BAB 16

8.3K 720 28
                                    

Sore hari, Arumi tiba di bandara Soekarno-Hatta. Sejujurnya ia merasa sangat lelah dan benar-benar ingin beristirahat, tetapi rasa penasaran atas perkataan-perkataan Dipta membuat Arumi mengesampingkan rasa capeknya. Tidak sulit bagi Arumi untuk menemukan pujaannya itu. Seperti janjinya, Dipta sudah menunggu di depan pintu kedatangan dengan penampilan yang terlihat kacau. Berbeda jauh dengan penampilannya sehari-hari.

"Dipta..."

Dipta langsung menarik tangan Arumi, "Ayok, Rum. Buruan!" katanya tidak sabar.

"Mau kemana, Dip?" tanya Arumi bingung.

"Aku mohon bantu aku, Rum. Aku mohon," Dipta sedikit memaksa..

"Aku ga ngerti, Dip. Ini kenapa? Ada apa?" Arumi semakin merasa bingung.

"Pokoknya, kita kesana sekarang juga. Apapun yang akan kamu lihat dan dengar, aku mohon jangan buat kamu mengurungkan niat kamu untuk bantu aku."

"Dipta, kenapa kamu selalu aneh? Oh kamu mau ngasih kejutan ulang tahun ya? Hahah ketebak! Wleeee," ejek Arumi.

Tidak ada respon apapun dari Dipta dan Arumi merasa kesal. Ia heran kenapa selama berpacaran, kekasihnya itu sama sekali tidak bersikap pacarawi, walaupun dia masih sedikit manusiawi.

Arumi mencoba membuang pikiran negatifnya, berusaha tenang dan tidak terpancing emosi. Ia sangat kelelahan dan ingin segera istirahat. Mungkin dengan ia menurut kepada Dipta, masalahnya akan segela selesai dan dia dapat segera pulang, lalu beristirahat sampai puas.

***

Dipta membelokkan mobilnya ke salah satu bangunan yang membuat Arumi semakin penasaran.

"Dip, mau ngapain ke sini?" tanya Arumi.

"Ketemu dokter, Rum, ayok!"

"Tapi Dip, kenapa aku harus ke rumah sakit dan kenapa aku harus ketemu dokter?" Arumi semakin menuntut penjelasan.

"Kita jelasin semuanya disana, oke?"

"Aku mau sekarang Dip, aku gak mau turun kalo aku belum tau alesannya!" Emosi Arumu mulai terpancing.

"Rum, bisa gak kita gak usah berantem sekarang? Ada dua orang yang sedang butuh pertolongan kamu, Rum!" Dipta balas membentak.

"Dip, kamu kira aku gak punya hati? Kamu selama ini memperlakukan aku seenaknya dan sekarang kamu mau minta aku nolongin 2 orang yang bahkan gak aku kenal? Kamu serius?" Arumi semakin emosi, "Kamu kira aku cewek bodoh yang mau aja nyerahin semuanya buat kamu?" sambungnya.

Dipta menggeram frustasi, akan tetapi ia tak bisa terus membuang waktunya untuk bertengkar dengan Arumi, oleh sebab itu ia memilih untuk mengalah, "Rum, aku mohon banget. Aku gak tau lagi harus minta tolong kemana, aku gak tau lagi harus ngelakuin apa sekarang. Aku mohon, Rum. Aku mohon, selametin mereka. Mereka berharga banget buat aku, Rum," kata Dipta sambil membenamkan wajahnya di stir mobil, suaranya bergetar dan satu isakannya lolos. Demi apapun, Arumi tidak tega melihat kekasihnya menangis dan sangat rapuh.

"Dipta..." Arumi mengelus pundak kiri Dipta, "Siapa mereka, Dip? Apa yang aku bisa lakuin buat mereka? Aku akan bantu, tapi kamu jangan gini ya. Aku gak mau liat kamu sedih gini."

Dipta menegakkan tubuhnya, menatap Arumi kaget bercampur senang, "Serius, Rum?"

Arumi hanya mengangguk.

"Makasih banyak, Rum," Dipta menghapus sisa air matanya.

"Iya, tapi, siapa mereka Dip?" Arumi kembali mengungkit pertanyaan yang tadi tidak dijawab oleh Dipta.

The OneWhere stories live. Discover now