BAB 35

14.8K 748 28
                                    

Media: Marry Your Daughter by Brian McKnight. Cover by Desmond Amos (using curved soprano saxophone)

WAJIB DIPUTER BIAR MAKIN BAPER!

***

Hubungan jarak jauh yang dijalani Arumi dan Divo berangsur membaik di bulan-bulan berikutnya. Pun saat Divo pulang ke Indonesia dan mereka menggelar acara lamaran secara resmi. Semua proses berjalan dengan lancar. Percaya atau tidak, restu dari kedua keluarga sangat berpengaruh bagi keduanya. Pemilik semesta seakan mempermudah keduanya dalam melakukan apapun.

Tepat 3 hari setelah acara lamaran, Arumi dan Divo mengunjungi Dipta dan Juwita. Karena Arumi dan Divo menganggap, masalah mereka belum 'selesai.' Lebih tepatnya, masalah Divo. Arumi ingin Divo dan Dipta berdamai, menjadikan kejadian-kejadian di masa lalu sebagai pembelajaran untuk kedepannya.

"Div, maafin gue," adalah ucapan pertama Dipta saat pertama kali melihat Divo.

Juwita, sang istri, sudah mengetahui apa yang terjadi di antara mereka sesaat setelah pertemuan pertamanya dengan Arumi. Dipta memohon ampun di hadapannya, beralasan jika ia melakukan ini demi sang bayi yang berada dalam kandungan Juwita. Juwita memaafkan dengan mudah, karena bagaimana pun Dipta melakukan itu demi anaknya, anak mereka.

"Gue maafin lo, bang," sahut Divo tanpa ragu. Walaupun dulu Dipta mengacaukan segalanya, tapi sekarang tidak ada alasan untuk Divo membenci pria itu.

"Gue kena karma karena nyakitin lo dan Arumi, gue kehilangan anak gue. Anak gue harus meninggal sebagai penebus dosa papanya, anak gue gak salah, maafin dia," suara Dipta bergetar hebat. Luka akibat kehilangan orang-orang tersayang memang sukar disembuhkan, apalagi ia harus kehilangan darah dagingnya.

"Bang, udah gak usah nyalahin diri sendiri terus. Aku sama Divo udah maafin abang," kali ini Arumi ikut menimpali. "Anak abang meninggal bukan karena kena karma atas perbuatan abang, tapi karena emang udah kehendak-Nya."

Juwita yang sejak tadi mati-matian menahan air matanya, akhirnya kalah. Matanya basah, ia menyandarkan kepalanya di bahu Dipta. Sedangkan sang suami, tertunduk lemas dan tak punya keberanian menatap Arumi ataupun Divo.

"Bang, udah lah. Kami gak dendam sama sekali ke lo. Gue dan Arumi udah bersatu, insha Allah kami akan menikah akhir tahun ini. Nanti surat undangan resminya diantar kalo udah jadi," Divo menyampaikan tujuan kedatangannya, "Kami kesini bukan mau menuntut atau menyalahkan kalian, kami cuma mau berdamai sama masa lalu. Biar hidup kami tenteram tanpa dendam."

"Div, Rum, maafin gue dan Uwi ya. Gue doain kalian bahagia terus, dikasih keturunan yang baik dan keluarga kalian selalu dilindungi Allah," akhirnya, Dipta berani menatap Arumi dan Divo secara bergantian. Tidak ada sorot mana penuh dendam dan kebencian di mata keduanya, hanya ada tatapan penuh ketulusan.

"Makasih ya, bang. Semoga keluarga abang dan mbak Uwi juga selalu dilindungi oleh Allah," Arumi membalas doa Dipta dengan doa yang tak kalah tulus.

"Iya, Rum. Makasih."

Sejak pertemuan itu, Arumi dan Divo benar-benar merasa lega. Seakan beban berat yang selama ini menimpanya diangkat. Sejak saat itu pula, keduanya semakin tak terpisahkan.

Persiapan pernikahan yang sangat melelahkan kadang menyebabkan perselisihan di antara keduanya. Jarak yang membentang antara Arumi dan Divo pun menjadi faktor pendukung pertengkaran. Arumi kadang merasa lelah, karena harus mempersiapkan segalanya sendirian tanpa Divo. Beruntung ibu dan bunda sangat membantu Arumi dalam mempersiapkan segalanya, ditambah sedikit bantuan Mustika dan kak Windi yang walaupun baru saja melahirkan, tetapi masih sempat membantu.

The OneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang