SINCERITY - 7

2.7K 111 0
                                    

Tangan Kinar mengusap sebuah bingkai foto yang bergambar dirinya dan seorang  cowok---tersenyum lebar, foto itu tidak terlalu cantik dan bagus. Tapi kenangan-kenangan yang diingatnya saat mengambil gambar tersebut membuat Kinar mau tidak mau kembali termenung. Dalam hal ini, dia memang bersalah. Tapi apakah dia yang harus menderita sepenuhnya? Hidup dalam belenggu masa lalu kelam memang membuat jiwanya seperti mati, ketakutan. Sama halnya dengan Kinar. Mati-matian gadis itu berusaha melupakannya, namun semakin dia mencoba untuk melupakan, semakin sakit pula hatinya.

Rizal berdiri diambang pintu kamar Kinar, ia terdiam dengan menatap punggung adiknya itu. Dirasakan sejenak penyesalan itu, namun dia harus mampu membuat rasa itu menghilang. Rizal menghela napasnya jengah, selalu saja seperti ini. Selalu saja dia melihat adiknya tengah duduk termenung menghadap jendela. Rizal tahu, kehidupan Kinar berubah drastis. Tapi satu hal yang ingin dia lakukan adalah, membuat adiknya kembali seperti dulu lagi. Seperti seorang Kinar yang selalu ceria, cerewet atau bahkan sedikit bar-bar. Dari pada dia melihat adiknya terpuruk sendirian didalam kamar.

Kaki Rizal melangkah mendekati adiknya, ingin mengatakan sesuatu. Siapa tahu sang adik akan sedikit terhibur.

Tangan Rizal terulur untuk mengelus kepala Kinar, membelainya seolah-olah menyalurkan semua kekuatan pada Kinar. Kinar yang memunggungi Rizal nampak terkejut dengan sentuhan hangat itu, dia tahu jika itu adalah kakaknya.

Sedetik kemudian, Rizal telah membalik kursi roda Kinar. Hingga kini mereka berhadapan, Rizal berlutut dihadapan Kinar. Tatapan matanya mengunci kedua mata Kinar, ia berusaha menyembunyikan luka itu, agar Rizal tidak akan tahu tentang apa yang dirasakannya.

"Belajar buat melupakan dia, Kin. Abang nggak mau kamu terpuruk kaya gini," ujar Rizal begitu lirih. Memang benar yang dia katakan, ia tidak mau melihat Kinar sepertu sekarang ini. Jujur, dia merindukan sosok Kinar yang selalu kesal jika dia menjailinya. Atau sosok Kinar yang manja ketika adiknya itu menginginkan sesuatu kepadanya. Tapi sekarang yang dia rasakan adalah hampa, jiwa Kinar seolah mati.

"Buat apa memikirkannya, kalau dia sendiri belum tentu memikirkan kamu." Lagi, suara Rizal membuat Kinar kian menunduk.

Helaan napas terdengar dari mulut Kinar, setelahnya dia mendongak untuk menatap kakaknya.

"Percuma, Kinar masih ingat kejadian itu bang." Jawaban Kinar membuat Rizal mengacak rambutnya frustasi. Ternyata Kinar belum sepenuhnya berubah, adiknya itu masih keras kepala seperti dulu. Samar, senyum Rizal tercetak dibibirnya. Namun tidak terlalu lama, senyuman itu luntur seketika mendengar Kinar kembali berbicara. "Sulit, karena dia belum membuat Kinar benci sama dia."

"Kamu mencintai atau terobsesi? Mencintai itu cukup ketika kamu merasakan sakit hati, lalu kamu akan menerima semua kenyataan pahit dengan ketulusan hati. Seperti caramu ini, kamu bukan mencintai. Lebih tepatnya terobsesi, dik." Rizal menjawab dengan frustasi.

Kinar memejamkan kedua matanya, sementara Rizal mengambil foto tersebut dari tangan Kinar.

"Abang bakal bantu kamu buat move on, karena nggak selamanya kamu mencintai dia." Ujar Rizal dengan tenang.

Membuka kedua matanya, Kinar menatap heran kearah Rizal.

"Apa Kinar bisa?" Tanyanya ragu.

"Tidak ada yang tidak bisa, kalau kamu mau belajar pasti semua akan mudah."

Kinar terdiam, mencerna kembali ucapan kakaknya. Memang benar, apa salahnya dia mencoba untuk move on? Lagi pula, belum tentu yang dia pikirkan dan dia sayangi selama ini tengah memikirkan ataupun mengingat kejadiannya bersama dengan Kinar.

"Belajar, ada abang dan bunda. Lagian teman-teman kamu bakalan dukung kamu, kalau kamu mau move on dari dia."

Kinar menatap kedua bola mata Rizal, antara ya dan tidak. Dia benar-benar bimbang. Dia takut tidak bisa melakukannya, dan akan membuat dirinya bertambah terpuruk. Tapi dia juga harus berubah, memulai untuk melupakan kenangan-kenangan itu seperti apa yang dikatakan Rizal.

SINCERITY [COMPLETE]Where stories live. Discover now