Bab 27 - Don't Hate Me

Beginne am Anfang
                                    

Setelah memastikan semua itu, barulah Arman meninggalkan rumah dengan Luki. Ia bertanya tentang tanda-tanda keberadaan Ryan dari rekaman CCTV sekitar yang didapatkan Luki.

"Ryan meninggalkan kota ini, Pak. Berdasar rekaman CCTV yang berhasil kita dapat, Ryan ada di luar kota," beritahu Luki. "Tapi itu rekaman di hari Ryan kabur. Kemungkinan besar saat ini dia udah pindah ke kota lain, jadi kita masih berusaha ngejar jejaknya, Pak."

Arman mendesah berat. "Apa ada cara lain yang lebih cepat?"

"Kita udah ngerahin semua orang kita, Pak," ucap Luki.

Arman memejamkan mata. Teringat keadaan Evelyn tadi, ia tak bisa untuk tidak cemas. Ia harus segera menemukan Ryan.

***

Evelyn tak ingat sudah berapa hari dia mengurung diri di kamar. Namun hal terakhir yang diingatnya sebelum ia tak sadarkan diri di luar pintu kamarnya adalah bunga tulip putih yang dibawakan Riani untuknya. Entah untuk yang keberapa kalinya. Jelas, dari Arman.

Dan saat Evelyn membuka mata, ia mendapati dirinya berada di ruangan serba putih. Jelas ini di rumah sakit, mengingat aromanya juga. Evelyn mengernyit ketika merasakan perutnya sakit. Ia berusaha untuk duduk, ketika didengarnya seruan seseorang yang baru memasuki ruangan itu,

"Evelyn!"

Jantung Evelyn seolah melompat dari tempatnya saat melihat Arman. Rambutnya berantakan, wajahnya tampak lelah, pakaiannya juga .... Meski begitu, ketika melihat wajah itu, campuran perasaan dari amarah, kesal, kecewa, juga kerinduan, membuncah di dadanya.

Evelyn nyaris menangis saat Arman memeluknya. Begitu erat, hingga Evelyn kesulitan bernapas. Ia berusaha mendorong Arman. Pria itu akhirnya melepaskan Evelyn, tapi ia menatap wajah Evelyn lekat. Merasa canggung, Evelyn memalingkan wajah darinya.

"Kamu ngapain di sini? Kamu udah nemuin Ryan?" tuntut Evelyn dengan nada dingin, meski hatinya terasa sakit.

"Maafin aku, Evelyn. Aku ..."

"Kalau gitu, kamu bisa pergi," usir Evelyn dengan tatapan tajam.

Arman tak protes, tak mendebatnya. Padahal jauh di lubuk hatinya, Evelyn ingin pria itu tetap berada di sampingnya. Bahkan dulu, ketika Evelyn mengusirnya, pria itu juga pergi. Dasar bodoh.

"Karena kamu udah bangun, ya, aku bakal pergi," Arman berkata seraya tersenyum.

Evelyn mengepalkan tangannya kuat-kuat, berusaha menahan air matanya. Namun kemudian, ia merasakan perutnya sakit. Evelyn mengernyit menahan sakit.

"Evelyn? Kamu kenapa? Ada yang sakit?" tanya Arman sembari memegangi bahu Evelyn.

Evelyn sudah akan mengusir Arman, tapi sakit di perutnya semakin parah. Evelyn mengerang kesakitan saat merasakan perutnya seolah diiris. Ia mendengar suara panik Arman memanggilnya.

Evelyn akhirnya mencengkeram lengan Arman saat sakitnya semakin parah. Perlahan ia mulai kehilangan kesadaran, meski tidak sepenuhnya. Ia kemudian samar melihat kedatangan orang-orang berpakaian serba putih. Lalu ia mendengar suara ribut. Mereka menyuntikkan sesuatu ke infus, entah apa. Evelyn tak bisa mendengar dengan jelas.

Namun beberapa saat kemudian, rasa sakit di perutnya berkurang. Dan ia mendengar suara Arman,

"Dia kenapa, Dok? Apa ada masalah? Dia kesakitan banget tadi, Dok. Apa itu karena kegugurannya?"

Evelyn mengernyit. Keguguran? Apa maksud Arman itu?

Perlahan rasa sakit di perutnya memang mereda, tapi begitu pun kesadarannya. Meski begitu, saat kerumunan orang berpakaian putih tadi pergi, Evelyn merasakan seseorang menggenggam tangannya. Arman.

Marry Me or Be My Wife (End)Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt