Bab 24 - Unseen Storm

Mulai dari awal
                                    

"Itu, aku yang pengen," balas Arman, membuat jantung Evelyn berdegup kencang. Seandainya saja ...

"Awas, minggir. Aku mau turun," usir Evelyn.

Arman tergelak seraya menepi, tapi ia mengulurkan tangan untuk memegangi Evelyn. Dengan Arman memeganginya, Evelyn turun dari mobil dan menatap sekelilingnya.

"Kayaknya rame, ya?" Evelyn bergumam.

"Besok aku buatin sendiri deh taman kayak gini, buat kamu doang," Arman kembali menggodanya.

Evelyn menyikut lengan Arman, membuat pria itu tergelak puas. Melihat tawa Arman, Evelyn tersenyum juga. Belakangan, ia punya banyak alasan untuk tersenyum. Karena Arman.

Salah satunya, ketika Arman tiba-tiba datang ke kelas masaknya dan menemaninya sampai kelas usai, membuat wanita lain yang ikut kelas itu iri pada Evelyn. Juga, ketika pria itu menunggu Evelyn di lobi saat jam makan siang dan menyiapkan kejutan dengan bunga lilac ungu favorit Evelyn. Dari Riani, Evelyn mendengar jika sejak kejadian itu, di kantor ramai tentang berita betapa romantisnya Arman.

Evelyn tersentak pelan ketika Arman meraih pinggang Evelyn dan menariknya ke arah pria itu.

"Kalau jalan, jangan sambil ngelamun," bisik Arman di sebelahnya, sementara Evelyn akhirnya mendapati dirinya nyaris menabrak pintu masuk taman itu.

Evelyn bisa merasakan wajahnya memanas. Malu.

"Untung tadi nggak nyangkut di sana," Arman lagi-lagi menggoda Evelyn saat mereka masuk ke taman itu.

"Terusin deh, kayak gitu. Aku pulang sendiri," ancam Evelyn.

"Emangnya kamu tau jalannya?" Arman masih berani melanjutkan.

Evelyn menarik diri dari Arman dan benar-benar berbalik pergi, tapi Arman menangkap lengannya dan menariknya kembali ke pria itu. Evelyn sudah akan protes, tapi bibir Arman membungkam bibirnya.

"Jangan pergi ke mana pun tanpa aku," Arman berkata, membuat jantung Evelyn kembali berdegup kencang.

"Siapa juga yang dari tadi bikin aku kesel," desis Evelyn kesal.

"Kamu keliatan makin cantik kalau lagi kesel atau cemberut," balas Arman, mengejutkan Evelyn.

Namun itu belum cukup, Arman kembali mengejutkan Evelyn dengan ciuman singkat di bibirnya.

"Ayo jalan-jalan," ucap pria itu seraya menautkan tangan mereka.

Evelyn menunduk menatap tangan mereka yang bertaut, sementara degup jantungnya semakin menggila.

'Heart, please!'

***

Arman tak dapat menahan senyum saat mendapati Evelyn masih lelap di pelukannya. Ia menunduk untuk mencium kening Evelyn. Teringat keterkejutan Evelyn semalam saat Arman ikut masuk ke kamarnya, Arman tersenyum geli.

Bahkan ketika mereka menginap di rumah orang tua Evelyn, mereka juga tidur di kamar yang sama. Itu pun bukan sekedar tidur. Apa Evelyn pikir, Arman akan mau tidur di kamar terpisah darinya? Jangan bercanda.

Arman menyelipkan rambut Evelyn ke balik telinganya, sebelum menunduk dan mencium puncak kepalanya. Rasanya, setiap kali Arman melihat Evelyn, istrinya ini hanya tampak semakin cantik.

Evelyn bergerak pelan di pelukan Arman, sebelum membuka matanya. Istrinya itu mendongak dan melempar senyum pada Arman. Tanpa ragu, Arman menunduk, mencium bibirnya singkat. Arman sudah akan mencium Evelyn lagi ketika Evelyn menahan bahunya.

"Aku laper," ucap Evelyn.

Arman tersenyum geli. Ia menunduk dan mendaratkan ciuman singkat lain di bibir Evelyn sebelum turun dari tempat tidur. Setelah mandi, Arman segera turun dan memasak. Untuk pertama kalinya, Evelyn terbangun dan menyapanya dengan kalimat,

Marry Me or Be My Wife (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang