BAB 5.3. SI PENYUMPIT

717 108 2
                                    

Markas Unit Lima, 15.30 WITA.

"Sudah ketemu?" tanya Pusaka tanpa bisa menyembunyikan rasa cemasnya.

"Belum Kep! Kemunculan terakhir sosok itu ada di hotel Orchid, dekat Pantai Timur, tapi sekarang hilang lagi!" kata seorang staf pengendali drone pemantau kota di ruang pantau Unit Lima.

"Cari terus!" perintah Pusaka sembari keluar dari ruangan itu dengan gusar.

Saking gusarnya, Pusaka sampai tidak sadar bahwa Denny ada di satu jalur yang sama dengannya. Walhasil, dua petinggi Unit Lima itupun bertabrakan.

"Aduh maaf, Prof!" kata Pusaka ketika menyadari bahwa kertas-kertas di tangan Denny berserakan.

"Tak apa, Kep. Saya juga tidak lihat jalan tadi."

"Kertas-kertas apa ini, Prof?" tanya Pusaka heran mengamati kertas itu penuh berisi sketsa disertai tulisan latin dalam bahasa yang tidak ia pahami.

"Catatan budaya berbahasa Belanda. Saya minta staf-staf kita mencetaknya untuk dikirim ke Universitas Tanjung Paser. Bagaimana dengan kroda tadi?"

Pusaka menghela nafas. Ia masih ingat betul tadi pagi dirinya sengaja datang awal hanya supaya dia bisa agak santai di kantor sebab di rumah ia habis punya masalah dengan istrinya. Siapa nyana tiga menit sejak pantatnya menyentuh kursi kantor, ada Kroda muncul di Pantai Timur dan menghancurkan segenap turret serta drone pengawas di sana. Rupanya saja tidak begitu jelas karena makhluk itu bergerak amat cepat.

Sekedar bergerak sangat cepat saja sudah bermasalah, apalagi jika ditambah laporan bahwa sejumlah orang tiba-tiba jatuh pingsan tanpa sebab yang jelas di stasiun monorail Tanjung Paser Timur sekitar setengah jam setelah Kroda tadi muncul. Para korban diketahui mengalami pendarahan internal yang hebat namun belum diketahui jelas apa sebabnya. Denny langsung mengirimkan sejumlah ilmuwan Unit Lima dengan latar belakang dokter dan analis kimia organik ke Rumah Sakit Pusat untuk meneliti sampel darah para korban. Dugaan Denny dan para ilmuwan Unit Lima kurang lebih sama. Racun yang mengandung hemotoksin ada dalam tubuh Si Kroda atau suatu bagian tanaman – entah jenisnya apa – dipakai Si Kroda untuk menyerang para korban.

Pusaka mulai panik, masalah ini jelas harus segera diatasi. Ia sudah mengontak markas Raider dan Batalyon Infanteri untuk meminta pasukan bantuan guna menyisir kota. Ia juga sudah mengerahkan personel bersenjata Unit Lima untuk melakukan penyisiran awal. Tapi hasilnya masih nihil.

Akhirnya, mau tidak mau, Pusaka terpaksa mengerahkan para Lokapala. Kelima-limanya, namun dengan cara menyebar mereka ke sepenjuru kota, ke lima titik. Agak beresiko memang. Kalau Kroda ini kuat, bisa saja ada Lokapala yang cedera, tapi bagi Pusaka tak ada pilihan lain.

******

Oka baru saja masuk kamar ketika arlojinya berbunyi dan menampilkan pesan dari Kapten Pusaka untuk semua Lokapala. Melihat perintah turun ke lapangan muncul di sana, langsung saja Oka membanting pintu kamarnya, mengejutkan Panji – yang baru saja keluar RS kemarin – yang sedang tidur-tiduran dan Sitanggang yang sedang mengerjakan PR.

"Tugas lapangan, ayo semua turun!" kata Oka pada kedua teman sekamarnya itu.

"Sore-sore begini?" Panji bangkit berdiri sambil meringis dan memegani dada kanannya.

"Kroda yang tadi pagi ya?" kata Sitanggang seraya langsung bangkit dan memasang arlojinya di tangan.

"Sepertinya begitu. Ignas sudah ada di bawah. Tinggal tunggu Nara dan Regina."

******

Kala Oka dan kedua teman sekamarnya tiba di bawah, mereka memang mendapati Ignas sudah selesai mengenakan zirahnya dan tengah berjalan ke arah sebuah motor operasional Lokapala.

"Hei Ignas! Jangan berangkat dahulu!" tegur Oka, tapi Ignas tak mengindahkan perkataan Oka dan langsung saja menaiki motor itu dan melaju pergi.

"Hei, hei, hei! Ada apa sih dengan dia?" ujar Oka kebingungan.

"Jangan terlalu dipikirkan. Dia kadang begitu," kata Panji sembari memindai arlojinya di tabung penyimpanan zirah Warak dan partikel-partikel penyusun zirah itu perlahan terurai dari dalam tabung dan menyusun diri mereka secara tepat dan presisi di tubuh Panji. Zirah milik Sitanggang pun demikian, komponen-komponennya menyusun diri mereka dalam waktu singkat di tubuh Sitanggang sebelum akhirnya kedua Lokapala itu siap bertugas.

Nara dan Regina datang tak lama kemudian.

"Aduh maaf telat!" kata Nara dengan nafas terengah-engah.

"Sudahlah! Ayo pakai zirah kalian dan susul Ignas. Anak itu sedang bersikap aneh hari ini," kata Panji.

******

Dari pantauan peta GPS, Oka mendapati Ignas memacu motornya ke wilayah utara. Karena itu Oka langsung membagi tim Lokapala ke empat tempat yang belum dijangkau. Regina di Barat, Nara di tengah, Panji di Selatan, dan Sitanggang di Timur. Oka sendiri tidak tahu mengapa tiba-tiba saja Ignas memilih wilayah utara tanpa berkoordinasi dahulu dengan dirinya atau pihak Unit Lima. Meski ia menduga pembicaraan Ignas dengan Kasuari tadi mungkin menjadi salah satu penyebabnya.

******

Kenapa Ignas memilih utara? Karena panduan Kómòcánòk. Kalung batu yang selalu ia kenakan itu tadi ia letakkan di atas tangannya dan nafasnya ia hembuskan pada batu tersebut. Sesaat kemudian batu itu berputar 360 derajat sebelum menunjuk arah utara. Atas dasar itulah ia memilih arah utara.

"Ignas! Ignas! Kamu dengar aku?" Tanya Oka yang terdengar oleh Ignas via helm visornya.

"Loud and clear, Corporal Oka!" jawab Ignas yang tumben-tumbennya memakai bahasa Inggris.

"Aku tidak tahu kenapa kamu pilih wilayah utara, tapi hati-hatilah. Drone di sepenjuru kota masih belum menangkap di mana keberadaan Kroda itu!"

"Drone cari dorang [1] lama, Kopral! Tapi sa bisa temukan dorang lebih cepat. Lihat Kopral?" Ignas menunjuk satu arah dan di markas Oka bisa melihat apa yang dilihat Ignas melalui helmnya. Sosok yang dilihat Ignas adalah sesosok pria bertelanjang dada, berkalung tulang belulang – yang entah tulang monyet atau malah manusia, bercawat kulit kayu dan memegang sebuah pipa penyumpit berwarna kuning serta penuh rerajahan hitam.

"Oh! Ya ampun!" terdengar komentar Nara di helm visor kelima Lokapala.

"Ada apa Nara?" tanya Regina.

"Itu Si Penyumpit! Ignas, hati-hati! Dia bisa menyerang siapapun juga dari jarak puluhan meter!"

"Tahan dia Ignas! Kami segera ke sana!" ujar Panji.

"Sa pikir, kamong semua sebaiknya tak usah datang di mari. Sa sendiri yang akan bereskan kroda satu ini!"

Lalu Ignas memutus sambungan dengan para Lokapala yang lain, juga memutus saluran komunikasi dengan Oka di markas. Sehingga yang bisa Oka dan empat Lokapala lain lihat hanyalah rekaman bagaimana Ignas mendekati Si Kroda Penyumpit dengan langkah berirama cepat dan tegas tanpa ragu.

PS : CATATAN PENGARANG

Singkat saja. Chapter 5 ini saya dedikasikan bagi mereka yang penasaran dan mencintai Saudara-Saudari kita di Papua sebagai bagian dari Indonesia dan Saudara-Saudariku dari Tanah Papua yang budayanya amat kaya dan mengagumkan namun belum banyak kami ketahui.


[1] dia

Lokapala Season 1 : Usana | #Wattys2018Où les histoires vivent. Découvrez maintenant