BAB 29

8.3K 701 16
                                    


Keesokan harinya, Divo sudah berada di rumah Arumi pukul 8 pagi. Semalam Divo meminta agar Arumi memasakkan sarapan untuknya, karena besok adalah hari terakhirnya sebelum ia kembali ke Finlandia.

Tok..tok..tok..

Divo mengetuk pintu rumah Arumi, tak lama kemudian pintu tersebut dibuka oleh ayah Arumi.

"Assalamualaikum, yah," Divo langsung meraih tangan ayah Arumi dan menciumnya.

"Waalaikumsalam, Div. Langsung masuk aja, Arumi lagi di dapur."

"Oke, Divo ke belakang ya, yah," pamit Divo.

"Sok," ayah mempersilahkan Divo untuk menghampiri Arumi, tetapi sebelumnya, Divo menghampiri ibu Arumi saat ia melihat wanita itu sedang mengeluarkan pakaian dari mesin cuci.

"Assalamualaikum, mami," Divo mencium tangan ibu.

"Waalaikumsalam, son," jawab wanita itu, balas mencandai Divo.

"Deeuh, pagi-pagi udah dipanggil son, jadi gak sabar," Divo menggoda ibu Arumi dan dibalas teriakan dari arah dapur.

"SONTOLOYO ENTE!" Arumi mendengar perbincangan Divo dan ibunya karena letak mesin cuci tak terlalu jauh dari dapur, kedua orang itu malah tertawa mendengar reaksi Arumi.

"Hush, Rum. Gitu-gitu dia calon suami kamu," ibu memperingatkan Arumi.

"Ya Allah, gitu-gitu gimana sih Mi? Emang aku jelek banget apa?" Divo berlagak merajuk dan ibu termakan ucapan Divo.

"Duuh, bukan gitu, Div. Maksud ibu kamu tuh pinter, baik, penyayang, perhatian, ganteng, soleh, ngegemesin, imut, pokoknya paket lengkep deh," puji ibu Arumi, sedikit dilebih-lebihkan.

Divo yang dipuji calon mertua pun langsung berbinar-binar, "Aduh pengen meluk mami deh, tapi takut digeplak sama yang di belakang mami," ujar Divo sambil menggerak-gerakkan bola matanya, mengarahkan ibu agar melihat ke belakang.

Tepat dibelakang ibu, ayah berdiri dengan kedua tangan yang diletakkan di pinggang, "Bu, kalo muji tuh biasa aja. Coba inget-inget lagi kapan ayah dipuji sama ibu?" ayah sedikit cemberut.

Ibu mengangkat kedua pundaknya, "Gak tau, gak inget," katanya tanpa dosa.

"Menyenangkan hati suami itu ibadah loh, bu," ayah memperingatkan.

"Dih laganya kayak gak pernah dikasih kesenangan aja, jatah ayah kan masih rutin ibu kasih, sering minta nambah malah," ibu tak mau kalah.

Arumi yang mendengar perbincangan kedua orang tuanya pun menyahut, di sisi lain Divo tampak sudah tak kuat menahan tawanya, "Ya Allah, kalian tuh kalo ngomongin masalah ranjang gak usah di depan yang belum nikah juga kaliiii."

Tawa Divo meledak, terutama saat melihat wajah Arumi yang menahan malu akibat ulah kedua orang tuanya.

"Diiih pikiran anak gadis yang gak pernah dibelai mah gitu, orang lagi ngomongin jatah bekel makanan ayah juga yang biasa dibawa ke kantor," ibu berbicara dengan nada sewot. Tawa ayah dan Divo sudah saling bersahutan, disusul ibu. Sedangkan Arumi semakin malu dan menyembunyikan wajahnya di balik kedua telapak tangannya.

"Udah sini pada makan, udah siap nih," ajak Arumi dan ketiga orang tersebut pun menghampiri meja makan, duduk dengan manis di kursi masing-masing.

Kedua pasangan beda generasi itu terlihat saling berlomba menunjukkan kemesraannya, Arumi yang awalnya menolak pun pasrah saja saat Divo meminta ini itu, termasuk mengelap bibirnya yang belepotan, lebih tepatnya sengaja dia lumuri bumbu semur kecap. Arumi memaklumi sikap Divo, karena besok mereka sudah harus kembali berpisah selama beberapa waktu yang tidak bisa ia perkirakan.

The OneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang