WELCOME BACK, HEGA...

Começar do início
                                    

Hega sempat merunduk, melarikan pandangannya ke bawah… lalu terangkat kembali sambil sesekali melirik ke arah pintu. Antonius mengikuti arah pandangan Hega ke pintu, seolah takut ada yang muncul mendadak di situ.

            “Maaf, Pak… saya gak ngerti…”, sahut Hega setengah berbisik.

            “Ga!” Antonius masih menahan volume suaranya. “Oke… ini soal kerjaan kamu… kamu gak profesional, ga… kalo berhenti begitu aja… ini gak masuk akal…”

            “Maaf, Pak… tapi saya tetap dengan keputusan saya.” Hega balas menatap dengan tajam.

Antonius mulai lunglai. Ia mengerti Hega yang biasanya. Ia tak mengerti Hega yang ini. Tapi ia tak bisa lagi menyangkal. Ia tidak ingin Hega jauh darinya…

Antonius pun terdiam. Ia menggeleng… “Gak bisa, ga… jujur, saya masih membutuhkan kamu di sini… Begitupun dengan anak buah kamu… Kamu gak bisa lepas tanggung jawab gitu aja…” Antonius terus merunduk. Kemudian menengadah kembali,,, melihat senyuman Hega teruntai kepadanya… senyum yang tenang dan meneduhkan… dengan tatapan hangat yang tidak menutupi perasaannya yang kuat.

Hega membuka mulutnya, “Pak Antonius dan semuanya,,, akan baik-baik saja…” Hega berbisik sambil mendorong surat itu untuk semakin mendekat pada Antonius. “Mohon terima pengunduran diri saya.” Hega melangkah mundur perlahan. Inginnya Antonius memeluk Hega saat itu juga. Dan berteriak, “Jangan pergi!”… tapi kenyataannya,,, Antonius tak berdaya… semua norma, etika, status dan jabatannya mengekang semua anggota tubuhnya untuk tetap berlaku pantas, selayaknya seorang atasan… dan selayaknya seorang laki-laki yang sudah menikah…

            “Permisi, Pak…”, kata Hega sebelum membalikkan badan dan keluar dari ruangan Antonius. Antonius hanya bisa menyambar amplop itu,,, ingin meremasnya tapi tak bisa… dan tak boleh…

            Hega menggebrak mejanya. “Kamu tau kenapa di bulan ini kamu gak boleh ada kasus lagi, Yanto? Atau kamu memang minta dikeluarkan dengan cara tidak hormat?” Hega bangkit berdiri dengan bahu tegap dan dada membusung. Sorot matanya berkata bahwa ia punya otoritas untuk menindak Yanto. Dan Yanto paham,,, siapa yang dihadapinya…

Yang bernama Yanto merunduk. “Tapi, bu…”

            “Kamu gak bisa belat-belit sama saya, to. Saya kasih tau logikanya… pertama,,, kamu orang lama. Berarti kamu tau prosedur pembayaran tidak dilakukan secara cash ke tangan kamu dan bukti pembayaran haruslah atas nama customer. Ini soal uang ratusan juta milik tiga orang customer.”

Hega berceloteh, sambil masih terus membatin,,, bahwa tidak ada yang boleh menghalanginya untuk keluar di awal bulan nanti. Bulan ini semuanya harus beres. Tidak boleh ada masalah atau kasus-kasus penggelapan uang lagi.

“Hal konyol apa yang kamu mau coba-coba ke saya, Yanto?” Hega menyeret selembar slip pembayaran di atas meja, ke depan muka Yanto. “Kamu mau langsung terus-terang, atau kasus ini sampai ke Pak Antonius bahkan manajemen?”

Yanto mulai terlihat gemetar. “Iya, bu… saya minta maaf… saya mohon, bu…” Yanto menatap Hega, memohon… “Saya tidak menggelapkan uang, bu… masalahnya… customer ini trade in, bu… saya yang jual mobilnya… jadi uang memang sudah di tangan saya untuk DP mobil barunya, bu…”

            “Jelasin, kenapa uang ini untuk DP tiga orang customer sekaligus?” Hega kembali duduk ke kursinya.

Yanto yang bertubuh kurus jangkung dan berambut agak tipis, berusia sekitar tiga puluhan, menjelaskan dengan suara pelan yang bergetar.

NURANIOnde histórias criam vida. Descubra agora