Tiga

4.1K 308 206
                                    

Quitta Bunga Elvaretta

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Quitta Bunga Elvaretta

💫💫💫

  "Hati itu nggak punya otak. Jadi hati nggak bisa menentukan dengan siapa ia akan berlabuh."

💫💫💫

      Harusnya pagi hari diawali dengan kedamaian dan ketentraman sebelum mulai mengisi hari dengan tugas-tugas menumpuk dan menambah beban pikiran. Namun, hal itu tidak terjadi di kediaman Tuan dan Nyonya Fahaddis.

Dua bersaudara di rumah itu tampak berdebat tentang siapa yang akan mengantar adik bungsu mereka ke sekolahnya.

"Gilang! Apa salahnya sih lo aja yang ngantar Bunga? Gue harus cepat cari Pak Haris sebelum dia ngilang lagi kaya tuyul tua."

"Jam kuliah aku pagi Kak. Kalo aku nganterin Bunga lagi, bisa-bisa aku telat. Dosen aku kali ini killer." Berbanding terbalik dengan Clara. Gilang lebih tenang dalam menghadapi situasi apapun. Terbukti saat ini ia tetap berbicara dengan lembut pada kakak sulungnya disaat Clara sudah membentak-bentaknya.

"Tapi ini menyangkut hidup dan mati gue, Lang. Ini demi kelangsungan proses kelulusan gue!" Clara terus berteriak sambil menggunakan sepatunya.

Gilang menghembuskan napas panjang, lalu mengacak pelan rambutnya. Sebenarnya ia tidak mau berdebat dengan kakaknya, apalagi ini masih terlalu pagi untuk membuat keributan.

Bunga yang ada di antara mereka hanya diam. Ia bersedekap dan mencebikkan bibirnya, kesal karena kedua kakaknya nampak tidak sudi untuk mengantar ia pergi sekolah.

"Kenapa lagi sih kalian? Pagi-pagi sudah teriak, bikin malu Bunda aja kalo sampe didengar tetangga." Suara lembut dan keibuan terdengar menyela perdebatan mereka. Nadin, Ibu dari ketiga bersaudara itu berjalan mendekat.

"Bundaa, Kakak nggak ada yang mau nganterin Bunga ke sekolah," rengek Bunga manja. Ia memeluk Nadin dari samping seraya menggoyangkan lengan Nadin. Wanita berusia hampir lima puluh tahun itu mengusap lembut puncak kepala Bunga.

"Kenapa nggak ada yang mau?" tanya Nadin menatap anak pertama dan keduanya.

Mereka bergantian menjelaskan alasan tidak bisa mengantar Bunga. Nadin mengangguk samar kemudian menangkup wajah Bunga.

"Kamu pergi naik taksi aja ya? Buat hari ini aja, kok," ujar Nadin lembut. Bunga cemberut kala Nadin tidak membelanya. Sialnya lagi, Ayahnya sudah pergi bekerja terlebih dahulu bahkan sebelum mereka bangun. Jadi, ia tidak bisa meminta bantuan untuk sekedar mendukungnya atau mengantarnya menggantikan kedua kakaknya.

"Bunga. Kamu nggak boleh manja, cuma untuk hari ini Kakak nggak bisa nganterin kamu karena Kakak punya jadwal kuliah pagi." Suara tegas Gilang membuat Bunga menoleh dan tak berkutik. Dengan lemah ia pun mengangguk.

Bunga (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang