BAB 33

8.7K 622 13
                                    

Media: Apartemen Divo.
Pics from https://tranio.com/finland/adt/1648601/

***

Divo mengeratkan jaketnya saat pertama kali ia menginjakkan kaki di bandara Helsinki-Vantaa. Ia tak menyangka bahwa sekarang ia kembali berada di ibukota Finlandia, yaitu Helsinki. Kota yang berada di bagian selatan Finlandia, lebih tepatnya di tepi teluk Finlandia dan laut Baltik ini merupakan kota metropolitan Nordik terbesar keempat setelah Copenhagen, Stockholm dan Oslo. Suhu udara yang mencapai -13°C adalah hal wajar di setiap musim dingin, tetapi walaupun demikian, Divo masih belum terbiasa dengan perubahan suhu ekstrim ini. Apalagi semenjak kepulangannya ke Indonesia, yang notabene berada di bagian selatan bumi. Sedangkan Finlandia berada di bagian utara bumi, bersama negara-negara Skandinavia lain dan juga Rusia.

Jam menunjukkan pukul 17.50 waktu setempat saat Divo keluar dari bandara, itu artinya pukul 22.50 waktu Indonesia barat. Divo belum berniat untuk menghubungi Arumi, karena selain ia ingin segera sampai ke apartemennya, daya ponselnya juga kosong. Demi Tuhan, badannya sekarang terasa sangat beku. Jaket tebal, beanie dan sepatu boot yang telah ia siapkan sama sekali tidak membantunya, dan ia jamin, esok ia akan tumbang. Itulah sebabnya Divo memilih kembali ke Helsinki seminggu sebelum liburan usai. Karena ia mempersiapkan resiko terburuk yang akan ia alami sewaktu tiba di Helsinki, yaitu sakit.

Sebenarnya setelah 4 tahun tinggal di Finlandia dan berkelana ke beberapa negara Eropa, Divo sudah terbiasa dengan suhu dingin yang menusuk kulit. Tapi setelah hampir 1 bulan tinggal di Indonesia dan suhu tubuhnya menyesuaikan kondisi cuaca di negara tersebut, kekebalan tubuh Divo mendadak payah saat ia kembali ke Finlandia.

Beruntunglah, tanpa menunggu lama, ia berhasil mendapatkan taksi dan langsung bergegas ke apartemennya.

Perjalanan yang biasanya hanya membutuhkan waktu kurang dari 30 menit, kali ini membutuhkan waktu hampir 1 jam. Salju yang turun membuat jalan menjadi licin dan perlu kehati-hatian ekstra dalam berkendara. Divo tinggal di sebuah apartemen 6 lantai di daerah Aurinkolachti. Dengan kerja keras dan banting tulang selama kuliah, Divo akhirnya dapat memberi sebuah apartemen bergaya Skandinavia yang terdiri dari 1 kamar tidur, 1 ruang keluarga yang terhubung dengan dapur, 1 kamar mandi, 1 ruang sauna dan balkon yang menghadap ke tepian jalan dengan pemandangan gedung-gedung di sekitarnya. Demi apapun, apartemen seharga 250.000 Euro atau setara dengan 3,75 milyar ini adalah bukti perjuangannya untuk Arumi. Walaupun apartemen ini tergolong murah dan sederhana, tapi Divo merasa puas karena minimal, ia tidak terlunta-lunta di jalan.

Setibanya di apartemen, Divo langsung menghidupkan penghangat ruangan kemudian merebahkan tubuhnya yang mulai bereaksi dengan perubahan suhu ekstrim. Beruntunglah ia memiliki sebuah ruang sauna, jadi setelah tubuhnya sedikit lebih baik, ia akan bersantai di ruang tersebut. Di Finlandia, banyak sekali apartemen atau rumah yang mempunyai sauna, mungkin karena suhu yang selalu dingin dan membuat orang-orang jarang berkeringat.

Jam menunjukkan pukul 7 malam saat ia selesai mandi dan berpakaian, kemudiaan ia mendengar bel apartemennya berbunyi. Divo sudah dapat menebak siapa yang akan datang, lalu ia pun langsung membuka pintunya.

"Hi, dude! You look so fine, man!" sapa seorang pria berperawakan tinggi dan kekar. Pria itu langsung memberikan bro-hug dan Divo membalasnya.

"Come in! I'm starving to death but my fridge is totally empty," Divo mempersilahkan temannya itu masuk.

Pria itu langsung mendudukkan tubuhnya di sofa dan meletakkan barang yang ia bawa, "2 large pizzas for 'welcome home' party," katanya ceria.

Divo tersenyum senang melihat bungkusan pizza tersebut, temannya itu memang tahu apa yang ia inginkan. Divo memang sudah memberitahukan perihal kedatangannya ke temannya itu. Pria itu bernama Vilhelm, sahabatnya sejak pertama kali masuk ke Sibelius Academy. Pria bertinggi badan 186cm dengan otot yang sangat tercetak jelas itu merupakan seorang penggila gym, hiking dan Pizza. Wajahnya tampan, sangat mirip dengan Channing Tatum juga rambutnya yang berwarna dirty blond membuat penampilannya semakin menarik. Karena saat ini winter, warna rambut pria tersebut sedikit menggelap. Selain itu kepiawaiannya dalam bermain musik sudah tidak diragukan lagi, trio Divo, Vilhelm dan Juan selalu membuat siapa saja yang mendengar kagum dan khusus pagi para wanita, menjerit dan minta agar pakaian dalamnya dirobek.

Divo menyerahkan sebotol bir ke arah Vilhelm, sedangkan ia hanya meminum teh manis panas. Memang perpaduan yang tidak cocok, tapi Divo tidak mengkonsumsi minuman beralkohol.

"How's Indonesia? Still hot?" tanya Vilhelm yang kini membuka dus Pizza.

"Compared to Finland? Yes," jawab Divo santai. Ia langsung mengambil sepotong pizza dan mengunyahnya dengan lahap.

"Wanna go there again, Indonesia is so fcking beautiful and exotic, and so are the Indonesian girls. But, man. I was burnt like crazy!" Keluh Vilhelm. Ia memang pernah ke Indonesia, saat liburan semester 4, tetapi Divo tidak ikut pulang karena alasan Arumi. Jadilah Vilhelm mengajak beberapa teman kampusnya dan kulit mereka terbakar saking asyiknya berenang di pantai di Bali seharian. "By the way, how's your girl? Are you succeed?" Ia menanyakan tentang Arumi dan keberhasilan rencana Divo. Vilhelm dan Juan memang tahu semua tentang Arumi dan Divo, Divo menceritakan kisahnya pada mereka karena kedua pria itu keheranan saat Divo menolak seorang teman sekelasnya, yaitu gadis Prancis yang sangat cantik dan sexy bernama Adorlee.

"She said yes," Divo menjawab singkat. Ia sudah dapat menebak ekspresi dan tindakan Vilhelm selanjutnya.

"FVVVVVCK! FINALLY MAN! OH SHIT, I'M SO HAPPY FOR YOU!" Vilhelm sangat histeris, ia meletakkan kedua tangannya di bahu Divo dan mengguncangnya sangat keras, setelah itu mereka ber-high-five. "When will be the wedding?"

"Around this December or next January," Divo memang belum tahu kapan pernikahannya digelar.

"Fck. I'm gonna call Juan the Hispanic guy! Tonight is a party night!" seru Vilhelm dan Divo menyetujuinya. 

Semalaman itu, Divo, Vilhelm dan Juan berpesta merayakan keberhasilan Divo mendapatkan Arumi. Kedua teman Divo tersebut sangat bahagia karena akhirnya Divo mendapatkan hati Arumi, mereka benar-benar tahu bagaimana merananya Divo di awal perkuliahan karena meninggalkan Arumi di Indonesia tanpa penjelasan dan selamat tinggal.

Pukul 3 pagi, Vilhelm dan Juan pamit pulang dan meninggalkan Divo sendirian. Setelah membereskan kekacauan di apartemennya, lelaki itu mencuci wajah dan menyikat gigi lalu bergegas tidur.

Malam itu, Divo lupa jika ada seseorang yang sedang khawatir setengah mati menunggu kabarnya.

***

Arumi kembali mengecek ponselnya untuk keseribu kali sepanjang hari ini. Seharusnya, Divo tiba sebelum pukul 11 malam tadi, tetapi Divo belum juga memberinya kabar padahal jam sudah menunjukkan pukul 2 malam waktu Arumi dan 9 malam waktu Divo. Kekhawatirannya bertambah, apalagi pesan-pesan yang dikirimnya melalui WhatsApp tidak terkirim, hanya centang satu. Selain itu sudah jelas jika ia tidak bisa menelpon nomor Indonesia Divo.

Arumi semakin gundah, takut jika sesuatu yang buruk terjadi pada Divo. Sampai jam menunjukkan pukul 5 subuh dan Arumi selesai shalat pun, tidak ada sama sekali balasan dari Divo. Ia sebenarnya mengantuk, tetapi rasa kantuknya hilang digantikan rasa cemas yang semakin bertambah. Hingga jam menunjukkan pukul 12.30 siang, Arumi tak tahan lagi. Ia tertidur setelah shalat dzuhur.

'Divo, semoga kamu baik-baik aja,' doa Arumi sebelum ia benar-benar terlelap.

***

13 Desember 2017

Salah satu cobaan LDR, perbedaan waktu yang jauh itu bener-bener bikin stress (curhat) wkwkkw.

Btw sama kayak Sebastian dan Rick di cerita Liebe, Chiara,  tokoh Vilhelm juga ada di dunia nyata loh, dia adalah temenku dan namanya pun Vilhelm. Jangan minta disalamin ya, karena ntar dia tau kalo dia aku jadiin salah satu tokoh di buku aku. Tengsin cuy haha.

The OneKde žijí příběhy. Začni objevovat