"Kenapa? Apa ada sesuatu di wajahku?" Alice buru-buru meraba wajahnya.

"Tidak!" Sigap tangan Devian menggenggam tangan mungil Alice. Wanita itu membeku, jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya. Meskipun Devian telah menjadi suaminya selama bertahun-tahun, tapi entah mengapa setiap bersamanya dia masih saja merasa berdebar dan gugup.

Wajah Alice semakin memerah saat perlahan wajah Devian mendekat ke arahnya, hembusan nafas Devian dapat ia rasakan menerpa wajahnya. Membuat pori-pori wajahnya semakin panas, mamacu jantungnya semakin kuat. Alice memejamkan matanya, satu.... Dua... Tiga...  Dalam hati Alice menghitung seakan menunggu apa yang akan terjadi.

"Kenapa kau menutup matamu?" Terdengar bisikan lembut di telinga Alice.

Membuat wanita itu langsung membuka matanya, Devian telah menindih tubuh Alice. Wajah Devian tepat berada di atasnya, Alice dapat dengan jelas menatap wajah sempurna suaminya bahkan dari dekat.

"Apa anda sedang menggodaku?" Tanya Alice, bibir mungilnya mengerucut.

"Apa kau kecewa?" Goda Devian.

"Kenapa saya harus kecewa?" Alice berusaha mendorong tubuh suaminya untuk menjauh darinya.

Tapi, bibir Devian mengecup bibir Alice. Membuat mata gadis itu membulat sempurna, ciuman singkat yang hangat. Devian tersenyum menatap istrinya. "Untuk saat ini, ayo kita tidur saja!" Devian merebahkan tubuhnya di samping sang istri.

Tangan kekarnya melingkar memeluk tubuh Alice, mengusir hawa dingin malam menjauh dari tubuh istrinya.

"Anda akan langsung tidur?" Tanya Alice dengan nada sedikit kecewa.

"Hmmm..  Aku lelah! Biarkan aku istirahat." Devian menyembunyikan wajahnya di tengkuk Alice, mencium aroma tubuh istrinya.

"Apa anda masih kesal?" Tanya Alice dengan nada lembut.

Devian menghela nafas panjang. "Aku tidak ingin membuat kesalahan lagi, untuk saat ini aku ingin menghabiskan waktu hanya berdua denganmu. Aku tidak ingin melukai atau memberikan beban lagi untukmu."

Alice hanya diam tak menjawab, malam yang sunyi berlalu begitu saja.

******

Malam semakin larut, Alexis berjalan keluar kamarnya menatap langit malam di Balkon kamarnya. "Howen!!" Alexis memanggil pengawal setianya.

Tak berapa lama pria berambut hitam muncul di belakang Alexis. "Ya, Yang Mulia!"

"Haruskah, kita kembali ke Malbork?" Alexis melirik ke arah Howen.

"Bukankah itu sudah menjadi kewajiban anda sebagai Raja Yang Mulia." Jawab Howen.

"Entahlah, aku merasa bosan dengan semua ini. Haruskah kita berkeliling?" Tanya Alexis lagi.

"Apa maksud anda?" Howen terlihat mengerutkan keningnya karena bingung.

"Aku ingin mencari suasana baru, aku akan bicarakan ini dengan mereka." Alexis menatap Howen. "Besok setelah acara pesta itu, aku akan bicara pada mereka."

"Apa anda yakin? Saya rasa Yang Mulia Ratu akan sangat sedih." Howen terlihat menatap Alexis ragu.

"Akan lebih baik jika, aku dan dia tidak berdekatan." Alexis terdiam sejenak. Memikirkan seluruh periatiwa yang belakangan ini menimpanya.

******

Di tempat lain, air samudra terlihat lebih tenang dari biasanya. Air laut yang dingin dan gelap, jauh di dalam samudra di titik terendah bumi. Tempat yang tidak pernah terjamah oleh manusia, berkumpul makluk-makluk laut. Seorang pria tengah duduk disinggasananya, rambut perak, dengan iris sebiru samudra, telinga yang menyerupai sirip ikan, wajah keriput tapi tak mengurangi sedikitpun ketampanannya.

Devil Child [ TAMAT]Where stories live. Discover now