Bab 20 - Surprise Hug

133K 6.4K 187
                                    

Surprise Hug

Pagi itu, ketika Arman memasuki ruang makan, dilihatnya Evelyn dan papanya sudah di sana. Keduanya sedang membicarakan sesuatu. Evelyn tersenyum geli mendengar gurauan papanya. Pemandangan itu membuat dadanya menghangat.

Ketika Evelyn melihat Arman, gadis itu berseru, "Oh, kamu udah bangun?"

Arman tersenyum. "Pagi, Evelyn," sapanya. "Pagi, Pa."

Papanya mengangguk. "Kalian akhir pekan gini nggak keluar? Jalan-jalan atau liburan, gitu?"

Arman belum sempat menjawab ketika Evelyn lebih dulu berkata,

"Sebenernya hari ini Evelyn mau ajak Arman jalan-jalan, Pa. Tapi Evelyn nggak tau tempat favorit Arman."

"Pantai," papanya berkata, tak memberi Arman kesempatan. "Waktu kecil dia paling suka ke pantai. Tapi sejak kuliah, dia nggak pernah lagi ke pantai, sampai sekarang."

Evelyn menatap Arman heran. "Sama sekali nggak pernah lagi?"

"Cuma kalau buat urusan kerjaan, biasanya ngecek resort," Arman menjawab enggan. Kenapa pula papanya harus menyebutkan tentang pantai pada Evelyn?

"Kalau gitu, hari ini kita jalan-jalan ke pantai," putus Evelyn.

Arman sudah akan menolak, tapi papanya menanggapi Evelyn,

"Iya. Kalau perlu, kalian nginep aja sekalian."

"Papa juga mau ikut?" Evelyn tiba-tiba menawarkan.

"Ngapain Papa ikut?" Arman tak tahan untuk protes, membuat Evelyn dan papanya menatapnya bersamaan.

"Ya kan, kita bisa liburan bareng," Evelyn berkata.

Syukurlah, papanya kemudian membalas,

"Papa mau istirahat di rumah aja, Evelyn."

"Kalau gitu, nanti Evelyn bawain oleh-oleh buat Papa," ucap gadis itu.

Arman mendengus pelan dan menatap Evelyn. Sejak pernyataan Evelyn di ruang kantor Arman beberapa hari lalu, gadis itu benar-benar menepati kata-katanya. Setiap pagi dia membuat sarapan untuk Arman. Lalu menyiapkan pakaian kerja Arman juga. Siangnya, dia akan ke kantor dan menemani Arman makan siang. Sorenya, dia menunggu Arman pulang di ruang tamu. Bahkan malam hari sebelum tidur, gadis itu bertanya tentang kegiatan Arman di kantor.

Arman tidak mengeluh. Sama sekali tidak. Ia malah senang. Namun setiap kali teringat alasan Evelyn melakukan itu, Arman merasa ... entahlah. Ia tidak merasa begitu suka alasan Evelyn melakukan semua itu. Seandainya dia melakukan itu karena keinginannya, untuk Arman, bukan karena ia sudah tahu apa yang Arman lakukan untuknya, Arman tidak akan meminta apa pun lagi.

Usai sarapan, Arman dan Evelyn bersiap untuk keluar. Namun saat Arman baru saja membuka kunci mobil, Evelyn merebut kuncinya dan membuka pintu penumpang di depan, tapi tidak masuk.

Arman mengangkat alis. "Ini maksudnya apa?"

"Hari ini aku yang nyetir," jawab Evelyn.

Arman kontan menggeleng. "Kamu sebutin aja ke mana tujuanmu, biar aku yang nyetir."

Evelyn balas menggeleng. "Hari ini aku mau nyetir sendiri," ia berkeras.

Arman menatap Evelyn beberapa saat. Jelas gadis ini tak akan mengalah dengan mudah. Ia pun akhirnya mengalah dan duduk di kursi penumpang. Namun Evelyn tidak berhenti sampai di situ.

Begitu Evelyn juga masuk ke mobil dan duduk di kursi kemudi, gadis itu tiba-tiba mencondongkan tubuh di depan Arman, mengejutkannya.

"Ini ... apa lagi?" tuntut Arman.

Marry Me or Be My Wife (End)Where stories live. Discover now