BAB 6.5 : CINELENG CELENG

828 90 7
                                    

Sepuluh menit yang lalu Markas Unit Lima menerima panggilan darurat dari Kepolisian yang meminta bantuan TNI untuk menangani semacam 'aksi terorisme' yang tidak bisa mereka tangani. Kronologis kejadiannya dijelaskan sebagai berikut, dua jam yang lalu satuan reserse kepolisian Tanjung Paser mulai memantau gerak-gerik seorang tersangka gembong narkoba yang menyewa ballroom VIP sebuah hotel untuk sebuah pesta pribadi. Pesta itu berlangsung normal sampai lima belas menit yang lalu tiba-tiba terdengar suara minta tolong dari interkom ballroom. CCTV hotel merekam kejadian di mana sekelompok orang misterius bertubuh kekar dan berkulit hitam – sehitam arang – mulai memasuki ballroom dan kemudian mereka merusak CCTV. Satuan reserse yang bertugas mencoba masuk ke dalam ballroom tapi pintunya macet, tak bisa didobrak meski mereka sudah memakai alat pendobrak, tak bisa ditembak karena tanpa sebab yang jelas peluru yang mereka tembakkan ke panel kunci memantul seolah-olah itu peluru karet.

Satuan Raider TNI yang dimintai tolong malah mengalihkan permohonan para polisi itu kepada Unit Lima sehingga karena alasan itulah Panji dan kelima kawannya ada di sini sekarang.

Kapten Pusaka sendiri yang langsung memberi briefing, "Kalian akan kita naikkan ke helikopter lalu terjun di atap hotel. Di sana nanti, Ignas dan Sitanggang akan buat lubang di atap yang akan langsung membawa kalian ke dalam ballroom. Nara, Regina, dan Panji langsung tembak Kroda apapun yang kalian temui dan baru setelah itu Sitanggang dan Ignas menyusul. Paham?"

Empat yang lain menjawab 'paham', hanya Panji yang masih ragu.

"Kenapa Panji?"

"A-anu ... saya masih ... trauma dengan ketinggian, Kep! Bi-bisakah saya ... tidak ikut naik ke helikopter?"

Wajah Kapten Pusaka sudah merengut tidak senang dan Panji pun batal berkata-kata lebih lanjut lagi, "Kamu jangan membantah!" bentak Kapten Pusaka.

Empat yang lain pun keder juga dengar bentakan Kapten Pusaka yang memang potongan wajahnya sudah seram bak bos preman pasar itu. Apalagi dengan codet bekas luka di pipi kirinya makin menambah kesan sangar dari Pusaka.

"Helikopter sudah siap, Pak," ujar seorang prajurit yang baru saja masuk ruang briefing.

"Silakan berangkat, semoga berhasil!" kata Pusaka dan kelima Lokapala itu pun langsung keluar dari ruangan dan berlari menuju helikopter.

******

Setengah jam sebelumnya

Leon Herucakra sudah lama tidak mengadakan pesta. Lama sekali, bisa dibilang sudah lewat setahun semenjak terakhir kali ia mengadakan pesta terakhir. Ia suka pesta, ia suka minum minuman anggur beralkohol, ia suka menikmati makan enak, tapi naas setahun yang lalu tiba-tiba 'bisnis halalnya' dikacaukan oleh penemuan sejumlah ganja kering dalam peti kemas produk yang ia datangkan dari negeri seberang. Tiba-tiba saja satuan polisi langsung saja menggerebek rumahnya, brigade nyamuk pers langsung saja memburu dirinya dan keluarganya demi sebuah reportase. Tapi itu masa lalu.

Dengan uang yang jumlahnya tidak sedikit, Leon berhasil meyakinkan pengadilan untuk menyatakan kasus ini menjadi suatu 'kesalahpahaman belaka', bahwa ada pihak-pihak yang ingin menjatuhkan namanya dengan memalsukan dokumen pengiriman dan meletakkan ganja di peti kemas barang yang ia impor dari negeri seberang. Nyamuk-nyamuk pers pun berhenti berdatangan karena rata-rata wartawan yang meliputnya dulu sudah keluar akibat tekanan pekerjaan dan gaji yang tidak layak. Wartawan yang tersisa pun pasti tengah mengejar reportase lain karena kasusnya lama-lama terlupakan pula oleh masyarakat. Hanya ada sekumpulan orang bandel seperti reserse-reserse yang ia dapati membuntutinya sampai ke hotel ini yang masih tersisa.

Leon tidak terlalu khawatir karena ia cukup 'bersih'. Sekarang ia lebih hati-hati menjaga citra bisnis halalnya sambil terus beraksi di dunia hitam. Dengan sedikit waktu, ia yakin bisa memulihkan kembali citranya nanti. Sekarang yang ia inginkan hanyalah bersenang-senang bersama kolega dan keluarganya. Pesta sepanjang malam dengan makanan dan anggur enak.

Lokapala Season 1 : Usana | #Wattys2018On viuen les histories. Descobreix ara