XIII

1.8K 279 65
                                    

Matahari yang tadinya berada diatas kepala, perlahan mulai turun ke peraduannya. Semburat merah di langit menjadi saksi dari apa yang dikerjakan oleh orang-orang berjubah ini. Mereka bergotong-royong mengumpulkan kayu bakar berukuran besar sebanyak mungkin. Menata sedemikian rupa hingga siap untuk dijadikan api unggun.

Sebuah Meja alami yang terbentuk dari batu-batu bertumpuk dimanfaatkan untuk meletakkan peralatan yang akan mereka gunakan. Ada sebuah belati berukiran lambang Vairi, dan alat yang digunakan untuk membuat tato, serta sebuah kotak yang tadinya digunakan untuk tempat kedua benda tajam itu.

Saat semburat merah diawan benar-benar menghilang, tergantikan dengan langit malam dan bersinarkan rembulan, api unggun sudah menyala. Bulan benar-benar bulat dan besar seolah-olah sang bulan ingin menyaksikan apa yang mereka lakukan. Orang-orang berjubah dengan tertib berdiri memutari api unggun itu. Tak lebih dari tujuh puluh orang yang ada disana. Kelompok besar? Bukan. Masih banyak yang lebih besar dari kelompok mereka. Kelompok kecil? Bisa jadi.

Hening mewarnai. Kenangan tentang apa yang mereka alami selama ini berputar seperti sebuah kaset dipikiran mereka. Terutama kenangan pahit ditanah yang mereka pijak. Dimana pemimpin mereka, wanita yang mereka hormati menghembuskan nafas terakhirnya dengan begitu tragis. Angin malam yang mulai berhembuspun semakin menambah suasana tegang yang menyelimuti mereka.

"Kita bisa mulai sekarang," kata salah seorang diantara mereka. Memakai jubah dengan lambang Vairi berwarna emas dijubahnya. Dialah Kim Seokjin. Pemimpin kelompok ini. Pemimpin laki-laki pertama dikelompok ini. Setelah mengatakan hal itu, dia melepas jubah orang yang berdiri disampingnya. Lalu memberikan kecupan singkat dikening.

Wanita yang bernama Irene, berjalan dengan penuh keanggunan menuju tengah-tengah lingkaran. Berdiri tepat didekat api unggun itu. Aura dingin namun anggun terlihat. Dia tersenyum sangat tipis, lalu mengangguk memberi kode ke seseorang yang berjubah sekaligus menggunakan cadar. Orang itu mengangguk sebagai jawaban dari perintah Irene.

Yoona. Wanita berjubah dan bercadar. Terkenal dengan penyihir tanpa wajah karena tak ada yang tahu wajah aslinya selain keluarga dan orang yang dia percayai. Dia melepaskan jubah yang dikenakan orang disampingnya. Tokoh utama di ritual ini. Kim Yerim.

"Kamu pasti bisa, sayang," kata Yoona dengan lembut. Dia lalu sedikit menuntun Yeri agar tergerak kedepan. Gadis itu nampaknya begitu gugup dengan ritual ini. terlihat dari caranya berjalan yang ragu-ragu. Meski ragu, selangkah demin selangkah, gadis itu sampai juga didepan Irene.

Irene tersenyum lalu mengelus kepala Yeri. "Apa kamu siap, sayang?"

Yeri hanya bisa menganggukkan kepalanya. Bibirnya entah kenapa menjadi terkunci. Rapat sekali.
Setelahnya, Irene menarik nafas sedalam mungkin lalu menghembuskan perlahan. Mencoba untuk rileks. Dia memejamkan matanya. Setelah beberapa saat, mata itu terbuka secara perlahan. Iris matanya berwarna ungu gelap dan berkilau. Perlahan, cahaya keluar dari tubuhnya. Semakin jelas dan jelas. Semakin terang dan terang. Jika sebelumnya cahaya itu hanya bisa dilihat oleh makhluk immortal, kali ini berbeda. Jika ada manusia yang lewat maka dengan mata telanjang, mereka bisa melihat cahaya itu.

Suasana semakin menegang. Semakin malam semakin dingin dan semakin mencekam.

"Yeri, kemarikan tanganmu," perintah Irene. Tetap dengan nada lembutnya meski sorot matanya begitu tajam. "Genggam tangan mama dengan kuat jika kamu merasakan sakit." Yeri hanya bisa mengangguk.

Sooyoung sudah melepas jubahnya. Dia datang mendekati kedua orang yang berada ditengah-tengah orang-orang berjubah itu. Diambilnya sebuah pisau dan alat untuk membuat tato. Membuka resleting dress yang dipakai Yeri. Dibuka hingga terhenti di tengah-tengah punggung sang pemilik dress itu. Dibuka bagian atas sebelah kiri, sehingga punggung kiri atasnya terlihat.

VAIRI √Where stories live. Discover now