Perjalanan Panjang yang Sangat Berkesan

208 6 0
                                    


Malam harinya aku bangun tepat jam 23.30 setelah sempat tertidur dari jam 21.00. Aku lalu pergi ke kamar mandi untuk mencuci muka dan berganti pakaian, sementara ustadz Taufiq juga nampak sedang bersiap-siap. Tepat jam 00.15 terdengar suara mobil berhenti di halaman asrama asatidz. Aku bergegas keluar untuk memastikan apakah itu mobil pondok atau bukan. Ternyata benar mobil pondok dan kulihat ustadz Azhari keluar dari pintu depan sebelah kiri dengan memakai jaket dan segera menghampiriku. Beliau lalu menyuruhku untuk segera mengambil tas dan barang bawaanku lalu memasukkannya ke mobil. Dan setelah semua beres, kami pun berangkat. Ustadz Zain yang bertindak sebagai sopir malam itu kemudian menjalankan mobil perlahan meninggalkan pondok. Perjalanan dari pondok ke pelabuhan Tanjung Perak memakan waktu kurang lebih tiga jam. Diperkirakan kami akan sampai di sana sebelum shubuh, sehingga para asatidz itu bisa shalat shubuh di masjid Mujahidin Surabaya yang tidak jauh dari pelabuhan, rencananya sekalian mau menemui teman ustadz Azhari yang tinggal di dekat masjid itu.

Pukul 3.30 dini hari mobil kami memasuki area pelabuhan Tanjung Perak Surabaya. Setelah memarkirkan mobil di pelataran parkir, kami bertiga lantas menuju terminal penumpang dermaga 1 sesuai petunjuk petugas parkir bahwa kapal yang akan kutumpangi bersandar di dermaga 1. Setelah melakukan pengecekan tiket, aku harus berpisah dengan para asatidz yang mengantarku karena mereka harus segera berangkat lagi menuju masjid Mujahidin.

Akhirnya di depan pintu masuk ruang tunggu itu kami berpisah. Para asatidz itu bergantian menyalamiku dan memelukku, dan yang terakhir ustadz Azhari menyamaikan kata-kata terakhirnya sebelum berpisah, " Selamat jalan dan selamat berjuang Faiz, ma'akassalaamah fie amanillah. Jaga dirimu baik-baik, dan semoga Allah Ta'ala memudahkankan semua urusanmu".

" Aamiin...in sya Allah ustadz ", balasku. Para asatidz itu kemudian melangkah pergi menuju parkiran mobil dan aku lalu masuk ke dalam ruang tunggu. Aku mendapati ruang tunggu itu tidak terlalu penuh, mungkin karena sudah bukan musim liburan atau musim mudik. Berdasarkan jadwal keberangkatan yang tertera di tiket, kapal akan berangkat jam 5 pagi. Tapi menurut orang di sampingku jam 5 itu adalah waktu di mana penumpang memasuki kapal, adapun keberangkatan yang sebenarnya bisa satu jam lebih setelahnya. Jam 4.15 terdengar adzan shubuh dari musholla di sudut ruang tunggu itu, dan setelah menitipkan tas dan barang bawaanku kepda ibu-ibu di dekatku, aku pergi ke musholla untuk menunaikan shalat shubuh.

Selesai shalat shubuh aku mengobrol dengan sesama calon penumpang sampai terdengar pengumuman dari pengeras suara agar para calon penumpang bersiap-siap untuk naik ke kapal. Tak berapa lama kemudian pintu keluar ruang tunggu yang menghadap ke dermaga terbuka, dan para calon penumpang pun perlahan keluar dengan tertib menuju kapal. Beberapa petugas pelabuhan dibantu oleh beberpa orang polisi dan TNI tampak menjaga jalannya para penumpang agar berjalan dengan tertib sampai di atas kapal.

Sesampainya di atas kapal, para penumpang nampak tergesa-gesa berebut tempat tidur di kabin kelas ekonomi. Karena kulihat kabin di dek satu sudah banyak penumpang yang masuk, akau langsung menuju ke kabin ekonomi yang di dek dua, dan alhamdulillah aku mendapati sebuah tempat yang tampaknya cukup nyaman, yaitu di sudut ruangan dekat jendela. Tempat tidur kabin ekonomi ini terdiri dari dua tingkat, dan aku dapat bagian bawah. Di sampingku ada sebuah keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, satu orang anak laki-laki yang kuperkirakan kelas VI SD atau kelas I SMP, dan seorang anak perempuan yang kira-kira berumur 8-9 tahun. Setelah berkenalan, kuketahui nama bapak itu adalah Pak Sholeh, anak laki-lakinya bernama Rijal umur 13 tahun dan adik perempuannya bernama Fauziyah umur 8 tahun. Mereka berasal dari salah satu desa di Malang Jawa Timur dan akan menuju Ambon di mana mereka mempunyai usaha warung bakso yang sudah lumayan maju. Aku tidak berlama-lama mengobrol dengan mereka karena kulihat mereka sepertinya sangat lelah setelah menempuh perjalanan dari kampung halamannya. Aku pamit hendak melihat-lihat suasana di kapal dan menitipkan barang bawaanku kepada mereka.

Angin dan BidadariOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz