"Ba... Bagaimana.. Kau... " Aslyn terlihat kebingungan.

Alexis berjalan mendekat kearah Aslyn dengan senyum menggoda. "Kenapa? Kau senang aku masih hidup? Panah itu beracun dan sangat mematikan bagi manusia, tapi sebagian dari diriku kebal terhadap racun apapun." Alexis mengedipkan matanya.

"Dasar brengsek!! Aku sudah berpikir kalau kau akan mati." Aslyn menatap Alexis marah.

"Bukankah itu lebih baik? Sekarang kau bisa menyatakan semua perasaanmu padaku." Goda Alexis.

"Lebih baik, kau mati saja!!" Teriak Aslyn kesal dan berjalan menjauh dari Alexis.

Alexis menatap Howen bingung. "Kenapa dia malah marah padaku? Dia yang mengatakan kalau dia suka padaku kan?"

"Maaf, Yang Mulia saya tidak mengerti." Jawab Howen seraya membungkuk meminta maaf.

Alexis terdiam tak percaya menatap pengawalnya. "Lupakan saja, tak seharusnya aku membicarakan ini denganmu." Alexis menghela nafas panjang.

*****
"Gghhhggrrrr..." Terdengar suara geraman kesakitan dari seseorang.

"Kekeke..." Terdengar kekehan mengejek seseorang.

Adrian muncul dalam cermin, menatap anaknya yang merintih kesakitan. "Bukankah itu terlalu kuat, sudah ku katakan buat ramuannya lebih dulu. Darah dari kaum duyung akan membuatmu kekal Rhodri dengan itu tubuhmu akan dapat menerima setiap jiwa iblis yang kau serap."

"Diam... Kau...!!" Rhodri melempar sebuah fas kearah cermin.

Prang....

Cermin tersebut pecah, pantulan Adrian terlihat semakin banyak. Pantulan suara tawa dalam ruangan terus menggema memenuhi kepala Rhodri.

Kkrraakkk... Kraaakkk...

Perlahan cermin yang pecah menyatu kembali menjadi utuh. "Kau terlihat menyedihkan, karena itu kau tidak akan pernah menjadi lebih baik darinya."

"Ggggrrraaaaa... " Suara teriakan Rhodri memenuhi seluruh Kastil Timur.

******
Alexis mencoba menyusul langkah cepat Aslyn di depannya. "Hmm..  Kau yakin, tidak ada yang ingin kau sampaikan padaku." Alexis terus menggoda Aslyn.

Aslyn berhenti dan menatap tajam Alexis. "Semua yang aku katakan adalah bohong, agar kau cepat sadar... "

"Apa aku akan dengan mudah percaya?" Alexis membungkuk mensejajarkan matanya dengan Aslyn. "Tapi matamu mengatakan sebaliknya, sepertinya kau harus segera mengatakannya padaku. Katakan saja, aku tidak akan tertawa."

Aslyn memegang pundak Alexis yang terluka dan menekan luka itu. "Aaaahhhhh... " Alexis merintih kesakitan.

Dengan sigap Howen menatap ke arah Alexis. "Jangan main-main denganku!" Aslyn memperingatkan dan berjalan meningglkan Alexis.

"Ck.. Dia cukup keras kepala." Alexis menatap punggung Aslyn. "Tapi aku suka!!" Langkah cepat Alexis segera menyusul Aslyn.

"Bisakah, kau menjauh dariku?" Tanya Aslyn kesal.

Alexis menggeleng cepat. "Tidak!" jawab Alexis singkat.

"Rasanya aku ingin membunuhmu." Teriak Aslyn kesal.

"Jika aku mati, kau akan menangis lagi." Alexis mengedipkan sebelah matanya.

Aslyn menatap Alexis semakin emosi. Sepanjang jalan Alexis terus menggoda gadis yang bersamanya. Hingga mereka sampai di ujung hutan.

Daerah bebatuan tandus, langit-langit gua memberi kesan semakin menyeramkan. Bagian dalam terlihat gelap.
"Tempat apa ini?" Tanya Aslyn.

Mata gadis itu membulat sempurna, rasa kagum dan juga takut berpadu menjadi satu. Suasana bagai neraka, bebatuan hitam pekat yang memiliki retakan menyala kemerahan bagai lava panas. Langit-langit gua hanya menunjukkan cahaya temaram ke merahan.
"Lembah kematian, sedikit lagi kita akan sampai." Guma Alexis.

Alexis hendak melangkah ke area tersebut, tapi langkahnya terhenti saat Aslyn menahan lengannya. "Jangan, aku rasa di sana berbahaya."

Alexis menatap gadis itu, terlihat jelas raut wajah takut, khawatir dan gelisah di wajahnya yang cantik.
"Tidak apa-apa." Alexis tersenyum.

Tangan Alexis meraih jemari lentik Aslyn yang menahan lengannya dan dari lengan tangan Aslyn kini di pindahkan Alexis ke genggaman tangannya.

Gadis itu menatap iris merah Alexis dalam, Alexis membalasnya dengan senyuman. "Kau akan baik-baik saja, akan ku pastikan itu."

Aslyn hanya mengangguk entah apa yang membuatnya percaya pada Alexis.
"Howen, kau siap?" Alexis menatap Howen di sampingnya.

Howen mengangguk mantap mengiyakan.

*****
"Kalian sudah mendapat informasi tentang siapa pengguna segel terlarang itu?" Devian menatap satu persatu orang dalan ruangannya.

"Ampun Yang Mulia, sangat sulit mendeteksi pengguna segel tersebut. Seperti ada kekuatan lain yang menghalangi kami untuk melacak kekuatannya." Jelas salah satu prajurit yang di tugaskan Devian. "Bahkan beberapa dari kami ada yang menghilang." sambungnya lagi.

"Akan gawat kalau dia menangkap kalian dan menyerap semakin banyak jiwa iblis. Haruskah aku turun tangan sendiri?" Devian terlihat berfikir.

"Untuk saat ini, kami masih bisa menanganinya yang mulia."

"Baiklah, lacak dimana mereka berada. Jangan mendekat atau melawan mereka, langsung berikan informasinya padaku. Jika sampai dia menyerap semakin banyak jiwa Iblis itu akan sangat berbahaya."

"Baik, Yang Mulia!!"

"Baiklah, kau boleh pergi."

Prajurit itu langsung memberi hormat pada Devian sebelum pergi.
"Sebaiknya, kau cepat kembali sebelum keadaan menjadi lebih buruk." Gumam Devian.

Tbc....


Maaf...  Untuk sementara author mungkin blm bisa update lagi, krn minggu ini author ada test tulis jadi author ingin fokus dengan persiapan test...  😳 sesi wawancara juga belum bisa author selesaikan jadi sebagai gantinya author up part 22.. Semoga readers tidak kecewa.. 😢 mohon maaf apa bila ada kesalahan kalimat, maupun Typo dimana-mana author belum sempat baca ulang part ini..  😂😂 baiklah, selamat membaca...  Di tunggu vomentnya ya...  ⭐⭐ 😘
Doakan semoga author bisa lolos seleksi kali ini..  🙇🙇🙇🙇🙇 mohon doanya dari semua readers semua..  🙇🙇🙇

Devil Child [ TAMAT]Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt