12; k a p p a c y g n i d s

1.6K 171 252
                                    

12; k a p p a c y g i d s
Hingga tak ada lagi celah

▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀

Elara menyipitkan matanya saat mendongakkan kepalanya itu, lalu menekuri sepatu putihnya. Kakinya bergerak ke kanan kemudian ke kiri. Sesekali bermain dengan ponselnya. Ngapain sih gue jadi kek orang bego begini? Temen-temen gue udah pada pulang, gue malah nunggin si Ardi! Menunggu di pelataran parkir persis belakang mobilnya Ardi. Sendirian.

Tadinya setelah mengetahui Ardi pingsan dan bel masuk juga sudah berbunyi, Elara memutuskan untuk kembali ke kelas. Reza yang menunggu Ardi di UKS.

Dikira dia jagoan kali nge-skip sarapan sama makan siang! Iya, itu yang Ardi lakukan. Elara jadi geram sendiri. Tetapi perasaan cemasnya lebih banyak. Makanya Elara di sini. Menunggu Ardi yang belum juga terlihat batang hidungnya. Aneh banget. Khawatirin orang yang kayaknya nggak bakalan khawatirin dirinya balik.

Nah itu dia. Ardi terlihat berjalan ke arah mobilnya dengan hoodie yang terlampir di bahu. Melihat ke arah Elara sebentar lalu berniat untuk membuka pintu mobilnya. Tangan Elara dengan sigap meraih kunci mobil Ardi. Itu yang memang harus Elara lakukan.

"Gue yang nganterin lo pulang. Muka lo masih pucet banget. Kalo lo kenapa-kenapa di jalan gimana? Udah ya. Gue aja yang nyetir." Elara mendorong belakang tubuh Ardi agar laki-laki itu masuk ke dalam mobil, duduk di kursi penumpang.

Tidak ada kata yang keluar dari mulut Ardi, melawan pun sepertinya dirinya malas. Ada bagusnya juga Ardi sakit. Eh enggak. Jangan sakit lagi ya, Ar! Elara cepat-cepat meralat pikirannya itu.

"Gue harus percaya sama lo buat nyetir mobil gue?" Suara Ardi terdengar. Dirinya menghadap ke arah Elara dengan sisi kepalanya yang ia sandarkan ke jok.

Ingin sekali Elara membawa tangannya itu ke sisi wajah Ardi sekarang juga. Elara berdeham. "Dan lo percaya diri lo yang kayak gitu bisa nyetir?"

"Gue udah biasa begini." Dan Ardi memberitahukan Elara alamat apartemennya.

"Masa?" Elara mulai menginjak pedal. Menjauh dari Pertiwi. Sesekali melihat ke arah Ardi yang masih saja memerhatikan dirinya. Elara berusaha bersikap setenang mungkin, padahal jantungnya sudah berdetak dua kali lebih cepat.

Tidak ada sahutan dari Ardi, Elara benar-benar menoleh ke arah Seniornya itu.

"Kenapa?"

"Gue kira lo pingsan," ujar Elara dan memfokuskan kembali pandangannya pada jalan di depan sana. Elara jadi berpikir bahwa jika saja Elara bisa memilih seseorang yang menyukainya balik mungkin semuanya jadi lebih mudah untuk dirinya saat ini. Tetapi sekarang, Elara justru terjebak oleh perasaannya sendiri dengan Ardisi manusia yang sepertinya tidak ada tertarik-tertariknya dengan Elara. Sedih amat idup gue, asli.

Ardi meggerakkan kepalanya hanya untuk melihat ke arah Elara dengan posisi yang lebih nyaman lagi. "Lo nggak mau pulang?" Suaranya terdengar kembali. Kali ini, Ardi membuka topik pembicaraan lebih dulu.

Dan itu berefek sekali untuk Elara. Senyum tipisnya berusaha ia sembunyikan. "Selesai gue nganterin lo, gue pulang kok."

"Lo selalu kayak gini sama cowok-cowok laen?"

1.4 | babyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang