"Iya, Ar. Kamu bisa kasih tau Evelyn pelan-pelan," sambung papanya.

"Atau nggak, biar Ibu aja yang bilang ke Evelyn," usul ayahnya.

Arman memikirkan opsi itu. "Sebenernya minggu depan Arman sama Evelyn bakal nginep ke rumah Ayah."

"Nanti Ayah ngomong sama Ibu," ayah Evelyn berkata.

Arman mengangguk. Ia lalu menatap papanya.

"Papa nanti juga nggak pulang ke rumah?" tanyanya.

Papanya menggeleng. Ternyata, selama ini, karena terus mencari Ryan, papanya terus pergi ke luar kota. Pun setiap kali dia pulang, dia tidak akan pulang ke rumah karena takut Arman akan tahu tentang masalah Ryan itu.

"Habis ini, Papa mau coba cari Ryan ke luar pulau," ucap papanya.

"Papa bisa nyuruh orang-orang Papa," Arman berkata.

Papanya menggeleng. "Lebih banyak orang lebih baik. Karena itu kan, Papa sama ayahnya Evelyn ikutan nyari langsung."

Arman mendesah berat. "Arman juga bakal mulai nyari Ryan mulai hari ini."

Ia sudah berdiri, ketika ayah Evelyn memanggilnya.

"Ayah titip Evelyn, ya, Ar. Tolong jaga dia," pinta ayah Evelyn.

Arman tersenyum. "Kalau Ayah lupa, Arman selalu jagain dia."

Ayah Evelyn tersenyum dan mengangguk.

Saat Arman meninggalkan ruangan ayah Evelyn, Luki sudah menunggunya di luar. Ia mendengarkan laporan Luki tentang situasi yang didapatnya dari sekretaris papanya.

"Kita mulai ulang semua pencarian ke setiap kota, setiap pulau. Karena nggak ada rekaman dia keluar dari negara ini, jadi dia pasti masih ada di negara ini. Kerahin semua orang kita," instruksi Arman.

"Baik, Pak," sahut Luki. Dalam perjalanan menuju basement parkir, Luki menelepon seseorang, menjelaskan situasinya dan meminta semua orangnya segera berkumpul.

Begitu tiba di kantornya, Arman memanggil tim elitnya. Ia segera membagi tugas pada mereka untuk membantunya mengawasi perusahaan selama beberapa waktu. Arman ingin fokus mencari Ryan, tapi ia masih harus memonitor perusahaannya. Setidaknya dengan bantuan tim elitnya, dia bisa tetap memonitor perusahaan.

Saat tiba waktu makan siang, Arman turun ke lobi untuk menunggu Evelyn. Pikirannya yang tadinya kacau seolah mendapat udara segar saat melihat Evelyn, masih secantik biasanya, berjalan memasuki lobi kantornya.

Tak memedulikan kehadiran karyawan kantornya di sana, Arman menghampiri Evelyn, mencium bibirnya, sebelum memeluknya. Ia bisa merasakan keterkejutan Evelyn, tapi kemudian Evelyn balik memeluknya.

"Hari yang melelahkan, eh?" tanya Evelyn.

Arman tersenyum. Evelyn tak tahu apa yang harus Arman hadapi.

"Sekarang udah mendingan," balas Arman sembari melepas pelukannya. "Kamu pengen menu apa buat makan siangnya?"

"Apa aja yang kamu suka." Evelyn tersenyum, membuat dada Arman mengembang bahagia.

Langkahnya terasa ringan saat ia berjalan bersisian dengan Evelyn, dengan tangan bertaut erat.

***

Sore itu, Evelyn berdiri di samping jendela, mengintip ke bawah. Begitu ia melihat mobil Arman datang, bergegas ia menyambar rangkaian bunga di meja riasnya dan berlari turun. Tidak seperti biasanya, menunggu di ruang tamu, Evelyn berdiri di depan pintu, berniat mengejutkan Arman di sana.

Marry Me or Be My Wife (End)Where stories live. Discover now