ketahui, ada juga beberapa hal dalam tulisanmu yang belum pernah kami jumpai sebelumnya pada tulisan-tulisan tugas akhir dari para alumni terdahulu. Menarik sekali buat saya dan ustadz-ustadz yang lain, mengetahui ada beberapa keistimewaan dalam tulisan tugas akhirmu ini. Sehingga saya yang ditugasi untuk mengujinya sangat bersemangat, lebih dari biasanya. Jadi ujian lisan adalah untuk memastikan apakah yang istimewa itu benar-benar istimewa atau bahkan nantinya lebih istimewa dari yang kami kira. Nah, sekarang pertama kali yang ingin saya tanyakan adalah : Apa yang melandasi pemikiranmu sehingga kamu mempunyai pendapat sebagaimana yang kamu paparkan dalam tulisan tugas akhirmu ? Jelaskan secara ringkas dan jelas ". Ustadz Taufiq menatapku lekat-lekat dengan pandangan yang meneduhkan menanti penjelasanku.

Angin dan BidadariWhere stories live. Discover now