ENAM

279K 24.7K 2.3K
                                    

Sandra memakai lip tint pada bibirnya yang mungil dengan hati-hati, hanya menempelkan sedikit mungkin hanya tiga sampai lima titik lalu meratakannya dengan jari. Entah dorongan dari mana ia memakai benda semacam itu, karena setiap harinya Sandra hanya memakai bedak bayi saja. Tetapi kini ia memakai lip tint yang tidak mencolok warnanya.

Hari itu adalah hari kedua baginya untuk belajar di sekolah formal, dan anehnya Sandra sedikit merasa antusias. Mungkin karena sudah mendapatkan teman baru yaitu Mina dan proses pembelajaran yang tidak begitu membosankan karena pengajar akan berganti seiring bergantinya jam pelajaran.

Atau mungkin ada hal lain? Entahlah. Sandra juga tidak tahu pasti.

Setelah selesai Sandra keluar dari kamarnya sembari bersenandung kecil, tetapi ketika sedang menapaki tangga untuk turun ke lantai bawah langkahnya terhenti akibat percakapan antara seseorang yang Sandra yakin adalah ayahnya dan seorang laki-laki​ yang bersuara rendah.

"Nama kamu siapa? Temannya Sandra?"

"Edgar, iya Om." Sandra mencengkram pegangan kayu di tangga dan matanya membulat kaget. Tunggu, apa ia tidak salah dengar? Edgar? Edgar datang ke rumahnya?

"Saya senang kalau Sandra sudah punya teman di sekolah barunya. Teman sekelas ya?" Edgar mengangguk kecil. "Ya."

Sandra bingung apakah ia harus meneruskan langkahnya atau kembali ke kamar dan mengurung diri sampai siang, ia masih tidak mengerti mengapa Edgar sampai datang pagi-pagi ke rumahnya.

"Sandranya ada di atas, masih di kamar. Saya panggilkan ya?"

"Iya Om."

Sandra memilih turun, dengan setengah menunduk ia pergi ke dapur, berharap tidak dilihat ayahnya dan Edgar yang ada di ruang tengah.

Tetapi tentu saja niatnya itu tidak berhasil.

"Sandra, di sini ada teman kamu."

Sandra mendongak dan melirik Edgar yang kini terlihat sedang menahan senyumannya. "Ah, i-iya Yah."

Ayah Sandra kembali menatap Edgar. "Kamu mau sarapan di sini?"

"Nggak perlu Om."

"Dia belum sarapan, nggak papa nunggu?"

Edgar menggeleng. "Nggak papa Om."

"Ya sudah." Ayah Sandra menepuk lutut Edgar dua kali dan menyusul Sandra yang masih bergerak dengan kikuk di dapur. Cewek itu sedang mengoleskan selai di atas rotinya dengan pandangan tidak fokus, sehingga beberapa kali si selai itu justru mengenai tangannya.

"Sandra, Ayah senang kalau kamu sudah mendapatkan teman di sekolah. Padahal baru satu hari loh, untuk kamu itu sebuah kemajuan besar. Teman kamu sudah berapa? Satu kelas? Satu angkatan?"

Sandra melirik Edgar yang juga menatapnya. Ia meringis, karena tatapan Edgar sekaligus ucapan ayahnya yang seperti biasanya yaitu selalu berlebihan.

"Belum sebanyak itu yah."

"Semoga saja, Ayah berbicara begitu karena itu harapan juga. Kata orang, ucapan adalah doa."

"I-iya, semoga."

Sandra mengunyahnya rotinya lambat-lambat. Setelah memikirkannya sejak tadi ia menduga bahwa Edgar datang untuk menjemputnya, dengan tujuan berangkat bersama ke sekolah.

Yang Sandra tidak mengerti adalah ia tidak pernah meminta hal itu, interaksi mereka kemarin juga rasanya seperlunya saja. Tidak ada hal yang menyinggung bahwa Edgar akan datang kembali. Apalagi sampai mengobrol dengan ayahnya, Sandra sampai bergidik dibuatnya.

Cold Couple (SUDAH TERBIT)Where stories live. Discover now