SINCERITY - 4

3.2K 142 0
                                    

22 Agustus 2015

Kinar tidak tahu alasan apa yang digunakan Arga yang telah berhasil membuatnya berada dalam keramaian malam ini, dan Kinar tidak berani hanya untuk sekedar menanyakannya. Tangan kekar milik Arga bergerak perlahan menggenggam tangannya, menautkan jari-jarinya pada jemari Kinar. Hingga membuat tubuh Kinar seperti tersengat listrik. Ditolehkan kepalanya kearah Arga yang berjalan santai disampingnya, laki-laki itu seperti tidak merasa aneh dan hanya diam. Seperti tidak bertanggung jawab padahal telah berhasil membuat jantung Kinar tidak terkontrol, terus berpacu dua kali lipat.

"Em---"

Kinar hendak mengatakan sesuatu, sementara Arga seperti cenayang yang mampu membaca pikiran Kinar.

"Biarkan seperti ini dulu, gue cuma mau nggak ada seorangpun yang ganggu kita."

Kita?

Apa yang dimaksud dari kata kita? Bolehkah Kinar berbesar kepala saat ini? Yang dikatakan Arga adalah kita, itu berarti antara Arga dan Kinar. Apakah hanya sebuah ucapan? Tanpa Arga sadari, pemikiran ngawur Kinar membuat kedua pipi gadis itu memerah. Seperti tomat.
Apalagi ia mengingat kejadian sebelum mereka berangkat ke tempat tujuan, tepat Arga menjemput Kinar setengah jam yang lalu.

"Lo nggak pernah denger apa yang gue ucapin, ya?" Tanya Arga dengan nada sarkas, seolah-olah seperti merendahkan Kinar yang baru saja menghampirinya.

Kening Kinar tertaut, tidak mengerti ucapan Arga. "Maksudnya?"

"Ya, gue tadi nyuruh apa? Dandan yang rapi 'kan? Bukan cantik kayak gini?" Lagi, nada bicara Arga seperti seorang ibu tengah menasehati sang anak karena bandel. Dan itu membuat Kinar terkekeh dalam hati. Tapi tidak, Kinar kembali mengingat ucapan Arga. Bukan cantik kayak gini? Apakah secara tidak langsung, Arga baru saja memuji jika dia cantik? Walau kalimat yang berbeda, tapi arti dari kalimat itu bukankah sama? Arga memujinya.

Ada banyak kupu-kupu yang menggelitik perut Kinar, itu yang dia rasakan. Ia tidak bisa memungkiri, hatinya berbunga-bunga.

"Ngelamun aja," bisik Arga yang membuyarkan lamunan Kinar, seraya menyenggol keras lengan kanan Kinar.

Gadis itu menoleh kearah Arga spontan, menatap kebingungan kearah Arga.

"Diajak kenalan, ck, malah bengong." Arga berdecak, memutar kedua bola matanya dengan jengah karena menyadari sikap Kinar yang terkadang lewat bodoh itu.

Seakan adalah perintah, ucapan Arga membuat Kinar menoleh kedepan. Ada seorang laki-laki seumuran Arga yang berdiri dihadapan Arga sambil menatap kearahnya saat ini. Laki-laki itu tersenyum simpul, membuat Kinar juga tersenyum--kikuk.

"Hai, gue Rangga." Katanya memperkenalkan diri, tangan kanannya terulur kehadapan Kinar.

Sedikit lama Kinar membalas uluran tersebut. Membalasnyapun dengan sikapnya yang kelewat bar-bar.

"Kinar, hehe." Katanya dengan terkekeh setelahnya.

Sementara, Arga memutar kedua bola matanya. Dia sedikit malu menyadari tingkah Kinar saat ini. Arga bisa saja memuji Kinar yang berpenampilan lebih dari cantik itu, tapi entah mengapa penampilannya sama sekali berbanding terbalik dengan tingkah lakunya? Arga menggelengkan kepalanya pelan.

"Dia yang adakan acara reuni ini," gumam Arga lebih kepada Kinar.

Mendengar gumaman Arga, lantas kedua bola mata Kinar membeliak. Arah tatapannya sudah tertuju pada Arga.

"Reuni? Kenapa lo---hmp."

Bagaimana tidak frustasi? Pekikan Kinar begitu terdengar keras, sehingga Arga memilih membekap mulut gadis itu. Rangga yang masih bergabung dengan Arga dan Kinar terkekeh pelan melihat tingkah laku teman masa SMA-nya dulu.

"Apaan sih? Tangan lo bau asem tau, gak?" Sembur Kinar seraya mengusap bibirnya, setelah Arga melepas bekapannya pada mulut Kinar. Melotot tajam, itulah yang dilakukan Arga untuk merespon gadis itu kali ini.

"Oh ya, dia siapa, Ga?" Pertanyaan Rangga membuat Arga mengalihkan pandangannya kepadanya. Sedikit bingung, dia berpikir.

"Oh, eh dia---pacar gue." Aku Arga, tangan kanannya sembari menarik bahu Kinar kedalam rengkuhannya.

Mendengar kata pacar, Kinar segera menatap Arga. Membeliak lebar karena terkejut. Meskipun didalam hatinya dia bersorak senang, kedua pipi Kinar bersemu.

***

"Arga?"

Laki-laki yang dipanggil Arga itu menoleh, mendapati seorang gadis dengan balutan dress berwarna hitam tengah berdiri disamping Arga.

"Eh, Aliva?"

Gadis yang dipanggilnya Aliva itu tersenyum, dan berjalan lebih dekat kearah Arga.

"Gimana kabar kamu?" Tanya perempuan bernama Aliva itu.

"Gue baik, lo sendiri?" Arga menaruh minumannya diatas meja disebelahnya yang telah disediakan. Lalu kembali menatap Aliva.

"Aku baik kok, Ga." Jawabnya, terdengar tidak ikhlas mengatakannya.

"Gimana dengan Ardan?" Sekedar basa-basi, itu yang Arga lakukan. Ia tidak bermaksud mengingatkan kembali masa lalu mereka.

Aliva tersenyum, lebih tepatnya memaksakan sebuah senyuman. Yang nyatanya ia benar-benar merasa tersakiti disini. Ketika hendak mengatakannya, seseorang lebih dulu menyelanya.

"Oh, kalian disini?"

Arga menoleh kesumber suara, sementara Aliva, gadis itu tanpa menolehpun sudah tahu siapa pemilik suara bariton itu. Senyum Arga terbit dibibirnya. Ia seolah tidak merasakan amarah dan beban apapun.

"Nggak nyangka, ya, kita bertemu disini, musuh dalam selimut." Ujar Ardan.

"Itu udah empat tahun yang lalu, gue nggak ada masalah lagi sama lo," kata Arga santai.

"Mungkin memang nggak ada, tapi gue belum terima itu semua!" Satu tonjokan dilayangkan Ardan tepat dirahang kiri Arga, laki-laki itu terduduk dilantai.

"Arga!" Pekik Aliva terkejut, segera ia menghampiri Arga dan membantunya untuk berdiri.

"Udah lama, Ardan, kenapa lo masih ungkit-ungkit masalah itu? Kenapa lo pukul Arga?" Aliva meninggikan suaranya, ia tidak peduli dengan situasinya.

"Yang musuh, siapa sih sebenarnya? Gue atau dia?" Ardan menunjuk Arga bertepatan  dengan kata dia disebutnya.

Arga diam, dan Aliva tertunduk dengan kedua tangannya memegang kedua bahu Arga. Mereka diselimuti keheningan yang cukup lama, sampai Ardan kembali bersuara.

"Gue memang dapetin Aliva kembali, tapi rasanya gue udah bukan siapa-siapa dia lagi. Dan bahkan gue memutuskan untuk ninggalin dia, tapi nyatanya Aliva sendiri yang maksa gue buat kembali lagi sama dia setelah lo nolak dia."

"Stop, Ardan." Geram Aliva, dia tidak ingin dipermalukan di tempat umum seperti ini.

"Kenapa, lo malu? Bahkan harga diri lo udah jatuh, Va, semenjak lo selingkuh sama Arga." Lanjut Ardan.

Prang!

Sebuah suara tidak disengaja mampu mendinginkan suasana, membuat beberapa pasang mata tertuju kearahnya. Disana, sudah ada Kinar yang terduduk diatas pecahan gelas. Gadis itu meringis untuk menahan sakitnya karena beberapa beling menancap ditelapak tangannya.

Ini sebuah kecerobohannya lagi, Kinar yang meninggalkan Arga sebentar untuk ke toilet, dan setelah kembali dia menjumpai Arga yang sudah terduduk dilantai dengan seorang perempuan memegang kedua bahunya, ditambah lagi ia mendengar jika perempuan itu pernah berselingkuh dengan Arga. Yang membuat hati Kinar merasa tertohok, dan memilih untuk meninggalkan tempat itu. Tapi nyatanya Dewi Fortuna belum berada dipihaknya. Kakinya tergelincir, hingga ia tidak dapat menjaga keseimbangan dan akhirnya menabrak seorang gadis yang membawa gelas. Alhasil, gelas itu jatuh bersama dengannya yang terjatuh.

Arga yang menyadari bahwa itu adalah Kinar segera beranjak dari duduknya, menghampiri Kinar dan mengajaknya pergi dari tempat itu.

***

To be continued

SINCERITY [COMPLETE]Where stories live. Discover now