Bab 3 - The Broken Heart Bride

166K 8.1K 127
                                    

The Broken Heart Bride


Evelyn menahan napas saat bibir Arman menyentuh bibirnya. Mengejutkannya, pria itu menciumnya dengan lembut. Arman mengakhiri ciumannya tepat ketika Evelyn sudah kehabisan napas. Belum reda keterkejutan Evelyn karena ciuman lembut Arman, ia mendapati dirinya kembali terkejut saat Arman tersenyum padanya.

Evelyn reflek memejamkan mata ketika Arman kembali mendekatkan wajahnya ke wajah Evelyn. Samar ia mendengar dengusan pelan Arman, sebelum dirasakannya ciuman lembut di keningnya. Ketika Arman menarik diri, Evelyn melihat pria itu tersenyum geli, tampak terhibur. Ugh, memalukan sekali.

Dibiarkannya Arman menggenggam tangannya saat pria itu membawanya ke tempat duduk mereka. Selama beberapa menit, Evelyn hanya mendengar Arman berbicara, mengucapkan terima kasih pada para tamu undangan yang datang ke pesta pernikahan mereka.

Berikutnya, ketika para tamu undangan mulai mendatangi meja mereka untuk mengucapkan selamat kepada mereka, Evelyn memasang senyum di wajahnya. Di sebelahnya, ia bisa melihat Arman melakukan hal yang sama. Mendadak, Evelyn penasaran, apa yang ada di kepala pria itu? Apa yang dirasakan pria itu?

Evelyn bahkan tak sempat untuk meratapi hatinya yang baru saja patah. Kepalanya begitu penuh akan banyak hal, pernikahan, tamu undangan, keluarganya, pria yang kini menjadi suaminya, hingga ia tak sempat memikirkan kenyataan bahwa kisah cintanya sendiri sudah berakhir. Dengan menyedihkan.

Evelyn tersentak pelan ketika merasakan seseorang menyentuh pipinya. Ia menoleh kaget mendapati Armanlah pelakunya. Apa lagi yang akan dilakukan pria ini?

"Kamu mau makan? Minum?" tawar Arman lembut.

Evelyn mengerutkan kening bingung, tapi kemudian ia sadar jika Arman melakukan ini untuk image pernikahan mereka ketika salah seorang tamu yang datang ke meja mereka berkomentar,

"Arman perhatian sekali ya, sama istrinya."

Arman tersenyum pada pria paruh baya yang barusan berkomentar.

"Papamu mendidikmu dengan baik, ya?" lanjut pria paruh baya tadi.

"Terima kasih untuk pujiannya, Pak Hendri," Arman menjawab seraya tersenyum.

Kemudian Evelyn mendengar mereka melanjutkan pembicaraan sebentar mengenai proyek entah apa. Huh. Jelas saja dia mementingkan image. Apalagi kalau bukan demi pekerjaan yang sangat dicintainya itu.

Seharian itu, Evelyn tak ingat berapa banyak orang yang mengucapkan selamat padanya, siapa saja yang mengucapkan selamat padanya. Pikirannya tidak hanya penuh, tapi juga kacau. Ia tak bisa memikirkan apa pun lagi.

Baru ketika Evelyn sudah berada di mobil dalam perjalanan ke rumah Arman, ia kembali bisa berpikir. Gambaran kejadian seharian tadi berputar di kepalanya. Ketika orang-orang tanpa henti mengucapkan selamat padanya, ketika ia melihat orangtuanya menangis haru, ketika Ryan tampak menghindarinya, juga ... ketika Dani meninggalkannya.

Keheningan di mobil itu membuat rasa sakit di dada Evelyn semakin terasa. Perlahan amarah mulai memenuhi dirinya. Rasa sakit ini, ketidakadilan ini ....

"Kita nggak bakal pergi ke mana pun buat bulan madunya," tiba-tiba Arman berbicara. "Aku nggak bisa ninggalin perusahaan dalam waktu dekat ini."

Evelyn menatap pria itu tajam. Berbeda dengan Evelyn, Arman tampak begitu tentang, santai, seolah pernikahan mereka ini bukan apa-apa.

"Minggu depan kayaknya ada undangan pesta. Besok aku bakal kirimin sekretaris buat kamu, buat ngatur jadwalmu," Arman melanjutkan.

Pria ini benar-benar tidak punya hati.

Marry Me or Be My Wife (End)Where stories live. Discover now