Pesona Alam dan Indahnya Keramahan Sebuah Keluarga

175 7 0
                                    


Besok paginya setelah sarapan dan berkemas-kemas, aku lalu berpamitan kepada istri Pak Rahmat dan mengucapkan terimakasih atas semua pelayanannya, serta mohon maaf apabila ada salah kata dan perilaku selama aku di sini. Sementara di halaman rumah nampak Pak Rahmat sedang memanasi motornya dan mengecek kondisinya. Setelah semuanya siap, kami pun berangkat.

Pak Rahmat memacu motornya dengan kecepatan sedang. Dia bertanya kepadaku, mau jalan cepat atau santai ? Kalau mau cepat bisa sampai dalam waktu kurang lebih 1,5 jam, namun jika mau santai bisa 2 jam baru sampai. Aku memilih yang santai saja agar bisa lebih menikmati pemandangan sepanjang perjalanan.

Sepanjang perjalanan kami melewati banyak perkampungan, perkebunan, hutan, dan juga kawasan pantai beselang seling. Rata-rata wilayah perkampungan yang kami lewati terdiri dari pemukiman penduduk di sisi kanan dan kiri jalan yang bagian belakangnya berbatasan langsung dengan pantai atau perbukitan. Menurut Pak Rahmat di perbukitan itulah terdapat perkebunan cengkeh, pala dan kakao milik warga. Masyarakat di sini mayoritas mengandalkan ekonominya dari hasil perkebunan dan hasil laut.

Setelah menempuh perjalanan selama kurang lebih 1 jam 45 menit kami memasuki perkampungan yang menjadi tujuan kami. Sama dengan perkampungan-perkampungan sebelumnya, perkampungan ini terdiri dari pemukiman penduduk bagian belakangnya yang berbatasan dengan perbukitan dan laut. Lima menit kemudian Pak Rahmat memperlambat laju motornya lalu berbelok memasuki halaman rumah yang luas dan asri.

Rumah itu sangat besar dengan sebuah garasi mobil di sisi kanannya. Lalu di samping kirinya ada sebuah rumah yang berukuran lebih kecil, yang besarnya tidak sampai setengah dari rumah yang besar. Lalu di samping garasi ada area yang diplester semen yang sedang digunakan untuk menjemur cengkeh, dan di seberang area untuk menjemur itu ada sebuah bangunan yang sepertinya adalah gudang penyimpanan. Kulihat ada beberapa orang yang sedang bekerja menjemur cengkeh dan ada yang di dalam gudang itu. Mungkin saat ini memang musim panen cengkeh, karena sepanjang perjalanan tadi aku sering melihat orang-orang yang sedang menjemur cengkeh.

Pak Rahmat lalu memarkirkan motornya di bawah pohon mangga yang ada di depan rumah yang kecil itu. Kami lalu menuju ke rumah yang besar dan pak Rahmat kemudian mengetuk pintu dan mengucapkan salam. Tidak terdengar jawaban dari salam yang pertama. Lalu Pak Rahmat mengulangnya lagi dengan suara agak keras, " Assalaamu'alaykum..."

" Wa'alaykum salaam warahmatullaah...", terdengar suara laki-laki menjawab salam kami. Sejurus kemudian pintu pun terbuka dan muncul sesosok pria paruh baya berperawakan tinggi, berkulit bersih, dan agak gemuk. Kami lalu berjabat tangan saling berpelukan untuk beberapa saat lamanya.

" Silahkan duduk pak Rahmat dan nak... siapa namanya ?" ujarnya ramah.

" Faiz Izzuddin pak ", sahutku

" O...ya, silahkan duduk Faiz. Bagaimana rasanya udara Maluku ?" tanyanya membuka percakapan

" Udaranya sangat bersih dan segar, pemadangan sepanjanng perjalanan tadi juga cukup indah dan menyejukkan mata. Saya suka." jawabku.

" Hehehe...ya iyalah. Di sini belum ada pabrik, dan kendaraan bermotor pun tidak sebanyak di Jawa. Cuma ya gitu, kondisi jalannya juga tidak sebagus jalan-jalan di Jawa. Oh ya, nama saya Burhan Shodiq, orang-orang di sini biasa memanggil saya Haji Burhan.

" Oh ya, ini ada surat pengantar dari pesantren", kataku sambil mengeluarkan amplop bertuliskan angka romawi satu dan memberikannya kepada Pak Burhan. Dia lalu mengambil kacamata dan membaca surat itu dengan seksama dan di tengah-tengah membaca sesekali dia tampak mengangguk-angguk.

Selesai membaca surat itu, dia kemudian berkata, " Nanti malam kita bahas lebih lanjut seputar penugasan Faiz. Sekarang kita ngobrol santai saja ya. Saya juga ingin lebih mengenal Faiz". Kemudian datanglah seorang anak laki-laki seumuran Nisa mengantarkan nampan berisi teko dan tiga buah gelas, lalu dia kembali lagi untuk mengantarkan sepiring kue kering.

Angin dan BidadariWhere stories live. Discover now