BAB 6.3. : WONG MAJAPAHIT

759 89 5
                                    

Panji mendapat peringatan bahwa Oka tengah mengalami gagal jantung akibat syok tapi dirinya tidak dapat berbuat banyak. Prajurit-prajurit berkulit alot ini tengah mencengkeram kuat zirahnya. Mereka berusaha meremukkan zirahnya tapi untung saja berkat teknologi yang dikembangkan Denny, zirah Lokapala lebih tangguh daripada Dwarapala. Masalahnya adalah .... Oka harus segera ditolong sebelum remaja itu benar-benar mati otak.

Untunglah bantuan yang ia tunggu akhirnya datang juga. Begitu melihat sebuah anak panah berpendar cahaya biru menembus kepala salah satu prajurit Kroda itu, Panji tahu bantuan yang ia tunggu sudah datang.

"Hatsyi!" terdengar suara bersin Sitanggang yang masih kena flu berat di helmnya, "Oke, Tenang Lae! Kami sudah datang!"

"Tolong Oka! Jantungnya berhenti!" begitu pinta Panji kepada anggota timnya.

"Sa tolong ko dulu lah!" Ignas langsung berlari ke arah Panji yang masih dicengkeram oleh dua prajurit Kroda itu sementara Nara, Regina, dan Sitanggang menghambur ke arah Kroda yang tadi menghajar Oka.

"Sitanggang, Nara! Alihkan mata dia! Beta mau coba tolong Oka!" seru Regina, pengguna zirah warna putih.

"Beres Nona, hatsyi!!" kata Sitanggang yang langsung disambung kembali dengan bersin.

Nara menarik keluar mandaunya dari balik terabi – perisai – miliknya dan mengayunkannya kepada Kroda pemimpin itu. Kroda berpakaian bangsawan itu menangkap mandau Nara dengan enteng lalu memukul Nara tepat di lehernya. Nara jatuh dan terbatuk-batuk. Kroda itu hampir saja menginjaknya kalau saja Sitanggang tidak mengarahkan satu Sigale-galenya untuk menyabet kaki Kroda itu. Kroda itu mundur selangkah dan satu tembakan sinar merah dari tongkat Tunggal Panaluannya membuat Kroda itu terdorong makin jauh.

Panji sendiri akhirnya bisa bebas dari cengkeraman dua kroda pengganggu itu berkat bantuan Ignas. Ignas ternyata juga kesulitan menghancurkan para prajurit berkulit hitam itu meski dengan bantuan imbuhan kekuatan Komot. Meski begitu mereka mulai melangkah mundur dan perlahan mendekati pimpinan mereka. Kroda pimpinan itu kembali menunjukkan medali bersimbol matahari itu kepada segenap Lokapala itu sembari tersenyum sinis.

Sitanggang, Nara, Ignas, dan Panji sudah pasang posisi waspada ketika gumpalan asap hitam perlahan menyelimuti enam kroda itu. Asap itu menggulung mereka bagai angin puyuh sebelum akhirnya pecah dan sirna. Saat angin hitam itu sirna, keempat Lokapala itu tak lagi mendapati adanya kroda di taman kota itu.

"Oka!" Panji langsung tersadar akan kondisi Oka ketika kroda itu telah lenyap. Empat Lokapala itu segera menghampiri Regina yang tampak berusaha memompa jantung Oka dengan kedua tangannya. Tampak Regina telah melepas baju zirah Oka dan juga menggunting kaos abu-abu yang dikenakan Oka di balik baju zirahnya itu.

"Bagaimana Regina?!" tanya Panji khawatir.

"Diam! Biar beta pikir dulu ... ah, tolong torang semua mundur!" begitu perintah Regina.

Keempat remaja itu menurut, dan Regina tampak menempelkan sebuah plat logam tebal di dada Oka dan menghubungkannya ke lengan kiri zirahnya. Sejenak kemudian tubuh Oka tampak tersentak akibat kejutan listrik yang dialirkan dari zirah Regina.

Oka kemudian terbatuk-batuk. Regina menarik nafas lega dan berucap, "Puji Tuhan!"

Oka masih terus batuk-batuk sebelum Regina akhirnya memintanya untuk tenang dan menyorotkan lampu senter yang juga tertanam di lengan kanan atas zirahnya, "Oke! Sepertinya tak ada gegar otak. Hanya dislokasi sendi dan memar di sana-sini. Selamatlah kau Oka! Kau mungkin hanya perlu istirahat sebentar dan buat alasan soal babak-belurmu itu," kata Regina sembari membantu Oka berdiri.

"Maaf Oka! Harusnya aku ... aku ...," dada Panji sesak ketika ia turut membantu Oka berdiri dan menyaksikan betapa tubuh Oka dipenuhi memar merah di perut, dada, dan wajah.

"Tak apa, uhuk, tak apa. Bukan salahmu Panji," kata Oka sembari berusaha menarik nafas dalam-dalam.

Panji merasa bersalah bukan hanya karena melihat kondisi Oka yang nyaris tewas di depan matanya tapi juga karena ucapan Warak di helm visornya, "Sekarang apa kau mau dengar kataku, Le?"

"Ya Warak," Panji mengangguk lemah.

******

Markas Unit Lima, 23.00 WITA

Malam itu juga rapat darurat diadakan. Denny, Pusaka, Samad, dan kelima Lokapala – termasuk Sitanggang yang masih flu berat – dipaksa hadir dalam pertemuan itu. Abbas juga dijemput malam-malam oleh orang-orang suruhan Pusaka dan dihadirkan pula di tempat ini. Denny dan Pusaka bergantian memutar rekaman kejadian petang tadi yang dilihat dari sudut pandang kamera Panji dan Oka.

"Kopral I Gede Putu Oka mengalami dislokasi sendi pada bahu kiri, sejumlah luka memar, syok dan sempat mengalami gagal jantung. Beruntung sekali Lokapala Kabaresi cepat bertindak sehingga ia tidak mengalami kerusakan otak parah," ujar Samad mereview hasil bentrokan petang tadi.

Mata Denny melirik pada Abbas yang dari tadi serius memperhatikan rekaman itu dan berulang-ulang memutar bagian kata-kata berbahasa asing yang diucapkan oleh Si Kroda, "Kau punya dugaan kenapa Kroda ini menyerang orang-orang tertentu saja, Pak Abbas?"

"Saya punya dugaan meski mungkin agak terasa terlalu dibuat-buat."

"Katakan saja, Bas," kata Samad.

Abbas menghela nafas, "Baik, mari kita lihat sekali lagi rekaman ini. Coba Bapak dan Ibu lihat bagaimana Kroda ini berperangai. Dia memanggil sejumlah besar prajurit bayangan yang bisa saja seimbang melawan para Lokapala. Dia panggil prajurit ini Dharmaputra. Tapi dia mau repot-repot maju untuk menghajar Oka secara pribadi. Ditambah lagi ada sejumlah tulad Prasasti Sidateka muncul di Pantai Timur kota ini, saya berpikir kalau ... kroda satu ini punya hubungannya dengan Majapahit. Tidak, mungkin lebih dari itu. Kroda ini mungkin adalah tokoh yang dahulu disebut Mahapati dalam Pararaton."

"Apa hubungan dia tokoh Majapahit dengan Oka?" tanya Pusaka.

"Kapten, apa Anda lupa? Oka itu anak Bali, lahir di Denpasar, punya gelar 'I' di depan namanya. Artinya dia turunan kaum kesatria, bangsawan Bali," sahut Samad.

"Lalu?"

"Anda tahu apa sebutan masyarakat Bali kebanyakan untuk menyebut diri mereka? Wong Majapahit! 80% masyarakat Bali modern adalah keturunan orang-orang Majapahit baik itu dipandang dari sisi geneologi maupun dari sisi budaya. Mungkin itu sebabnya Mahapati menyerang Oka," sambung Abbas.

"Oke! Alasan dia menyerang Oka mungkin bisa dijelaskan dengan itu. Lalu bagaimana dengan potensi dia menyerang orang lain?" tanya Pusaka.

"Mohon maaf saya akan membuat Anda bosan lagi karena saya bicara lagi soal sejarah Kapten. Tapi tahukah Kapten, bahwa Tanjung Paser ini dulu wilayahnya Banjar? Dan pada tahun 1526 ketika Majapahit runtuh dan Demak berkuasa, Kerajaan Banjar takluk di bawah kuasa Demak sehingga para pembesar Demak yang dahulu bisa jadi juga turunan pembesar Majapahit banyak bertandang ke pantai timur Kalimantan guna menjalin hubungan diplomatik dengan kerajaan di sini? Bukanmustahil mereka kemudian kawin dengan orang sini, bermukim di sini, punyaanak-cucu di sini."

"Oh ya ampun!" Denny mengeletukkan gigi keras sekali begitu menyadari ke mana arah pembicaraan ini akan berlangsung.

"Kalau begitu," Samad menyimpulkan, "Jika 50% saja penduduk Tanjung Paser secara sadar atau tidak sadar punya hubungan darah dengan orang-orang Majapahit. Maka semua bisa menjadi target potensial bagi Mahapati?"

Abbas mengangguk lemah.

Lokapala Season 1 : Usana | #Wattys2018Where stories live. Discover now