SINCERITY - 5

3.2K 129 0
                                    

"Lo itu kenapa, sih? Sehari aja nggak bikin gue malu?" Arga membalut kain kasa ditelapak tangan Kinar, laki-laki itu sedikit berdecak ketika menyadari kecerobohan Kinar tidak pernah bisa dihilangkan.

"Ye, gue kan nggak sengaja." Bibir Kinar mencebik, ia kesal dengan laki-laki dihadapannya yang terkadang sifatnya terlalu posesif---meskipun dia begitu senang dengan sifat Arga.

"Gue udah bilang, kan? Jangan ceroboh! Bandel, sih," tangan Arga terulur untuk menjitak dahi Kinar, yang membuat gadis itu mengaduh kesakitan.

"Duh, nggak pake jitak dahi gue napa sih kak?" Protes Kinar, seraya tangannya---yang bebas dari genggaman Arga---menggosok dahinya.

"Itu, kepala kaya batu. Keras amat," sindir Arga, yang berhasil membuat Kinar menarik kedua sudut bibirnya keberlawanan arah.

"Cie, perhatian banget sama Kinar? Sampai tau kalau Kinar itu keras kepala," godanya dengan nada dibuat-buat. Kedua matanya mengerling kearah Arga---yang saat ini sudah sibuk membalut telapak tangan Kinar dengan kain kasa.

Hening, Kinar memilih untuk diam. Gadis itu menyandarkan tubuhnya disandaran bangku taman, sementara membiarkan Arga berkutat dengan aktivitasnya.

"Sakit, gak?" Suara Arga menginterupsi, membuat Kinar yang tengah menatap wajah laki-laki itu seketika terperangah. Lantas, ia menegakkan tubuhnya yang tadinya bersandar disandaran bangku taman.

"Sakit, sih, tapi ada yang lebih sakit dari pada ini." Jawab Kinar sekenanya.

Bukan, Kinar tidak sengaja mengatakannya. Bahkan dia tidak habis pikir jika mulutnya berani mengatakan hal demikian. Yang saat ini Kinar rasakan ialah, jantungnya yang berdegup lebih dari kencang. Ucapan tidak sengajanya benar-benar berpengaruh besar bagi jantungnya.

Tidak lama setelah Arga menatapnya dengan kernyitan didahi, Kinar tersenyum kikuk. Lantas menjawab, "Bukan apa-apa. Kamu nggak akan tahu hal itu."

Sesak, dadanya tiba-tiba sesak setelah mengucapkan jawaban yang tepat. Sebab dia melihat respon Arga yang hanya mengangguk paham. Kinar sama sekali tidak mengerti, mengapa ia begitu menyukai sosok Arga? Yang jelas-jelas dia telah ditolak mentah-mentah. Kinar memang tidak tahu masa lalu Arga, tapi dia yakin jika ada yang aneh dengan masa lalu cowok itu. Yang mampu membuat dirinya menjadi sedingin ini.

Terlalu lama ia berparadigma, tanpa dia sadari Arga beranjak dari duduknya.

"Udah larut malam, gue antar lo balik." Kata Arga.

Kinar mengangguk, lantas dirinya berdiri dan menyusul Arga yang memilih berjalan lebih dulu.

***

Dalam perjalanan, Arga sama sekali tidak bersuara. Cowok itu menyelami pemikirannya, walaupun fokusnya pada jalanan padat malam itu. Kinar melingkarkan kedua tangannya dipinggang Arga, kepalanya dia sandarkan dipunggung cowok itu. Menghirup aroma tubuh Arga yang dia sukai, tanpa Kinar sadari, senyum tipis terbit dibibir Arga.

"Gue mau tanya," ujar Kinar sedikit meninggikan suaranya sebab suara bising kendaraan akan mampu meredam suaranya.

"Apaan?" Balas Arga kemudian, jujur saja dia juga ingin tahu apa yang menjadi pertanyaan Kinar saat ini.

"Lo ada masalah?"

Arga tidak langsung menjawab, dia memilih untuk menepikan motornya. Lalu mematikan mesinnya. Kinar menegakkan tubuhnya, kedua tangannya yang tadi melingkar dipinggang Arga sudah terlepas.

Arga menghela napasnya dengan pelan, seolah ada berton-ton beban yang dia pikul saat ini. Tapi memang benar, beban yang menjadi penyesalannya setiap kali dia teringat masa lalunya. Menunggu Arga bicara membuat Kinar tak sabaran, lantas gadis itu mengulurkan tangan kanannya untuk menyentuh pundak kanan Arga dari belakang. Lalu mengelusnya dengan lembut, seolah menyalurkan sebuah kekuatan untuk Arga.

"Lo nggak pernah anggap gue apapun, kecuali sebagai adik yang paling lebih dari sekedar teman. Gue selalu ada dibelakang lo, mengawasi lo dan akan selalu menerima keluh-kesah lo, kak. Tapi kenapa lo nggak pernah cerita masalah berat yang menjadi beban buat lo selama ini, kegue?"

Benar yang dikatakan Kinar, Arga terlalu egois. Terlalu menutup diri, tapi apakah dia mampu menceritakan masa lalunya? Itu sama saja seperti mengingat kepingan masa lalu yang membuatnya malu untuk melangkah maju. Apakah dia sanggup? Tanpa rasa sesal dalam dirinya?

Turun dari motornya, Arga berdiri dihadapan Kinar---yang masih bertengger diatas motornya. Tanpa aba-aba, tanpa ada angin yang berhembus kencang, tiba-tiba Arga memeluk gadis itu. Menaruh dagunya dibahu Kinar, seolah Kinar adalah tumpuan beban yang selama ini dia pikul sendirian. Tentu saja hal itu membuat Kinar terkejut bukan main, dia menahan napas ketika Arga berada didekatnya seperti ini. Her stomach is full of butterfly right now, and she can't deny it.
Kinar senang saat ini, dia ingin tersenyum. Bersorak riang dan meloncat-loncat seperti orang gila, tapi ia tahu jika Arga sekarang ini tengah menyelami masa lalu yang penuh luka. Arga butuh sandaran, butuh pelarian. Dan Kinar bersedia menjadi sandaran dan pelarian untuk Arga, sosok laki-laki yang dia sukai.

Dengan sepenuh hati, Kinar mengusap lembut punggung Arga. Ia hanya ingin hati dan pikiran laki-laki itu tenang, tidak ada beban sama sekali dalam hidupnya. Walaupun dia berusaha sekuat mungkin, hanya sedetik saja pasti masa lalu itu kembali muncul dipikiran Arga. Kinar tidak tahu, lebih tepatnya belum tahu jika mungkin Arga benar-benar nyaman berada dalam pelukan hangatnya. Seperti sekarang ini. 

"Ardan sahabat gue dari gue SMP dan memilih masuk SMA yang sama, sampai gue nggak benar-benar tahu kalau dia pacaran sama Aliva. Yang mana Aliva tiba-tiba deketin gue, buat gue suka sama dia. Dan akhirnya gue nembak dia.

"Udah berjalan empat bulan, tanpa sepengetahuan siapapun termasuk Ardan. Sampai gue tahu dengan sendirinya bahwa Aliva dan Ardan udah hampir setahun. Gue ngerasa saat itu adalah dosa terbesar gue, gue milih untuk mengakhiri semuanya sama Aliva, tapi dia cerita semuanya ke Ardan. Persahabatan gue hancur, Ardan benci banget sama gue, Kin. Gue rapuh saat itu, nggak ada orang yang mau ngertiin gue kecuali nenek."

Begitu hangatnya sapuan lembut dari telapak tangan Kinar, sehingga Arga memejamkan kedua matanya. Semilir angin membelai wajahnya. Tanpa sepengetahuan Arga, wajah Kinar memucat. Gadis itu merasa terhantam ombak yang besar hingga hanyut sampai ketengah lautan. Kinar merasakan hatinya sakit, dadanya sesak. Arga pernah mencintai seseorang, tapi mengapa Arga tidak mampu hanya sekedar untuk membalas perasaannya? Padahal tak ada bedanya antara dirinya dan Aliva, mereka sama-sama gadis dan sama-sama mendekati seorang Arga. Tapi mengapa harus Kinar yang merasakan sesak? Apakah karena sikap mereka berbeda? Kinar tahu jika Aliva adalah perempuan baik-baik, kalem dan lembut. Sedangkan dirinya? Bersikap lembut layaknya seorang wanita saja masih perlu belajar, apalagi menjadi perempuan kalem? Dia adalah dia, dirinya yang kelewat ceroboh dan bar-bar. Kinar tetap Kinar, yang selalu ceria walaupun dia memendam sakitnya sendirian.

"Semua orang pernah merasakan pengkhianatan, hidup dalam belenggu penyesalan. Tapi yang satu kita tidak tahu adalah ketulusan, kita tidak pernah tahu bagaimana perasaan bisa tidak sejalan dengan pemikiran kita. Hidup selalu seperti ini, kak. Nggak ada yang tahu bagaimana akhirnya. Jika nanti kakak udah nggak merasakan rasa penyesalan atau bersalah, coba kakak selalu bisa menerima semua masa lalu dengan tulus hati. Kita coba mulai dari sekarang, oke?"

Arga melepas pelukannya, ia menatap dalam-dalam kedua netra Kinar yang terang itu. Ada sejuta kebahagiaan didalam sana, walaupu Arga tahu jika kedua mata itu tidak akan pernah lepas dari rasa kepedihan. Arga tahu, gadis dihadapannya ini menahan gejolak luka yang terbenam dalam diri gadis itu. Yang mana Arga selalu menyakiti hati gadis yang sudah bersamanya, dengan tulus hati menerima apapun perlakuannya. Yang mana gadis itu selalu dia jauhi ketika dia tahu bahwa Kinar bukan sosok gadis yang diimpikannya.

=== SINCERITY ===
To be continued

SINCERITY [COMPLETE]Where stories live. Discover now