Part 11

12K 1.1K 41
                                    

"Raja dari Malbork tidak memberi izin pencarian?" Tanya Devian seakan tak percaya. "Kenapa? Bagaimana dengan hadiahnya?" Tanya Devian menatap utusannya yang baru pulang dari kerajaan Malbork.

"Dia mengembalikan semuanya." Jawab pemimpin utusan itu.

"Aku sedang berbaik hati menawarkan perdamaian tapi dia menolaknya." Devian menatap kesal pada para utusannya.

"Sejujurnya ada sesuatu yang aneh dengan Raja Al." Kata salah satu orang di sana.

Devian menatap salah satu bawahannya itu heran. "Apa maksudmu?"

"Saya merasa pernah melihatnya, tapi saya tidak yakin." pria itu terlihat ragu-ragu.

"Panggil Torn untuk menemuiku hari ini, jika Malbork tidak mengijinkan kita untuk melakukan pencarian maka peperangan tak bisa dielakkan lagi." Devian menatap orang di ruangan itu bergantian.

"Ta.. Tapi Yang Mulia, peperangan bukan jalan yang terbaik."

"Dengar, jika dalam waktu kurang dari satu minggu kalian tidak mendapat informasi apapun tentang keberadaan anak pembangkang itu kalian juga akan mati. Aku tidak peduli, jika aku harus meratakan seluruh dunia untuk menemukan anak itu aku akan melakukannya." Kata Devian marah. "Sebaiknya kalian segera pergi, sebelum aku melakukan sesuatu yang tidak pernah kalian bayangkan."

"Ba.. Baik Yang Mulia!!" Dengan cepat mereka segera keluar dari ruangan itu.

*****
Alexis duduk di singgasananya yang cukup megah. Dia menopang dagunya dengan tangan kanannya. Sesekali iris merahnya melirik kearah para pejabat yang duduk di masing-masing kursi mereka yang terlihat lebih rendah dari singgasana Alexis.
"Ada masalah lain?" Tanya Alexis lesu. "Atau pendapat lain dan juga laporan lain?" terlihat Alexis menguap membuat matanya sedikit berair. "Kalian tahu, ini pertemuan paling membosankan yang pernah aku hadiri?" Kesal Alexis. "Ayo, kita akhiri saja, Aku ingin istirahat." Sambung Alexis seraya berdiri dari singgasananya.

"Ya.. Yang Mulia!" Panggil salah satu pejabat ragu.

Alexis menatap pejabatnya itu. "Ada apa?"

"Ru.. Rumor tentang buronan dari Lucery telah menyebar, sebagian rakyat khawatir jika.... "

"Itu berita bohong." Potong Alexis dengan nada datar. "Aku tidak ingin mendengar tentang kerajaan itu lagi atau apapun tentang mereka. Sebaiknya, kita akhiri pertemuan hari ini." Alexis segera melangkah pergi dari ruangan itu di ikuti oleh para pejabat kerajaannya.

Alexis duduk di salah satu kursi di dalam kamarnya, matanya terpejam meskipun dia tidak tidur. Tarikan nafasnya yang teratur, pahatan wajah yang terlihat sempurna.

"Pangeran!" Howen menunduk memberi hormat pada Alexis.

Tapi, Alexis sama sekali tidak merespon. Howen menatap wajah Alexis yang kini sedang tertidur.
"Sebaiknya, anda istirahat sejenak." Gumam Howen lirih.

*****
Seorang gadis tengah berlari tergesa-gesa menyusuri jalanan gelap hutan. Rambut coklat panjang terurai dan terlihat kusut dengan dedaunan yang terselip di beberapa bagian rambutnya. Sebilah pedang di genggaman tangannya, sayatan luka senjata tajam nampak masih mengucurkan darah segar dari lengan kanannya. Iris coklatnya sesekali melirik dengan waspada ke segala penjuru kalau-kalau ada seseorang yang mengikutinya.

Sesaat dia bersandar di balik pepohonan besar, dia kembali menoleh kebelakang dengan gelisah berharap tak ada seorang pun mengejarnya. Dengan nafas terengah-engah dia merosot ketanah. Dari sakunya gadis itu mengeluarkan sesuatu, sebuah kain putih yang sudah mulai usang dengan warna yang pudar. Dengan cekatan tangan mungilnya segera mengikat bagian atas lukanya.

Devil Child [ TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang