BAB 1 : PASEKAN

439 54 10
                                    

RS Tanjung Paser, 22.35 WITA

Pusaka terbangun dengan merasakan nyeri di bagian perutnya. Kerongkongannya terasa kering, dan ia mendapati baju biru khas rumah sakit yang ia kenakan banjir keringat meski pendingin udara tengah menyala dan selang infus terhubung dengan kengannya. Ia mencari-cari bel untuk memanggil perawat, tapi tiba-tiba tangannya seperti memegang sesuatu yang berambut dan memancarkan panas, Pusaka bangun sedikit dan melihat Oka tengah tertidur di sisi ranjangnya. Remaja itu tampaknya tidak pulang sama sekali sampai ketiduran di sini.

Pusaka melihat ada sebotol air minum yang diberi tulisan : "Boleh diminum, kalau sudah diizinkan Dokter!" yang ditulis dengan tulisan tangan oleh istrinya.

Melihat tulisan itu, Kapten Pusaka urung minum, karena dia baru sadar, perutnya habis dikoyak senjata tajam dan mungkin saja organ dalamnya belum tersambung sempurna. Pandangannya kini berlaih ke Oka yang mendengkur pelan. Anak remaja di hadapannya ini sudah ia kenal sejak sekitar 10 tahun yang lalu, tapi sungguh nasib menempatkan anak itu dan dirinya pada situasi yang tidak biasa.

Singaraja, Bali, 11 tahun yang lalu.

Pusaka baru sekali ini datang ke Singaraja. Ia memang sudah pernah bertandang ke Bali beberapa kali tapi jujur baru sekali ini ia mampir ke Singaraja untuk waktu yang cukup lama. Penugasan pertamanya selepas lulus dari Akmil adalah di Ungaran, kemudian ia sempat menjadi penjaga gudang amunisi di hutan Saradan, kemudian dipindah ke Metro, Lampung sebelum akhirnya dia dipindah ke Singaraja, Bali.

Di sini ia ditugaskan menjadi perwira batalyon zeni yang bertindak sebagai pemberi dukungan teknis bagi suatu organisasi yang namanya begitu asing di telinganya.

"Dakara?" dahi Pusaka tak bisa tak mengernyit ketika mendengar nama itu untuk pertama kalinya dari perwira atasannya.

"Ya, Letnan Pusaka, Dakara. Organisasi rahasia, dibentuk Insinyur Soekarno dalam waktu hampir bersamaan dengan Cakrabhirawa. Mereka ... mengurusi masalah-masalah yang ... tak tampak."

"Maksud Mayor, hal-hal gaib?" tanya Pusaka.

Atasannya mengangguk, "Tapi tolong jangan pandang mereka sebagai dukun-dukun biasa yang biasa anggota TNI-Polri datangi untuk mengharap jimat pagar diri atau ritual kenaikan jabatan ya? Dakara itu ... lebih berbahaya daripada dukun biasa."

"Apakah mereka ... bersahabat?" Pusaka sebenarnya agak ngeri kalau harus berhadap-hadapan dengan yang namanya dukun atau paranormal, apalagi ada gelagat sepertinya dia harus memperkenalkan diri pada mereka setelah ini.

"Coba saja lihat sendiri. Silakan kamu ke Sanggar Seeka Kuturan, letaknya di tepi selatan Desa Pemuteran. Kamu silakan lihat sendiri seperti apa mereka."

"Bersama siapa Mayor?"

"Sendiri saja!"

Pusaka harus menghadapi orang-orang Dakara ... sendirian! Tanpa teman! Tapi membantah atau menyanggah perintah atasan itu hukumnya tabu kalau di TNI, walhasil Pusaka hanya bisa memberi hormat, "Siap Komandan!" sebelum akhirnya berbalik keluar.

*****

Lokasi yang ditunjukkan oleh atasannya tadi, membawa Pusaka ke sebuah sanggar seni di mana terdengar suara gamelan Bali yang iramanya khas, cepat dan lincah tak seperti gamelan-gamelan Jawa yang iramanya cenderung mendayu-dayu.

Ketika Pusaka semkin mendekat, dilihatnyalah sejumlah pemain gamelan dan turis-turis asing duduk mengitari sosok wanita berkebaya putih dan berkamen merah yang berhias garis-garis emas. Wanita itu menari berpasangan dengan seorang pria berpakaian batik, berkamen kain poleng dan menggunakan udeng coklat. Kala si pria meliuk ke kanan, si wanita akan meliuk ke kiri, begitupun sebaliknya ketika si pria meliuk ke kiri maka si wanita akan membalasnya dengan meliuk ke kiri. Gerakan maju dari pria akan dibalas gerakan mundur dari si wanita, begitupun jika si wanita mengambil gerakan maju maka si pria akan tampak berusaha menjaga jarak.

Lokapala Season 1 : Usana | #Wattys2018Where stories live. Discover now