Chapter Twenty -Laugh-

47.8K 3.8K 126
                                    

^-^×^-^

"Jangan!" Michaela berteriak nyaring ketika melihat seorang penyihir bertudung mengayunkan tongkatnya ke arah seorang lelaki tua bermata biru.

Sayang seribu kali sayang, larangan Michel tetap tidak berhasil menggagalkan lepasnya mantra tersebut.

BRUK!

Lelaki dengan manik biru itu sontak terjatuh keras menghantam tanah. Sementara lawannya, Sang Penyihir Bertudung malah membuka mulut persis seperti orang yang tertawa. Bahunya bahkan ikut berguncang hebat.

Michaela begitu heran menyaksikan peristiwa tersebut. Gadis itu bingung mengapa ia tidak bisa mendengar apapun sejak tadi. Suasana begitu senyap seolah dalam mode silent. Padahal Sang Penyihir Bertudung jelas-jelas tampak tertawa keras.

"Sebenarnya di mana aku sekarang?" gumam Michel penasaran.

Iris cokelat Sang Gadis perlahan berputar menatap sekeliling. Kemudian ia lekas menyadari bila tempat tersebut tidak asing. Michel pernah berada di sini sebelumnya.

"Bukankah ini tempat peperangan para makhluk fantasi di mimpi kemarin?"

Meski tidak ada yang dapat menjawab, Michel tetap yakin bila ini merupakan tempat yang sama. Lalu perhatian Michel pun kembali pada dua sosok lelaki yang saling menyerang di depannya. Sekilas gadis itu bisa melihat bibir Sang Penyihir Bertudung bergerak-gerak, persis seperti sedang berbicara.

"Apa yang mereka bicarakan?" gumam Michel ingin tahu.

Selain tidak dapat mendengar apapun, pencahayaan di sana juga hanya mengandalkan api dari obor sehingga keadaan cukup temaram. Michaela tidak dapat melihat ekspresi yang tergurat di wajah Sang Penyihir Bertudung. Namun gadis itu bisa mengamati ekspresi lelaki yang satunya dengan baik. Sosok lelaki bermanik biru yang tidak banyak berbicara dan lebih sering menatap Sang Lawan dengan binar mata yang aneh. Bukan permusuhan, melainkan rasa rindu.

"Kau akan mati!"

Mendadak sebuah seruan terdengar dari Si Penyihir Bertudung.

Michaela sendiri belum berhasil mengatasi keterkejutannya karena mendengar teriakan itu. Akan tetapi ia sudah dibuat lebih tercengang ketika tongkat Sang Penyihir berpendar menyala dan serangan-serangan lepas dari sana.

TRASH! TRASH! TRASH!

Percikan-percikan yang terjadi karena benturan mantra tersebut sukses menciptakan suasana seperti letusan kembang api. Penuh warna tetapi juga mengerikan.

Berkali-kali tongkat sakti Si Penyihir mengeluarkan kilatan cahaya yang tertuju untuk Si Lelaki Bermanik Biru. Namun lelaki itu bergerak sigap untuk menepis serangan dengan tongkat sakti miliknya sendiri.

"Sebentar? Bukankah mereka sama-sama penyihir? Lalu mengapa bertengkar?" tanya Michel tidak mengerti. "Jika ini tempat yang sama seperti yang sebelumnya, bukankah yang terjadi adalah pertempuran antara wizard dan kedua bangsa lainnya?"

"Lagipula aneh sekali," gumamnya lagi. "Mengapa lelaki bermata biru itu tidak membalas dan hanya menghindar dari serangan?"

Lalu—,

BOOM!

Kali ini sebuah mantra berkekuatan penuh gagal dihindari oleh lelaki tersebut.

"ARGGGGHHH!!!"

Serangan itu berakibat cukup fatal. Tumpuan kaki Si Lelaki Bermata Biru mulai goyah dan tubuhnya ikut terhuyung. Erangan menyakitkan dari mulutnya menjadi suara kedua yang dapat Michel dengar di tempat tersebut.

My Cold Vampire (END)Where stories live. Discover now