TIGA PULUH EMPAT

231K 16.2K 402
                                    

Setiap embusan napas dan setiap detiknya waktu, hatiku selalu memanggil namamu

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Setiap embusan napas dan setiap detiknya waktu, hatiku selalu memanggil namamu.

***

Sandra memang benar-benar sakit. Matanya yang beriris hijau tampak sayu, hidungnya memerah, lalu wajahnya lebih pucat dari biasanya.

Kejadian yang dialami Sandra kemarin menyadarkannya. Tidak ada perubahan yang berarti selama rentang waktu yang lama pada dirinya. Tidak ada hasil dari berkonsultasi dengan psikiater, tidak ada hasil dari beralih ke sekolah formal, tidak ada hasil dari Sandra yang sudah berusaha keras melawan ketakutannya.

Semua ini percuma.

Ia tetap Sandra yang terjebak dalam ragu, rindu kelabu, harapan semu dan ketakutan abadi yang membelenggu.

Sandra tidak akan bisa hidup seperti yang lainnya. Yang bisa berinteraksi dengan bebas, tertawa tanpa khawatir, atau pun sekadar membalas tatapan orang lain dengan ramah.

Sandra benar-benar tidak bisa.

Mungkin, Sandra akan selamanya seperti ini. Sendiri....

Tiba-tiba satu nama terlintas di benaknya.

Edgar.

Lalu, Hans, ayahnya.

Nyatanya, Sandra tidak benar-benar sendiri. Ada mereka. Mereka yang menaruh perhatian padanya, mereka yang selalu siap melindunginya.

Lalu, jika diperhatikan dan Sandra menurunkan sedikit level tentang orang di sekitar dari sebelumnya, mungkin ada Mina.

Hanya ia dan imajinasi bodohnya yang beranggapan bahwa ia tidak memiliki siapa-siapa, hanya pikiran dangkalnya saja, hanya egonya yang berpikir demikian.

Kadang, kita memang terlalu mendramatisir keadaan, sering berburuk sangka, merasa diri yang paling rendah. Padahal jika kita memikirkan lebih jauh, ada banyak hal yang membuat kehidupan kita lebih berharga.

Sandra merasa berlebihan.

Dinaikannya selimut hingga ke batas dagu, lalu mendesah perlahan, seakan berusaha melepaskan semua bebannya.

Dalam posisi itu, Sandra sedikit bergeser hingga matanya dapat melihat potret yang berada di atas nakas. Di sana ada dirinya, lalu kedua orang tuanya.

Saat itu Sandra belum mengalami kejadian yang menyebabkan dirinya mengidap haphephobia, masih tanpa rasa takut disentuh. Ia duduk di pangkuan ibunya dan tersenyum lebar.

Kemudian ada ibunya yang masih terlihat sehat. Saat itu, dia belum mengetahui soal penyakit yang akhirnya merenggut nyawanya tanpa ampun.

Sandra ingat, setelah kejadian paling mengerikan dalam hidupnya terjadi, ibunya divonis mengidap kanker yang sayangnya sudah masuk ke dalam tahap yang sulit disembuhkan.

Cold Couple (SUDAH TERBIT)Where stories live. Discover now