Alexis meraih lengan Rhodri mencengkram lengan lawannya itu dengan kuat. Sedikit demi sedikit kekuatan Alexis mulai tersedot oleh Rhodri. Membuat Alexis semakin melemah. Hingga Alexis menghentikan perlawanannya. Matanya mulai terpejam dan tanganya jatuh lemas.

Rhodri tersenyum dan melepaskan Cengkramannya di leher Alexis. Tapi, betapa terkejutnya Rhodri saat Alexis masih berdiri tegap di hadapannya. Iris merahnya berubah menjadi biru.
"Kau hanya bisa menyerap kekuatan iblis, bukan manusia." Tak menyia-nyiakan kesempatan Alexis menendang perut Rhodri membuatnya terhuyung kebelakang.

"Kekuatan manusiamu tak akan banyak membantu." Dengan cepat Rhodri melesat cepat.

Menghantam tubuh Alexis menyerang Alexis dengan kecepatan yang luar biasa hingga mata manusia Alexis tak bisa mengikutinya. Setiap pukulan tak dapat dihindari Alexis, hingga serangan terakhir sebuah tendangan di perutnya membuat pemuda itu terpental jauh.

Darah segar mengalir dari sela bibir Alexis yang tergeletak lemah. Tubuhnya penuh luka memar.
"Membuang waktu? Kau yang membuang waktuku." Rhodri berjalan menghampiri tubuh Alexis.

Iris abu-abunya menatap lurus ke arah kantong yang terikat di pinggang Alexis. Dengan mudahnya Rhodri menarik kantong itu dari pinggang Alexis dan membuka isinya. Sebuah apel hitam pekat, Rhodri tersenyum senang.
"Ck.. Menyedihkan... " Gumam Rhodri seraya melirik kearah Alexis.

Aslyn berlari cepat menghampiri Alexis, dia terlihat begitu cemas dan khawatir tapi saat dia melewati Rhodri lengannya di tahan oleh pria itu. "Jangan coba-coba menghianatiku.. " Rhodri melirik ke arah Alexis. "Nyawanya ada di tanganku, begitu juga denganmu." Rhodri melangkah meninggalkan Aslyn. "Kalian bersiaplah, bawa pangeran kecil kita. Ada tugas lain untuknya!!" Perintah Rhodri.

Aslyn terdiam saat melihat tubuh Alexis masih bergerak dan berusaha untuk bangkit. Tubuhnya seperti membeku, tubuh Alexis kehilangan begitu banyak energi. Tangan Alexis meraih sebuah belati perak di pinggangnya, saat dia bangkit dan berjalan tertatih ke arah Rhodri.

Crepppp....

Darah mengucur membasahi tanah di bawahnya, air bening menetes dari mata Alexis. Dia menatap ke arah orang di sampingnya, Aslyn mencoba menahan air matanya agar tidak jatuh.
"Itu... Untuk ayahku... " Gumamnya dengan suara begetar.

Sebuah belati berlumuran darah jatuh dari tangan Aslyn, tangannya bergetar entah apa yang baru saja dia lakukan. Alexis tersenyum sebelum dia ambruk ke tanah. Rhodri berbalik menatap Aslyn terkejut. Dengan cepat dia menghampiri gadis itu.
"Apa yang kau lakukan? Kau sudah gila? Dia tidak boleh mati... " Teriak Rhodri panik. "Kalian, cepat bawa dia!! Kita tidak boleh kehilangan dia." Perintah Rhodri cepat.

"Aku membalaskan dendamku." Gumam Aslyn dengan suara bergetar, gadis itu menatap Rhodri dengan air mata yang mulai jatuh. "Aku sedang membalaskan dendamku, bukankah itu yang kau inginkan."

"Tapi, bukan dia tujuan kita. Tapi, Devian!" Teriak Rhodri frustasi.

"Apa bedanya? Kau juga sama... "

"Dengar,  Gadis bodoh!! Tujuanku lebih besar, jadi tetap diam dan lakukan apa yang aku perintahkan." Rhodri menatap Aslyn penuh emosi.

"Apa kau rela mati untukku?" Aslyn menunduk menyembunyikan setiap kekecewaannya.

"Apa kau gila? Kau yang harusnya mati untukku. Sebaiknya lakukan tugasmu dengan benar setelah ini!!" Rhodri memperingatkan Aslyn sebelum melangkah meninggalkan gadis itu.

******
Torn beserta anak buahnya baru saja tiba, dari kejauhan dia melihat anak buah Rhodri menaikkan tubuh lemas Alexis yang penuh luka ke atas kuda.
"Yang Mulia!!" Seorang prajurit hendak mengejar Alexis tapi lengan Torn menghalangi mereka.

"Jangan gegabah, kita harus melaporkan ini apa Yang Mulia Devian. Kau kembali dan laporkan kejadian ini pada Yang Mulia Devian. Aku dan beberapa dari kalian akan mengikuti mereka, kita harus menjaga jarak dari mereka. Samarkan hawa iblis kalian dan jangan sampai mereka tahu keberadaan kita." Torn memberi perintah.

Beberapa prajurit langsung menghilang dan sebagian bersama Torn mengikuti anak buah Rhodri.

******
Di sebuah ruangan gelap, seorang masih memejamkan matanya. Rambut hitam pekat, dia seakan menikmati istirahatnya. Hingga, tiba-tiba kedua matanya terbuka lebar menunjukkan iris keemasan.
"Pangeran!!!" Howen langsung bangkit dari tidurnya.

Setelah berapa lama dia menghilang dan berpindah di ruangan remang-remang dimana Devian tengah berdiri di depan peti kaca istrinya.

Devian berbalik menatap Howen yang muncul sendirian. "Apa yang..." Belum selesai Devian bertanya iris matanya membulat menatap Howen yang menunduk penuh rasa bersalah.
"Dia... Dimana anak itu?" Devian dengan cepat menghampiri Howen dan mencengkram kerah leher pengawal putranya.

"Maaf, Yang Mulia! Pangeran memerintahkan saya untuk kembali." Howen terlihat begitu menyesali keputusannya untuk mematuhi Alexis. "Saya, tidak dapat merasakan kembali keberadaan Pangeran Alexis."

Devian berbalik cepat menatap ke arah istrinya. Perlahan setengah tubuh Alice mulai tenggelam ke dalam air. Devian menghampiri peti kaca itu. "Apa yang terjadi??" Devian menatap panik istrinya. Wajah Alice terlihat semakin pucat, tangan di atas dadanya perlahan turun kedalam air.

Seorang pria tua dengan jenggot putih muncul dengan terburu-buru berjalan menghampiri peti kaca. "Air dari danau mulai kehilangan kekuatannya, entah apa yang terjadi pada sumbernya. Jika, apel itu tidak segera di berikan pada Ratu dia akan.... "

Beberapa orang muncul di belakang Howen, menunduk hormat pada Devian. "Hormat untuk Yang Mulia Devian!" Sapa mereka pada Devian.

"Dimana Torn? Apa yang terjadi?" Devian menatap prajurit di hadapannya.

"Ampun Yang Mulia, kami datang terlambat. Prajurit dari musuh telah berhasil membawa pangeran dan mencuri apel iblis dari pangeran." Lapor mereka.

Devian menatap mereka tak percaya, Howen dengan cepat berbalik dan menatap garang ke arah mereka. "Katakan, kemana mereka membawa Pangeran Alexis?"

"Tuan Torn, sedang mengikuti mereka... "

Howen hendak melangkah pergi saat Devian menghentikannya. "Aku juga akan pergi!! Bagaimanapun aku membutuhkan apel itu secepatnya."

Howen mengangguk setuju.




Tbc....

Devil Child [ TAMAT]Where stories live. Discover now