Bab 9 - Jealousy?

142K 7.4K 252
                                    

Jealousy?


Ketika Arman bangun pagi itu, Evelyn tidak ada di sebelahnya. Arman mendesah berat sembari beranjak duduk dan turun dari tempat tidurnya. Ia masuk ke kamar mandi, tapi alih-alih segera mandi, ia menatap cermin di depan wastafel kamar mandi cukup lama.

Kejadian semalam kembali berputar dalam kepalanya. Semuanya baik-baik saja saat mereka dalam perjalanan ke pesta. Hingga Intan muncul. Arman tak mengerti, kenapa Evelyn begitu mempermasalahkan wanita itu. Bagi Arman, wanita itu bahkan tak berbeda dengan sekian banyak orang yang ada di pesta itu. Arman bahkan tak ada urusan pekerjaan dengan wanita itu, jadi ia berada di bawah orang-orang lain yang ada di pesta itu di daftar Arman. Bekerjasama dengan perusahaan ayahnya juga Arman tak pernah. Peduli pun tidak.

Memikirkan kejadian semalam hanya memperburuk suasana hati Arman. Apalagi di mobil semalam, Arman .... Oke, dia hanya marah. Sangat marah. Bisa-bisanya Evelyn menuduh Arman seperti itu. Gadis itu bahkan tak lagi mempedulikan image pernikahan mereka di depan Luki dan Riani. Dan apa katanya semalam?

Kami nggak bahagia.

Arman harus menahan diri untuk tidak meninju cermin di depannya. Ia menarik napas dalam untuk menenangkan diri sebelum akhirnya berjalan ke shower dan membiarkan air dingin mengguyur kepalanya.

Usai mandi dan mengenakan stelan kerjanya, Arman turun ke bawah. Riani yang sudah ada di bawah memberitahukan jika Evelyn tadi memasak untuk Arman dan sudah menunggunya di ruang makan. Jadi, meskipun dia marah pada Arman, dia akan tetap menjaga image perikahan sempurna mereka di depan orang-orang rumah?

Memasuki ruang makan, Arman melihat Evelyn duduk di kursinya biasa, masih belum menyentuh makanannya. Baru ketika Arman duduk di kursinya, gadis itu mulai makan. Tanpa menyapa Arman.

Arman mendesah berat dan mulai makan. Kali ini, tidak ada rasa asin dari nasi goreng buatan Evelyn itu. Bahkan, ini enak. Hanya saja, sikap diamnya Evelyn membuat nasi goreng ini terasa dingin. Arman lebih memilih memakan nasi goreng asin seperti minggu lalu, dengan ditemani senyum gadis itu, daripada ini.

Setelah menghabiskan sarapannya, Arman bangkit dari duduknya. Ia ragu untuk mendatangi Evelyn. Ia sudah memutuskan untuk pergi, ketika Evelyn menahan lengannya, tapi gadis itu tak mengatakan apa pun. Ia hanya mendongak dan menatap Arman.

Lucu bagaimana gadis itu menuduh Arman menjadikannya sebagai boneka, ketika gadis itulah yang membuat Arman menjadi bonekanya kini. Menuruti Evelyn, Arman menghampiri gadis itu. Kali ini, ia tidak langsung mencium kening Evelyn. Ia membungkuk untuk memeluk gadis itu, dan dirasakannya keterkejutan Evelyn.

Saat menarik diri, barulah Arman mencium kening Evelyn.

"Aku pergi dulu," pamit Arman.

Evelyn mengangguk, bahkan tersenyum. Senyum palsu. Arman yang tadinya sudah akan pergi, kembali membungkuk dan kali ini mencium bibir Evelyn. Sorot terkejut di mata Evelyn tampak jelas, tapi Arman tak mempedulikannya. Ini hukuman untuk Evelyn karena membuat Arman bingung tanpa jawaban seperti ini. Juga, untuk diamnya yang membuat Arman semakin frustasi.

Ketika Arman meninggalkan ruang makan, ia berpesan pada Riani untuk menjaga Evelyn. Sementara di halaman rumahnya, seperti biasa, Luki sudah menunggu Arman.

"Apa nggak pa-pa kalo Pak Arman ninggal Bu Evelyn sendirian hari ini?" tanya Luki begitu Arman masuk ke mobil.

"Ada Riani," jawab Arman. "Lagian, Evelyn nggak bakal bikin masalah kalau nggak mau buat orangtuanya cemas."

"Tapi semalem kayaknya Bu Evelyn marah banget, Pak," sebut Luki. "Kenapa Pak Arman nggak bilang aja ke Bu Evelyn kalau Pak Arman ..."

"Aku bakal ngurus masalah itu, Ki," sela Arman. "Ayah, Ibu sama Papa gimana?" tanyanya. "Nggak ada masalah di kantor Ayah?"

Marry Me or Be My Wife (End)Where stories live. Discover now