The Killer One

2.1K 125 13
                                    


Di setiap kampus di seluruh penjuru negeri ini, paling tidak pasti pernah menemukan suatu jenis spesies dosen yang sangat killer dan sukses membuat berbagai mahasiswa ketakutan.

Spesies dosen killer tersebut terbagi menjadi dua jenis. Satu, killer karena memang orangnya disiplin dan strict dengan peraturan, biasanya ditemukan pada spesies-spesies berusia lanjut dengan gelar yang bertele-tele (kalo kayak gini ya mau bagaimana lagi). Dua, killer nya karena hal-hal yang gak masuk akal layaknya orang-orang bipolar.

Kalo ketemu spesies jenis kedua gitu, bisa apa kita?

Nggak terkecuali di FKG tempatku menuntut ilmu yang nggak ada habis-habisnya. Di fakultasku ini ditemukan sesosok spesies yang killernya nggak karu-karuan. Sebut saja beliau ini dokter Rena. Usia sekitar akhir 40 atau awal 50 ya pokoknya masih muda dan lumayan cantik. Taaaaapiiiiii...... ya itu tadi.....

Percuma lah cantik, muda, berbakat, gelarnya panjang ngalah-ngalahin rel kereta api tapi killer-nya gak karu-karuan.

Memang wajar sih kalo mahasiswa dimarah-marahin. Apalagi kami para koass yang biasanya tertindas karena sering dianggap gak bisa apa-apa. Kalo dimarahin karena emang kita salah sih wajar. Tapi kalo dimarahin karena hal yang sepele macem lupa memasang alas meja di dental chair –yang berujung dengan nilai untuk pekerjaan hari itu digugurkan, kan bener-bener gak masuk akal.

Ya inilah yang kutemui di kampus. Setiap beliau jaga di klinik, setiap beliau menampakkan batang hidungnya di ruang dosen, setiap beliau menjejakan langkahnya di ruang kelas, suasana berubah menjadi mencekam. Ibarat dementor, beliau ini bener-bener menyerap kebahagiaan.

Jantung para mahasiswa klinik biasanya saling beradu berdegup kencang kalo mau lapor menghadap ke beliau. Teriakan-teriakan yang nggak masuk akal sering kali terucap dari mulutnya setiap kali selesai menghadap untuk lapor.

Lagi-lagi, kami sebagai mahasiswa klinik yang serba salah, bisa apa. Kami tidak punya kekuatan untuk melawan. Bahkan untuk sekedar membantah perkataannya tidak ada yang berani.

Pernah suatu ketika ada salah satu kakak tingkat yang sedang menjalani ujian dengan salah satu pengujinya dia. Si kakak tingkat baru saja mengemukakan jawaban. Tiba-tiba dokter Rena dengan santainya memotong jawaban seniorku dan berkata "mbak kamu nggak lulus."

Satu kalimat yang amat sangat ngejleb. Bahkan dua penguji lainnya belum sempat berkomentar atau memberikan pertanyaan, si kakak tingkat sudah di cap "tidak lulus" dengan dokter Rena. Dua penguji lainnya juga tidak bisa berkomentar apa-apa karena mereka sudah tahu betapa gilanya dokter Rena. Kalo beliau udah ngomong A, gak ada siapa pun yang bisa mengubah omongannya. Mungkin cuma teguran dari Tuhan yang bisa membuat dia berubah pikiran.

.

.

.

Salah satu tips untuk menjalani kehidupan yang tenang dan damai saat menjalani kejamnya dunia koass adalah bermain aman. Ya bermain aman, dengan cara menjauhi dosen-dosen yang terkenal killer. Sekali dua kali berhadapan atau lapor dan dibimbing dengan dosen killer sih ga masalah. Kalo sering-sering ya itu yang jadi masalah. Bisa bisa kita lulus dari dunia koass setelah Kim Jong Un mengundurkan diri jadi presiden Korut.

Salah satu dari ratusan ribu mahasiswa koass yang suka bermain aman adalah aku. Bayangkan, bermain aman saja langkahku di klinik masih terseok-seok. Gimana kalo dibimbing dosen yang killer nya gak ketulungan. Ngebayanginnya aja nggak berani. Terlalu horor.

Sebermain-bermain amannya aku. Aku nggak pernah nyangka kalo suatu hari nanti, langkahku yang udah terseok-seok penuh dengan keringat dan air mata ini bakalan kejegal oleh sesosok makhluk yang kayaknya masih sepupuan sama Dolores Umbridge.

Ding dong. Benar sekali. Apalagi kalo tak lain dan tak bukan, di salah satu departemen klinik di FKG aku mendapatkan beliau sebagai dosen pembimbing.

Lalalalala. Rasanya seperti ada ribuan paku menusuk-nusuk hati, berdarah-darah guys. Sekarang kehidupan klinikku berasa Full of Blood, Sweat, Tears. Yup kayak lagunya BTS yang super enak tapi kalo kehidupanku di klinik super enek.

Hampir seminggu aku nggak bisa tidur. Gimana nggak sedih coba, awalnya aku dibimbing dengan dokter Arman yang super duper berhati malaikat eh sekarang jadi dibimbing dokter Rena. Emang dokter Rena juga berhati malaikat sih, malaikat pencabut nyawa tepatnya ehe....

Malam-malam selanjutnya setelah muncul pengumuman pegantian dosen pembimbing, aku lupa rasanya tidur nyenyak. Setiap 2-3 jam sekali pasti kebangun dan kepikiran, harus apa aku kalo ketemu dokter Rena. Duh ngebayanginnya aja nggak kuat.

Kemudian akhirnya tibalah waktu dimana aku harus maju lapor ke dokter Rena. Mau nggak mau, dengan amat sangat terpaksa.

Siang itu, antrian untuk menghadap lapor ke dokter Rena bener-bener panjang. Beda tipis sama orang yang lagi ngantri sembako. Sambil menunggu antrian, mulut ini tidak ada hentinya komat-kamit membaca doa. Doa apapun. Mulai dari al-fatihah sampe ayat qursi semua aku baca sambil berharap semoga beliau moodnya baik. Saat giliranku tiba, hati yang sudah kupersiapkan untuk kuat dan teguh seperti batu karang mendadak menjadi hancur sudah.

Aku: Permisi dokter. Saya mahasiswa klinik angkatan 20XX, saya sebelumnya bimbingan dengan dokter Arman, tetapi untuk semester ini baru saja ada pengumuman pergantian dosen pembimbing, dan dokter Rena adalah dosen pembim... *ngomong belum selese*

Dokter Rena: Lho? Kenapa kok diganti sama saya? *nada tinggi dan nyolot abis*

Aku: *ngebatin dalam hati* ah elah gimana sih dok... dosen yang lain aja pada tau kalo ada pergantian jadwal pembimbing

Aku: Mm begini dok dikarenakan pada saat hari kerja saya dokter Arman off tidak jaga klinik jadi...

Dokter Rena: Kata siapa kamu? Semua jaga. Semua pasti di klinik. Nggak ada yang namanya off. Kamu berarti gak paham

Aku: *bingung* ngg iya.. baik dok kalo begitu saya tanyakan lagi ke dokter Arman *dengan suara bergetar* *langsung melipir*

Tanpa pikir panjang sebelum diusir karena hal yang bukan salahku, aku langsung mundur balik badan dan meninggalkan sepupu Umbridge dengan jantung yang berdegup kencang.

Saat itu aku berpikir bagaimana bisa cuma do'i seorang yang nggak tau kalo ada pergantian jadwal pembimbing sedangkan dosen yang lain udah pada tahu, bahkan malah ada dosen pembimbing yang dengan sengaja mengumpulkan anak bimbingnya untuk diberikan pengarahan lebih lanjut. Sedangkan si dementor satu itu, bukannya ngasih pengarahan atau apa eh malah nyemprot balik anak bimbingnya.

Tak lama kemudian beberapa temanku datang menghampiriku.

"Gimana-gimana? Diapain aja tadi, kok kayaknya kamu dibentak-bentak gitu"

Ya beginilah teman-temanku, paling doyan kepo kalo ada mahasiswa yang abis kena semburan api naga dokter Rena. Sebenarnya maksudnya baik sih, supaya mereka bisa ngira-ngira mood nya dokter Rena waktu itu kayak gimana. Tapi kadang kalo abis dibikin ngedown atau kesel sama si nyai kanjeng jadi bikin males cerita.

Akhirnya aku menceritakan kembali reka ulang kejadian fantastis yang baru menimpaku, beberapa temanku wajahnya mendadak jadi pucat.

"Mampus. Aku juga ganti pembimbing sama dokter Rena."

Aku hanya bisa tersenyum getir sambil menepuk bahu temanku tadi. "Welcome to the hell guys, hehe."

At least, bukan aku doang yang keseret ke neraka jahanamnya dokter Rena :)

To be continued....

CATATAN GILA CALON DOKTER GIGIWhere stories live. Discover now