BAB 2.5 : RANTAI DAN KURUNGAN BESI

962 102 3
                                    


Visor helm Panji menampilkan layar pemeriksaan kerusakan dan mendeteksi adanya kerusakan minor berupa sedikit cuilan dan goresan pada pelindung dadanya.

"Sialan! Lompatnya dari tadi kenapa?" omel Sitanggang. Tubuh Panji yang belum juga sempat berdiri langsung didorong sampai tertelungkup oleh Sitanggang yang ternyata ada di bawahnya.

Panji tidak menjawab omelan Sitanggang. Dia memang salah. Kalau dia melompat dari tadi, tentu saja dia dan Sitanggang tidak perlu dihantam Todak.

"Sori, ada sedikit masalah tadi," kata Panji.

Para Todak kembali berkerumun di sekeliling mereka. Semuanya siap menyerang kapan saja asal Kabil sudah memberi perintah.

Panji mengeluarkan pedang kembar Sika Warak miliknya. Sementara Sitanggang juga tengah mempersiapkan diri untuk menghadapi sekumpulan Todak itu.

Kali ini Panji mengambil inisiatif menyerang duluan. Ia maju dan melemparkan satu pedang lengkungnya ke arah seekor Todak. Todak itu berhasil menghindar namun lemparan Panji berhasil mencederai hidung pedang seekor Todak lain. Sementara itu satu pedang di tangan kirinya ia pakai untuk memenggal kepala seekor Todak yang paling dekat dengan dirinya.

Makhluk-makhluk berkulit kelabu licin yang tersisa itu kini tampak berkumpul di sekitar Kabil. Sitanggang yang melihat bahwa Kabil seperti hendak melakukan sesuatu segera mengalirkan energi merah ke tongkatnya. Tongkat Tunggal Panaluan di tangan Sitanggang kini berpendar merah dan saat Sitanggang mengayunkannya lagi ke arah Si Kabil, sebuah tembakan energi merah melesat ke arah Kabil. Menghantam dada bocah itu hingga bocah itu tersungkur di lantai paving.

Para Todak melihat Kabil tersungkur tampak tidak berani menyerang. Mereka malah tampak berkumpul di sekitar Kabil dan makin merapatkan barisan mereka seolah-olah mereka hendak melindungi Kabil. "Kesempatan!" kata Panji sembari menyatukan kedua pedangnya menjadi sebuah tongkat bermata pedang yang segera ia sabetkan ke arah para Todak yang berkerumun itu.

Sitanggang sendiri juga berniat untuk maju namun saat hendak melangkah ia merasakan kakinya seperti dijerat oleh sesuatu. Ia menoleh dan mendapati sebuah rantai logam telah membelit sebelah kakinya. Lalu sebelum ia sempat bereaksi lebih jauh, rantai itu sudah menarik dirinya jatuh ke sungai.

Zirah Lokapala membuat Sitanggang bisa bernafas di dalam air. Persediaan oksigen dalam tabung darurat mampu membuatnya bertahan sekitar satu jam di dalam air. Tapi itu ceritanya akan jadi lain ketika layar visor Sitanggang mulai mendeteksi kerusakan minor yang timbul akibat jeratan rantai itu. Rantai itu, menurut perhitungan visornya, punya daya cengkeram mencapai 34000 Newton[1] atau setara dengan jepitan body truk pengangkut pasir.

Sitanggang berusaha melepaskan jeratan rantai itu namun ia kini malah dikejutkan dengan kemunculan rantai-rantai lainnya yang menjerat kaki dan tangannya. Konsentrasinya buyar, sistem zirah secara paksa menonaktifkan tongkat Tunggal Panaluannya dan mengembalikannya ke mode non aktif, sebaliknya sistem zirah menyarankan manuver akrobatik sebagai usaha membebaskan diri. Sitanggang menghentakkan kakinya, memutar tubuhnya 360 derajat sebagai usaha membelit rantai itu dan dengan beberapa sentakan paksa, ia berharap dapat memaksa rantai-rantai itu putus.

Sayangnya rencananya tidak berjalan sebagaimana mestinya. Rantai itu memang berhasil ia putuskan namun saat ia hendak berenang kembali ke permukaan, sebuah rantai kembali menjerat dirinya dan menarik Sitanggang masuk ke dalam sebuah kurungan besi. Belum sempat Sitanggang bereaksi lebih jauh, dua rantai hidup sudah menjerat kaki dan tubuh bagian atasnya. Kini kedua tangan dan kedua kakinya telah diikat erat oleh rantai dan ia sendiri terkurung dalam sangkar yang tak bisa dia jebol meski ia sudah membentur-benturkan tubuhnya berkali-kali.

Lokapala Season 1 : Usana | #Wattys2018Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu