SINCERITY - 2

4.1K 156 0
                                    

"Sori, Kinar. Gue harap lo nggak berpikiran kalau ada yang spesial dari kedekatan kita. Soalnya gue dapat gosip ini dari teman-teman lo." Kedua mata Arga menatap lurus-lurus kemanik mata Kinar.

Gadis itu mengalihkan pandangannya, menjaga kontak mata dengan Arga. Ia tidak ingin jika Arga mengetahui kondisi dan perasaannya. Karena dengan sekali kedipan, air mata Kinar akan terjatuh begitu saja.

Hening, Arga menunggu keheningan itu. Menunggu jawaban apa yang akan diberikan Kinar untuknya.

"Emangnya, kak Arga percaya gosip itu?" Kinar terkekeh diakhir kalimatnya. Kini tatapannya kembali tertuju pada sosok Arga yang duduk tenang di tempat cowok itu.

Kening Arga berkerut, tidak mengerti dengan perubahan sikap Kinar. Tapi dia merasa lega, setidaknya semua gosip itu adalah bohong. Tanpa dia sadari, senyumnya mengembang ketika melihat Kinar yang juga tersenyum.

Keheningan mewakili mereka berdua, menyisakan deru napas yang teratur. Sedari tadi, Kinar terdiam. Ia memilih menundukkan kepalanya, dari pada menatap Arga yang membuat hatinya terasa mencelus jauh.

"Oh ya, kalau gitu, gue antar lo pulang. Ini udah gelap soalnya," Arga beranjak dari duduknya. Menawari gadis itu untuk dirinya yang mengantarnya pulang.

Kinar mendongakkan kepalanya, ditatapnya wajah cowok itu. Lalu memaksakan sebuah senyuman. "Gue mau ketemu temen disini, bentar lagi." Ujarnya.

Arga meninggikan sebelah alisnya, ia diam cukup lama. Dengan menatap Kinar mengintimidasi.

"Yakin?"

Yang dilakukan Kinar hanya mengangguk mantap, berusaha meyakinkan cowok itu agar mempercayainya. Butuh jeda dan keheningan yang lama bagi Arga untuk mempercayai ucapan Kinar. Lantas, setelah itu dia mengangguk paham. Ia benar-benar mempercayai Kinar saat ini.

"Cewek, cowok?"

Pertanyaan Arga yang baru saja didengar gadis itu, membuatnya segera menatap Arga. Bukan maksud percaya diri, tapi Kinar ingin memastikan maksud dari pertanyaan itu. Meskipun dia tahu, jika cowok itu sama sekali tidak memiliki perasaan kepadanya.

Arga mengedikkan dagunya, untuk membuat Kinar sadar dari lamunannya. Membuat Kinar tiba-tiba tergagap.

"Em, eh cowok." Katanya gugup. "Eh bukan, temen gue bukan cewek, tapi cowok--. Em, cewek maksud gue," timpalnya. Lalu dengan menggigit bibir bawahnya.

Melihat jawaban gadis itu, membuat Arga terkekeh. Lantas menggelengkan kepalanya perlahan.

"Nggak usah gugup gitu, gue bukan abang lo yang posesif, kan?" Guraunya.

Kinar hanya mengangguk, sambil meredam kedua pipinya yang terlihat sedikit berwarna merah karena malu.

"Ya udah, gih, gue tunggu aja sampai urusan kalian kelar." Arga kembali duduk di tempat sebelumnya.

"Eh, nggak usah kak, lagian masih lama kok. Kakak pulang aja," Kinar bertingkah gugup lagi, kedua telapak tangannya mulai berkeringat dingin. Ia takut jika kebohongannya akan terbongkar, sebab dengan cara menolak ajakan Arga itu mampu membuatnya perlahan melupakan cowok itu.

"Udah malam, gue yang suruh lo buat dateng kesini, kan? Jadi gue yang harus tanggung jawab." Keukeuh Arga, tidak terbantahkan walau dengan Kinar.

Sementara gadis itu sudah panas-dingin menyadari bahwa sebentar lagi kebohongannya akan terbongkar, ia tidak mungkin tiba-tiba menyuruh salah satu temannya datang kemari tanpa alasan yang jelas dan masuk akal. Dulu dia tidak akan kebingungan seperti ini, sebab masih ada Nika yang selalu menemaninya. Tapi sekarang? Tidak ada lagi yang namanya menyuruh Nika untuk menemuinya dalam keadaan genting. Sebab Nika meninggalkannya, bukan selamanya memang. Tapi hanya empat tahun lebih. Malahan dia merasa setuju dan mendukung keputusan Nika yang tiba-tiba melanjutkan studinya di negara orang--meskipun ada alasan lain untuknya pergi meninggalkannya.

Tuk, tuk, tuk!

Kinar menopang dagu dengan tangan kirinya, sementara tangannya yang lain dia biarkan diatas meja kafe. Dengan jemarinya yang mengetuk meja tersebut beberapa kali, untuk menghilangkan kebosanannya. Wajahnya sedikit ditekuk, arah pandang matanya tertuju pada suasana kafe malam ini. Ia masih sama, masih tidak ingin menatap cowok dihadapannya. Yang mungkin tidak disadari Kinar bahwa cowok itu menatapnya sambil menyembunyikan senyumnya.

Ini sudah keberapa kali Kinar membenarkan  posisi duduknya, dan ini sudah menunjukkan pukul delapan tepat. Yang nyatanya, kebohongan itu sama sekali tidak membuatnya untung. Tapi malah sebaliknya. Gadis itu benar-benar merasa bosan. Lain halnya dengan Arga, cowok itu masih duduk dihadapan Kinar. Punggungnya bersandar disandaran kursi kayu, dan kedua tangannya dia lipat didepan perut. Sambil mengamati gerak-gerik Kinar yang seperti anak kecil.

Gadis itu mendengus kesal, diliriknya jam tangannya. Ini sudah terlalu larut, pikirnya.

"Ada apa? Temen lo nggak jadi dateng?" Tanya Arga. Jika Kinar memahaminya, mungkin dia akan mendengar nada ejekan yang baru saja cowok itu lontarkan.

Gadis itu menoleh kearah Arga, kedua bahunya tiba-tiba melorot kebawah. Ia pasrah, ia baru sadar jika membohongi cowok itu ia tidak akan pernah berhasil sedikitpun.
Lantas, dia menggelengkan kepala pelan dengan wajahnya yang terlihat kecewa. Sementara Arga, cowok itu menghela napas pelan. Kemudian beranjak dari duduknya, dan mengajak Kinar untuk kembali pulang.

"Kita pulang aja, gue yang anter. Kali ini lo nggak boleh nolak!" Tegas Arga, membuat Kinar mau tidak mau mengiyakan ucapan Arga. Dengan berat hati, tentunya masih dengan wajah sedih dan perasaan yang kecewa.

Sesampainya di parkiran kafe, Arga memakai helm miliknya. Lalu melepas jaket yang ia kenakan, lantas memakaikannya pada tubuh Kinar yang ramping itu.

"Pakai, nanti kedinginan." Ujarnya, lebih terdengar seperti bisikan.

Kinar diam, gadis itu menurut ketika Arga menyampirkan jaket miliknya dikedua bahu Kinar. Dengan menahan degup jantungnya yang tidak terkontrol sebab posisinya yang terlalu dekat dengan wajah Arga.

"Ayo, naik!" Suara Arga menginterupsi, gadis itu tersadar dari lamunannya. Dan telah melihat Arga yang sudah menaiki motornya. Perasaan Kinar campur aduk, antara senang dan kecewa. Dia senang diperlakukan seperti itu oleh Arga, tapi dia juga kecewa sebab perkataan Arga yang tidak pernah menganggap kedekatan mereka itu lebih dari teman. Mengingat hal itu rasanya membuat hatinya teriris, ia berusaha menjauhi Arga. Tapi cowok itu malah berlaku manis sehingga membuat dirinya terbawa suasana. Ia takut akan hal itu. Alasannya menolak ajakan Arga tadi ialah, karena dia tidak mau terlihat rapuh dihadapan cowok yang selama ini dia sukai. Dia ingin menangis ketika Arga mengatakannya. Tapi mau bagaimana lagi? Kekeras kepalaan Arga sepertinya tidak bisa membuat diri Kinar merasa tenang. Hingga sampai saat ini, dia memilih diam dari pada membahas sesuatu dengan Arga.

Arga melajukan motornya untuk meninggalkan tempat itu, setelah Kinar duduk dijok belakang motornya. Perasaannya campur aduk, antara bersalah dan kecewa. Benar, ia merasa bersalah karena berani-beraninya bicara mengenai hubungan mereka. Dan dia kecewa karena tidak menuruti kata hatinya. Ada keadaan yang lebih penting dari ini sehingga dia memutuskan untuk membicarakan hal tadi kepada Kinar yang jelas-jelas tidak tahu apapun.

=== SINCERITY ===
To be continue

Udah menstrim ya ceritanya?
Malah bikin bosen, ya kan?
Iam sorry, soalnya masih belajar. Juga kalau banyak typo mohon dikoreksi juga, makasih 😊

Author kasih saran, buat baca cerita Just A Dream sebelum baca kisah ini.

Thank you so much ...

SINCERITY [COMPLETE]Where stories live. Discover now