Keluarga yang Bahagia

496 12 0
                                    


Tiga hari kemudian setelah acara pertemuan malam itu, tibalah saat acara khutbah wada', yaitu acara wisuda dan pelepasan santri kelas terakhir. Acara itu dihadir oleh para wali santri kelas terakhir, para alumni terdahulu yang bisa hadir, beberapa tamu undangan, dan juga wali santri yang hendak menjemput anak-anak mereka, terutama wali santri putri atau yang anaknya masih duduk di kelas-kelas awal untuk pulang liburan panjang kenaikan kelas. Acara berjalan dengan cukup meriah. Ada penampilan grup nasyid adik-adik kelas V, juga ada pembacaan puisi. Aku juga diminta tampil mewakili teman-teman sekelas untuk menyampaikan kesan dan pesan selama menempuh pendidikan di sini. Lalu ada juga pesan dan kesan dari wali santri yang diwisuda, dan wejangan khusus dari ustadz Zain untuk kami yang akan bertugas sekaligus membacakan hasil ujian akhir dan tempat penugasan kami masing-masing. Dari tempatku duduk bersama teman-teman sekelas yang letaknya terpisah dengan para tamu undangan, aku melihat ayah begitu terkejut mendengar namaku disebut sebagai lulusan terbaik. Aku memang sengaja tidak memberitahunya, padahal ayah sudah datang sejak kemarin. Setelah turun dari mimbar, ustadz Zain terlihat menghampiri ayah, menyalaminya dan kemudian duduk di sampingnya. Keduanya lantas tampak berbincang-bincang akrab. Kemudian acara dilanjutkan lagi dengan khutbah wada' yang disampaikan oleh ustadz Sa'id, ulama terkenal dari Jawa Tengah.

Selesai acara aku menghampiri ayah yang sedang berbincang dengan wali santri yang lain. Aku mencium tangan ayah dan kemudian duduk di kursi sebelahnya. Kulihat raut wajah ayah yang terlihat begitu bahagia, tak henti-hentinya dia selalu tersenyum menatapku seraya berata, " Faiz, mungkin hari ni termasuk hari yang paling membahagiakan dalam hidup ayah, apalagi setelah mendengar penuturan ustadz Zainuddin tentang dirimu. Ayah merasa bangga sebagai orang tua dan sangat bersyukur atas semua karunia-Nya ini. Rasanya semua kesulitan yang ayah alami selama menyekolahkanmu di sini telah sirna terhapus dengan apa yang telah kamu capai saat ini. Ayah yakin telah memberimu bekal yang tepat untuk masa depanmu. Kamu telah tumbuh dewasa dan sudah pasti kelak kamu akan jauh lebih baik dari ayah ". Usai berkata demikian kulihat mata ayah berkaca-kaca.

Aku pun terbawa suasana sehingga tak terasa air mataku meleleh membasahi pipiku. Aku teringat bagaimana dulu ayah pernah sampai harus mencari pinjaman kesana kemari demi untuk memberiku uang saku dan ongkos perjalanan balik ke pondok. Pernah juga ketika aku berpamitan mau balik ke pondok dengan berurai air mata karena melihat usaha ayah mencarikan biaya sekolahku sampai harus menjual perhiasan ibu yang tak seberapa, namun ayah tetap tegar dan dengan bijak dia berkata, " Jangan menangis Faiz dan jangan bersedih. Jangan pula mengkhawatirkan ayah, ayah masih sanggup in sya Allah. Ayah ikhlas melakukan semua ini karena ini adalah kewajiban ayah sebagai orang tua. Ayah hanya ingin kamu menjadi anak yang sholeh yang bermanfaat bagi semua. Ayah ingin kamu bisa lebih sukses dari ayah dalam segala hal, terutama dalam ilmu dan amal sholeh. Karena apa yang akan kamu capai nantinya juga akan menjadi jariyah bagi ayah setelah ayah wafat nanti. Jadi jangan besedih Faiz, tugasmu adalah belajar dan tugas ayah adalah mencari nafkah untuk keluarga dan membekali anak-anak ayah dengan ilmu dan kepribadian yang bagus ". Kata-kata ayah itulah yang selalu kuingat dan membuatku bisa menjadi seperti saat ini. Kata-kata itu pula yang melecut kembali semangatku ketika muncul kemalasan dalam diriku.

Akhirnya semua membubarkan diri dan kami para santri bersiap untuk perjalanan pulang ke kampung halaman masing-masing. Ayah memutuskan untuk langsung berangkat sore itu juga, mengingat waktu masih cukup untuk persiapan dan diperkirakan masih dapat jadwal bis jurusan Jakarta.

Setelah berpamitan dengan para asatidz, kami segera bergegas meninggalkan pesantren. Ustadz Taufiq yang melepas kepergian kami bepesan sebelum berpisah, " saya menyampaikan pesan dari mudir bahwa karena Faiz tidak bertugas mengajar, jadi mempunyai waktu libur yang lebih panjang dari yang lain sampai menerima panggilan yang akan kami kirim. Kalau pesan saya, jaga kesehatanmu Faiz dan selamat berlibur ". Kami berpelukan sebentar lalu segera naik ke mobil pondok yang akan mengantar kami ke jalan besar yang berjarak sekitar 5 km dari pesantren kami.

Angin dan Bidadariजहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें