BAB 4.4 : KORBAN PERTAMA

688 96 6
                                    


Hari kedua Sitanggang pulang ke asrama, ia masih merasa belum kuat mengikuti pelajaran. Akhirnya sekali lagi ia menghabiskan waktu paginya dengan berjalan-jalan di taman. Sekali lagi si anak kucing berbulu kelabu itu datang. Kali ini ia datang bersama anak kucing lain yang berbulu hitam dengan corak putih dari leher sampai perutnya. Mereka berdua tampak menggelendot manja di kaki Sitanggang, sesekali berguling-guling dengan posisi perut di atas seolah minta perutnya dielus-elus. Sitanggang pun senang-senang saja dengan tingkah kedua anak kucing itu, sampai-sampai nyaris setengah hari itu dihabiskan Sitanggang dengan bermain bersama anak-anak kucing itu. Sampai ketika jam menunjukkan pukul 10 pagi, barulah Sitanggang beranjak pergi. Kedua anak kucing itu tampak menunjukkan ekspresi kecewa dan berlari-lari kecil mendapati Sitanggang sambil mengeong memelas. Langkah mereka baru berhenti ketika sebuah sandal jepit merk SWALLOW produksi PT. Sinar Jaya Prakarsa berwarna merah tua melayang dengan kecepatan tinggi dan mendarat telak di kepala si anak kucing kelabu.

Sitanggang kaget melihat alas kaki kebanggaan Indonesia itu tiba-tiba saja dipakai untuk suatu tindakan yang tidak berprikehewanian. Pelaku pelemparan itu ternyata tak lain dan tak bukan adalah seorang petugas kebersihan asrama putra bernama Amran. Sudah bukan rahasia lagi jika Pak Amran sangat membenci kucing dan selalu memarahi anak-anak asrama yang bermain-main dengan kucing liar. Alasannya, kucing-kucing liar itu sering mengotori lantai asrama dengan 'ranjau darat' alias kotoran mereka yang baunya aduhai. Selain itu keset pun konon sering dijadikan urinoir dadakan oleh hewan berkaki empat itu sehingga Pak Amran yang konon adalah seorang mantan preman itu sering mengumpat-umpati segenap kucing liar yang hidup di seputaran akademi.

"He kamu!" gertak pria bercodet di pipi kanannya itu.

"A-a, iya Pak?" Sitanggang bukannya gentar pada si petugas tapi masih terperangah menyaksikan bagaimana kedua anak kucing tadi lari terbirit-birit pasca dilempar sandal.

"Berapa kali saya harus bilang sama kalian : JANGAN BAWA-BAWA KUCING KE LINGKUNGAN ASRAMA! MEREKA ITU SUKA BUANG AIR SEMBARANGAN! LALU SIAPA YANG BERSIHKAN? SAYA KAN?! SAYA KAN?! SAYA KAN?! BUKAN KALIAN KAN!"

Sitanggang memilih diam saja sementara si petugas masih saja mengomeli dirinya dan segenap kucing yang ada di kota ini. Dalam hati Sitanggang bersumpah, jika nanti dirinya akan mengadukan orang ini kepada Kapten Pusaka dan memakai hak istimewanya sebagai Lokapala yakni 'hak mengusulkan perubahan terhadap lingkungan akademi' untuk memecat orang ini.

Orang itu masih mengomel namun Sitanggang segera masuk ke dalam asrama, kemudian memencet tombol lift dan naik ke lantai atas. "Gila!" umpat Sitanggang pada petugas tadi, "Orang tadi benar-benar sinting!"

*****

Universitas Penajam, Tanjung Paser, 14.00 WITA

Abas Khalid dibuat terkejut ketika ia kembali ke ruang kerjanya pasca istirahat makan siang. Di sana ia mendapati teman lamanya, Samad, datang bersama mantan muridnya yang paling Samad benci.

"Kau sudah rekonsiliasi, Mad?" tanya Abas ketika melihat Samad datang bersama Denny.

"Belum!" jawab kedua tamunya bersamaan.

Abas tertawa tergelak, perutnya yang buncit itu sempat bergoyang naik turun selama beberapa saat sampai tawanya berhenti, "Oh kalian ini! Ya sudah, kalian ada perlu apa?"

"Kami hendak mengetahui segala makhluk mitos di pesisir timur Kalimantan yang kira-kira bisa melakukan tindakan pengrusakan kandang seperti ini," jawab Denny sembari mengeluarkan sejumlah holografik foto perusakan yang dilakukan oleh si kroda dari dalam arlojinya.

"Apa dugaan kalian?"

"Beruang grizzly atau macan lepas," jawab Denny.

"Oke, katakan pada saya Prof. Den, kenapa tiba-tiba kamu meminta mitos dari wilayah spesifik ini?"

"Intuisi, Pak Abbas."

"Haha, aku suka jawabanmu," Abbas tampak tersenyum penuh arti, "Yah kamu mempermudah urusanku di sini."

"Kamu tahu sesuatu?" tanya Samad.

"Sebentar," kata Abbas sembari menatapi tumpukan kotak-kotak kayu dan buku-buku cetak tebal di ruang kerjanya, "Itu adalah penelitianku 2 tahun yang lalu. Tapi sepertinya tertumpuk entah di mana. Berkenan membantuku mencarinya?"

"Dengan senang hati," jawab Denny tanpa ragu.

"Eh?" Samad tampak heran dengan antusiasme Denny yang langsung membongkar dan menata tumpukan buku-buku berdebu itu.

"Samad?" tanya Abbas, "Mau ikut bantu juga?"

"Apa judul penelitianmu?" tanya Samad.

"Folklore Kalimantan Timur dan Selatan Bagian I."

*****

Akademi Kumala Santika, 19.00 WITA

Suasana kamar ini sepi. Panji belum pulang dari RS, sementara Oka ada di bawah tanah memantau tugas patroli rutin dari Nara dan Ignas. Regina ada di asrama sebelah, tapi Regina bukan teman ngobrol yang asyik bagi Sitanggang. Remaja putri itu statusnya aktif di media sosial tapi ucapan "Halo" Sitanggang sudah 45 menit dibiarkan tanpa tanggapan.

Sitanggang menghela nafas. Ia dilanda kebosanan, dan maunya bermain game saja, namun kepalanya sakit sementara untuk tidur ia sedang tidak mengantuk. Akhirnya Sitanggang cuma bisa tiduran sambil menatap langit-langit kamar.

Lalu Sitanggang mendengar sesuatu memukul-mukul jendela kamarnya. Jantungnya dibuat kaget setengah mati namun ketika ia membuka tirai ia mendapati seekor anak kucing, berbulu hitam dengan corak putih di leher sampai perutnya tampak mengetuk-ngetuk kaca dengan panik. Sitanggang pun membuka sebelah jendelanya dan dengan perlahan menggapai si anak kucing itu lalu membawanya masuk ke dalam kamarnya.

"Kau kenapa? Kenapa ada di sana?"

Anak kucing itu hanya mengeong lemah sembari memancarkan sorot mata penuh ketakutan. Kemudian Sitanggang mendengar suara gaduh di bawah sana disertai dengan umpatan dari Pak Amran namun dengan segera seruan itu terhenti. Sitanggang segera melongok ke bawah dan ia nyaris tak dapat mempercayai penglihatannya. Ada sesosok makhluk besar yang ukurannya sekitar dua kali sapi jantan tengah menyeret tubuh Pak Amran yang bersimbah darah.

"Oka!" Sitanggang segera menelepon Oka yang tengah bertugas di bawah sana, "Ada kroda masuk area akademi. Hubungi Regina! Aku akan segera turun ke bawah!"

*****

Setibanya di lantai basement, Regina tampak menatap Sitanggang dengan tatapan tidak percaya, "Aku kira ale (kamu) bercanda tadi Sitanggang!"

"Mana mungkin aku bercanda soal Kroda?" jawab Sitanggang sembari membuka kaca tabung penyimpanan zirahnya.

"Pakai zirah kalian berdua, aku akan panggil Ignas dan Nara supaya segera kembali kemari."

Sitanggang dan Regina tidak perlu diberi perintah dua kali. Tiga menit kemudian mereka telah siap dan Oka mengarahkan mereka ke sebuah plafon yang akan membawa mereka ke permukaan dan keluar di lapangan tenis akademi. Begitu mereka keluar di sana mereka berdua langsung berlari ke arah terakhir kali Sitanggang melihat Kroda tersebut.

Tak ada kroda di sana, pemindai mereka hanya menemukan sesosok tubuh yang memancarkan panas. Sosok tubuh si petugas kebersihan, Amran, dalam kondisi tidak bernyawa.

"Lehernya patah dan nadi lehernya dikoyak," begitu Regina memberikan diagnosa awal.

"Apa kau masih bisa memberikan pertolongan pertama?" tanya Sitanggang penuh harap.

"Sayangnya tidak."

"Sialan!" Sitanggang menghantamkan kepalan tangan kanannya ke telapak kirinya.

"Tetap waspada!" Regina beranjak bangkit dan mengaktifkan senjatanya, Salawaku dan parangnya.

"Waspada apa? Tidak ada makhluk apapun di sini, selain kita berdua."

"Dan .... eh .... Pus?" Regina mau tidak mau tersenyum di balik topengnya ketika melihat si anak kucing kelabu mendekat.

Lokapala Season 1 : Usana | #Wattys2018Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang