DUA PULUH TUJUH

190K 17.8K 578
                                    

"Sandra? Nak Sandra?"

Tika begitu bingung mengapa Sandra pingsan dengan posisi tidur menyamping di sofa ruang tengahnya, apa ia sudah melakukan kesalahan yang begitu besar hingga membuatnya tumbang seperti ini?

Atau jangan-jangan Sandra itu sedang sakit dan merasa lemas hingga akhirnya tak tahan kemudian tak sadarkan diri?

"Aduh ini gimana? Nak Sandra?" Tika menepuk-nepuk pipi cewek itu, tetapi sayangnya tidak mendapatkan respon apapun.

Oleh karenanya, Tika bangkit dan bergegas menuju kamar Edgar. Ketika ia membuka pintu, anaknya itu telah berganti pakaian dan sedang memungut sebuah burung origami dari lantai.

"Edgar, Sandra pingsan," ucap ibunya dengan kepanikan yang tidak ia sembunyikan.

Bagaimana tidak, baru pertama kali ia bertemu dengan teman Edgar itu, Sandra sudah tumbang.

Tika tidak bisa membayangkan jika misalnya Sandra menikah dan berbicara dengan calon mertuanya, mungkin dia sudah bersikap seolah ada Kuntilanak yang meminta untuk dipotong rambutnya. Agar kekinian dan bisa disebut setan jaman now.

Edgar mengernyit, ia mulai menduga-duga apakah ibunya menyentuh Sandra atau tidak. Sepertinya iya. Kalau tidak, nggak mungkin Sandra tiba-tiba pingsan seperti itu.

Di luar dugaan Tika, Edgar melangkah mengikutinya tanpa berkomentar apa-apa. Ia kira Edgar akan marah ataupun khawatir, atau wajah Edgar yang terlalu datar itu tidak bisa ditebak Tika?

Kadang-kadang Tika bingung mengapa Edgar bersikap seperti ini, dirinya maupun mendiang ayah Edgar selalu bersikap hangat. Entah darimana datangnya sifat anaknya yang seperti itu.

Tidak mungkin kan kalau datang dari langit atau ternyata Edgar anak tetangga.

Sandra masih pingsan, hal itu membuat Tika semakin panik. "Edgar, Sandra sebenernya kenapa? Kenapa dia tiba-tiba pingsan?"

Edgar memposisikan tubuh Sandra menjadi duduk dan bersandar ke sofa, mata cewek itu masih memejam, dengan air muka yang pucat.

Ia menepuk-nepuk pipi Sandra, sesekali mengusapnya lembut. Tidak tahu harus senang atau tidak, tetapi di saat seperti inilah Edgar bisa menyentuh Sandra dan menunjukkan rasanya lewat bahasa tubuh yang nyata.

Kulit wajah Sandra yang lembut membuat Edgar diam sebentar, manik tajamnya memerhatikan Sandra yang seperti putri tidur.

Koreksi, putri pingsan.

"Edgar, sebenernya Sandra kenapa? Dia sakit?" tanya Tika, masih merasa khawatir.

"Haphephobia," jawab Edgar singkat.

Bukannya mengerti, Tika yang baru pertama kali mendengar istilah itu segera berseru tidak mengerti. "Hephepphobia?"

"Haphephobia," koreksi Edgar.

"Emang itu artinya apa?" lanjut Tika sembari mencari minyak kayu putih dari kotak yang berada di atas meja.

"Fobia disentuh."

Edgar menoleh dengan heran ketika Tika memeluk lengannya cukup keras, alisnya bertaut tanda meminta penjelasan.

"Kamu seharusnya bilang kalo Sandra punya fobia seperti itu, gara-gara Mama nggak tau jadinya begini."

Edgar mengembuskan napas perlahan, mengambil kayu putih yang disodorkan Tika dan mendekatkannya ke lubang hidung Sandra agar cewe itu bisa menghirupnya dengan harapan bisa cepat sadar.

"Kalo Mama tau kan nggak usah genggam tangannya tadi," tambah Tika.

"Edgar! Kamu itu kebiasaan diajak ngobrol nggak pernah ngebales, terus apa gunanya Tuhan kasih mulut ke kamu." Tika berseru jengkel, selain karena ia masih terkejut Sandra tiba-tiba pingsan, sikap diam Edgar menambah kekesalannya itu.

Edgar hanya menggeram ala kadarnya, lalu menjauhkan tangan ketika melihat Sandra mulai menunjukkan tanda-tanda akan sadar kembali.

"Alhamdulillah." Tika mengusap-usap dadanya kala melihat itu.

Sandra melenguh dan memijit pelipisnya ketika rasa sakit mendera kepalanya, baru setelah beberapa saat ia menyadari bahwa dirinya masih berada di rumah Edgar.

Tatapan mata Tika yang seakan ingin menelannya bulat-bulat pun membuat Sandra meringis. Ia malu, sangat.

Mengapa fobianya ini begitu menyiksa? Padahal itu hanya... rasanya tidak tepat jika menggunakan kata hanya, karena yang ia rasakan lebih dari itu.

Sandra bergidik, napasnya memburu, pacu jantungnya juga meningkat. Dan akhirnya, ia merasa lemas dan jatuh pingsan.

"Kamu nggak papa, kan?" tanya Tika, masih menatap Sandra dengan tatapan khawatir.

"A-aku nggak papa. Maaf ya, Tante." Sandra mengangguk meminta maaf, Edgar perlahan menggeleng, diikuti Tika yang ikut melakukan hal serupa.

"Kenapa harus minta maaf? Ini bukan kemauan kamu, kan?"

"I-iya, tapi aku pasti bikin Tante nggak nyaman."

"Nggak, Sandra."

Tika hendak merangkul Sandra untuk menenangkan tetapi segera menarik tangannya kembali.

Hal itu menimbulkan kejadian tak biasa, karena Sandra yang kaget mundur sedikit, namun di belakangnya ada Edgar. Hasilnya ia maju sambil memekik tetapi ada Tika di hadapannya.

Terus saja seperti itu sampai Pluto dianggap menjadi planet kembali.

***

Dengan satu kotak berisi kue-kue kecil di tangannya, Sandra turun dari motor dengan wajah yang kusut. Kejadian di rumah Edgar membuatnya lemas, ditambah rasa malu yang harus ia tanggung ketika melihat Edgar tersenyum.

Bukan senyum yang bisa diartikan dalam konotasi menenangkan, Sandra yakin lebih ke mengejek. Dan menurutnya, itu kurang ajar.

Sehingga hasilnya, Sandra mengerucutkan bibir dan menatap Edgar dengan kesal.

Kali pertama pergi ke rumah Edgar, hasilnya gatot alias gagal total.

Enggan berbicara, Sandra berbalik dan berjalan ke arah rumahnya dengan cepat, meninggalkan Edgar yang hanya bisa tersenyum maklum. Toh memaksa mengajaknya berbicara juga tidak akan membuat mood Sandra membaik.

Ayah Sandra sedang menyeduh teh ketika Sandra masuk dengan langkah gedebak-gedebuk. Ia memerhatikan anaknya itu, sempat heran kenapa dia cemberut.

"Dari mana aja kamu?" Ayah Sandra membuka kotak yang Sandra letakkan di atas meja, ternyata kue-kue kecil yang kelihatannya enak.

"Rumah Edgar," jawab Sandra sembari merebut cangkir berisi teh itu dan meminumnya. Yang membuat si empunya hanya menggeleng-geleng kepala.

"Ada kejadian seru ya?"

Tebakan ayahnya membuat Sandra mengembuskan napas berat, apa itu bisa disebut seru? Mungkin, jika dilihat dari sisi orang lain dan bukan dirinya.

"Nggak tau."

"Kalo misal kamu ngambek sama dia, Edgar maksudnya. Jangan dibiarin perasaan itu nguasai kamu, coba pikirin selain Edgar memangnya ada yang segigih dia buat deketin kamu?"

Nggak, jawab Sandra dalam hati.

Kalau mendekat dengan cara yang sedikit mengganggu, mungkin Sanggi bisa masuk ke dalam hitungan.

"Jadi, kejadian yang tadi kamu alami itu apa?"

Sandra mulai bercerita walaupun sedikit enggan, yang berakhir justru dengan gelak tawa sang ayah.

Sandra mendesah, ternyata semua orang sama saja.

***

Kalo ada temen kamu di wattpad, coba tag mereka yang kemungkinan bakal ngalamin hal yang sama kayak Sandra wkwk

Ok, see you.

Cold Couple (SUDAH TERBIT)Where stories live. Discover now