BAB 1

39.7K 2K 29
                                    

"Umiiiii," Teriak seseorang di ujung lorong fakultas. Arumi sedang duduk di selasar lorong itu, sambil mendengarkan musik pop yang sedang nge-in dan membaca novel Sidney Sheldon yang baru ia pinjam dari Hera. Tanpa menoleh pun ia tau siapa yang memanggilnya, karena itu ia tetap memilih untuk melanjutkan kegiatan dan mengabaikan teriakan ghaib itu.

"Umiiiiiiii," Suara itu makin mendekat dan bulu kuduknya semakin meremang.

"Laa hawla wa laa quwwata illaa billaaaaah, ya Allah jauhkan Rumi dari gangguan setan dan iblis," Arumi berdoa dengan nada yang dilebih-lebihkan.

Orang yang memanggil tadi mendorong kepala Arumi keras hingga ia sedikit terhuyung. Tangan kanan orang itu sedang memegang 2 gelas plastik kecil yang berisi kopi. Seperti biasanya, setiap hari rabu pukul 10, ia akan membawakan Arumi kopi karena ia tau, pelajaran yang akan gadis itu lalui sangat membosankan dan selalu membuatnya mengantuk.

"Umiiii, jangan gitu sama Abi! Salim sini, cium tangan!" Cowok menyebalkan itu memberinya secangkir kopi lalu mengulurkan tangannya dan langsung Arumi tepis.

"Umi, Abi dapet promo nih, lumayan kan dapet potongan harga buat nonton. Buy one ticket get one free gitu," Jelasnya riang.

"Ih Divo ga modal banget sih, nonton aja pake promo," Ujar Arumi sebal. Divo sebenarnya tidak pelit, malah sangat royal. Tetapi kehadirannya membuatnya jengah. Ia juga selalu menghalangi Arumi untuk mendekati Bang Dipta, seniornya yang wan-wan-an.

"Katanya umi pengen jalan-jalan ntar abis UAS, makanya abi kumpulin uang siapa tau bisa bantu umi beliin tiket," Katanya lagi.

Sudah dibilang kan kalau dia tidak pelit dan loyal?

Walaupun dia tidak pelit tapi Arumi bersumpah, jika ia sangat mual mendengarnya menyebutkan kata umi dan abi. Ini gara-gara senior menyebalkan saat ospek dulu. Sampai sekarang, gelar umi melekat dalam diri Arumi. Bahkan ia dan Divo mendapat gelar umi dan abinya fakultas, sial sekali kan nasib Arumi?

Saat ospek, Arumi dan Divo yang ada di kelompok yang sama terlibat adu mulut. Divo tak sengaja menginjak buku harian Arumi selama ospek dan buku tersebut kotor. Padahal, panitia sudah mewanti-wanti agar buku itu harus bersih dan tanpa coretan saat dikumpulkan.

"Ih, itu kaki bau lo coba jauhin dari buku gue!" Ujar Arumi panik saat melihat Divo menginjak bukunya. Waktu itu, pria itu akan izin ke toilet.

"Maaf, ga sengaja," Ucapnya tanpa salah dan dosa.

"GA SENGAJA LO BILANG? MATA LO MINTA DICABEIN YA?" Teriak Arumi kencang.

Gadis itu lupa, saat itu mereka sedang ada di sebuah aula mendengarkan pengalaman seorang mahasiswa berprestasi yang mengikuti program pertukaran pelajar di Universitas Essex di Inggris. Tetapi terlanjur sudah, semua orang sudah melihat ke arah mereka. Arumi sangat malu, tapi mau diapakan lagi? Sudah terlanjur. Untuk pertama kalinya dalam hidupnya, Arumi menyesal punya mulut yang tidak bisa dikontrol.

"Umm, kamu bilang mata saya minta dicabein?" Kata seseorang yang sedang menceritakan pengalamannya di depan para mahasiswa baru.

Arumi yang duduk di barisan belakang pun merasa kikuk, dan mahasiswa lain sontak menolehkan wajahnya ke arahnya juga Divo yang sekarang duduk di sampingku.

"Kamu, dan teman cowokmu, sini maju," Pinta pria tadi.

Arumi yang tidak bisa berbuat apa-apa pun hanya pasrah, ia dan Divo maju dan menghampiri si orang tadi. Di sampingnya, ada beberapa senior sok galak yang sudah menghadiahi mereka tatapan bersahabat.

The OneWhere stories live. Discover now