DUA : Sandra Maharani

361K 26.6K 425
                                    

Sandra menatap kepergian guru home schooling-nya dengan matanya yang sayu, merasa sedih sekaligus marah ketika melihatnya.

Bukan kepergiannya yang membuat Sandra sedih, gurunya itu bahkan sempat mengucapkan beberapa kata perpisahan, tak lupa senyum menenangkan dan sebuah kata penyemangat keluar dari mulutnya.

Alasan mengapa Sandra merasa sedih dan kini duduk di balkon sembari menatap kosong ke depan adalah penyebab mengapa gurunya itu pergi, sebenernya hal itu berkaitan dengannya.

Sandra tidak lagi akan menjalani program home schooling, cara pendidikannya yang sudah ia lakukan sejak SMP. Ayahnya kini berencana menempatkan Sandra ke sekolah formal, di mana anaknya itu akan bisa berinteraksi dengan orang lain layaknya manusia dengan hakikatnya sebagai makhluk sosial.

Tapi justru itu yang membuat Sandra merasa takut hingga tubuhnya seakan menggigil, memikirkannya saja sudah membuat Sandra lemas.

Ia tidak pernah​ berpikir untuk kembali ke sekolah formal, selalu diam di rumah membuatnya terlalu nyaman diam di satu tempat.

Ia tidak ingin melakukan hal itu, apalagi memikirkan bahwa ia akan berinteraksi dengan orang lain bahkan mungkin ia akan disentuh seseorang membuat setetes keringat terlihat di pelipisnya.

Sandra memeluk tubuhnya sendiri yang terbungkus sweater rajutan berwarna merah tua, memejamkan mata dan berusaha untuk mengenyahkan pikirannya akan kemungkinan apa saya yang akan terjadi nanti. Tetapi sia-sia saja, yang ada otak Sandra malah berpikir lebih keras lagi.

Sandra mendesah pendek, kepalanya berkata bahwa sore itu harus mencari kesibukan tersendiri.

Ia kemudian masuk kembali ke kamarnya, keluar dari sana dan turun ke lantai pertama. Pergi ke dapur untuk memasak sesuatu untuk makan malam, padahal saat itu baru setengah empat.

Ayah Sandra yang sedang mengetik sesuatu pada laptop di ruang tengah dan berada di dekat dapur mengernyitkan dahi ketika melihat Sandra, anak semata wayangnya tampak sibuk hilir mudik di dapur.

"Sandra?" Ia berinisiatif bangkit dan pergi ke dapur.

"I-iya yah? Kenapa?" Ayah Sandra dapat mendengar nada tegang dalam ucapan Sandra, tak lupa gerakan serba canggung itu mempertegas apa yang memang terjadi.

"Kamu kenapa?"

Sandra menunjuk dirinya sendiri. "Aku? A-aku nggak papa."

Ayah Sandra mendesah. "Yakin kamu nggak papa?"

"Yakin yah," jawab Sandra dengan tangan yang sigap mengocok telur dalam wadah.

"Terus kenapa wajah kamu kayak tegang gitu? Dan kenapa kamu masak padahal masih jam segini? Kamu lapar?" Sandra menghentikan kegiatannya sejenak saat ayahnya memberondong dengan banyak pertanyaan.

"Sandra baik-baik aja kok yah, dan Sandra lapar jadi masak." Ayah Sandra mengembuskan napas pelan.

Ia sangat tahu bahwa anaknya itu berbohong, karena Sandra memang tidak berbakat untuk tidak berkata jujur. Setiap kali ia berbohong maka alisnya bertaut selama beberapa saat.

"Kamu bohong Sandra, kamu pasti mikirin sekolah kan?"

Hampir saja mangkuk kecil tempat telur jatuh ke lantai kalau Sandra tidak memegangnya lebih erat, jantungnya kini berdetak tidak karuan dan lututnya terasa lemas.

"Iya," balaa Sandra lemah. Seolah ia tidak ingin ucapannya itu didengar orang lain.

"Ini demi kebaikan kamu sendiri, nggak mungkin kamu diam terus di rumah dan tidak bersosialisasi. Hidup ini nggak mungkin bisa dijalani sendiri, semua orang butuh bantuan orang lain."

Cold Couple (SUDAH TERBIT)Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin