BAB 34

9.6K 671 7
                                    

Divo terbangun dari tidurnya tepat saat jam menunjukkan pukul 13.26 waktu Helsinki. Rasa lelahnya sedikit hilang, walaupun suhu badannya meninggi. Beruntung semalam Juan membawa beberapa makanan yang instan ia pesan, jadi ia tak perlu lagi ke luar apartemen dengan keadaan seperti ini.

Divo mendudukkan tubuhnya dan merenggangkan otot-ototnya. Kemudian ia lupa jika daya ponselnya belum diisi sejak kemarin. Ia langsung mengambil ponsel di tas kemudian menghubungkannya dengan charger. Ia sangat lupa mengabari Arumi saking asyiknya mengobrol bersama Vilhelm dan Juan. Setelah itu ia meninggalkan ponselnya kemudian bergegas ke kamar mandi, mencuci muka, sikat gigi dan mengambil wudhu lalu shalat.

Saat ponselnya sudah menyala, Divo langsung menyambungkannya dengan jaringan wifi di apartemen. Dan dalam hitungan detik, ponselnya berbunyi tanpa henti menandakan pesan-pesan dan pemberitahuan dari berbagai aplikasi. Divo menepuk dahinya, bagaimana bisa ia lupa saat seseorang sedang menantikan kabarnya?

Divo mengecek satu persatu pesan yang diterimanya, 70% dari pesan tersebut berasal dari Arumi. Hati Divo sedikit menghangat dan senyum tercetak di wajah bantalnya.

Arumi R.A: Div udah nyampe?
Diterima pada 17.37 waktu Finlandia atau 22.37 waktu Indonesia.

Pengaturan jam di ponsel Divo memang otomatis, jadi sudah menyesuaikan dengan keadaan sekitar tanpa harus diubah.

Arumi R.A: Div kalo udah nyampe kabarin ya.
Diterima pada 18.03

Arumi R.A: kamu udah nyampe?
Diterima pada 18.56

Panggilan tak terjawab dari Arumi R.A 19.43

Panggilan tak terjawab dari Arumi R.A 20.15

Arumi R.A: Div kamu baik-baik aja kan?
Diterima pada 20.16

Beberapa panggilan tak terjawab dan pesan-pesan serupa lainnya hanya Divo baca. Pesan terakhir Arumi diterima pukul 13.23, artinya 3 menit lalu.

Divo langsung menghubungi Arumi dan langsung diangkat pada dering pertama.

"DIVOOOOO!" Arumi memanggil Divo dengan perasaan lega, kesal dan bahagia.

"Assalamualaikum, Umi," sapa Divo.

"Hiks...hiks..." Terdengar suara isakan, "Waalaikumsalam, hiks.. hiks..."

Divo mengerutkan keningnya, "Loh kenapa nangis?"

"Kamu jahat banget. Aku nunggu kabar kamu seharian tau gak! Aku khawatir sama kamu, kalo kenapa-kenapa gimana?"

Senyum Divo kembali mengembang, "Maaf sayang, kemarin aku capek banget dan ngedrop. Trus ada temen aku kesini, jadi aku ngobrol sama dia," jawab Divo apa adanya.

"Cewek atau cowok temennya?" Tanya Arumi dengan nada posesif.

Divo tertawa, "Hahaha, uluh uluuuh ada yang cemburu niiiih," goda Divo.

Isakan Arumi kembali terdengar, "Baru sehari, langsung aja main selingkuh, hiks.. hiks..."

Divo gelagapan, ia tak menyangka jika Arumi menganggap serius ucapannya, "Aduh sayang, maaf. Temenku cowok kok, namanya Vilhelm. Trus 3 jam kemudian, temenku yang lain dateng, namanya Juan. Sekalian bawain pesenan makanan aku karena aku lagi gak kuat buat belanja."

"Kamu sakit?" Arumi terkejut.

"Cuma meriang kok, suhu tubuhnya lagi nyesuain sama suhu disini. Disini dingin banget, -14°C hari ini."

Arumi kembali terisak, "Divoooo, kamu gak apa-apa kan? Suruh temen kamu ke apartemen dan nemenin kamu, huhuhu."

Divo semakin serba salah, mengapa sensitif sekali Arumi hari ini, "Aku baik-baik aja, suer deh, beneran. Ini aja bentar lagi aku mau nyiapin sarapan sekaligus makan siang, tinggal masukin microwave, jadi deh."

The OneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang