BAB 9 -Cabe Cabean-

3K 345 48
                                    

Ps: Disini mengandung bahasa yang terlalu kasar, jadi jangan ditiru yah ders... Tiru yang baik-baiknya aja. Kalau yang begitunya jadiin pembelajaran supaya gak ngelakuin itu :') *gue berasa jadi emak-emak yang nasehatin anaknya:v*

***

'Cinta lebih mudah dirasakan daripada dimengerti. Mungkin itu sebabnya Cinta lebih membutuhkan balasan daripada alasan.'

***

"Baal... Kamu pulang sekolah-"

"Plis. Gue gak suka pake 'aku-kamu' itu terlalu alay, ngerti?" balas seorang yang dipanggil 'Baal' memotong ucapan gadis yang hanya tersenyum tipis mendengar jawabannya tersebut.
"Ta... Tapi lo mau kan nant-"

"Gue mau belajar. Gak ada waktu." lagi-lagi pria itu memotong. Tatapannya menyiratkan bahwa ia enggan melihat dan mendengar gadis di depannya itu

"Bentar aja Baal... Aku maksudnya gue udah nyiapin buat-"

"Apa?"

Gadis itu hanya menggeleng pelan. Menutup matanya perlahan. Menahan agar air mata itu tidak terjatuh. Sesak. Namun sebisa mungkin gadis itu tersenyum seperti biasa.

"Oke. Gak papa kalau gak bisa. Maaf tadi maksa." gadis itu lagi-lagi tersenyum membuat pria yang tengah berdiri di depannya menghela nafas.

"Gue rasa gue mesti ngomong semuanya sekarang. Dengerin (nama kamu)... Gue mau kita berhenti sampai sini. Gue gak bisa lanjutin hubungan gak sehat kayak gini. Sori (nam...)," kata pria itu dingin. Lalu berlalu begitu saja tanpa memedulikan seberapa menyakitkannya kata-kata itu bagi gadis yang kini hanya tersenyum bodoh sembari menatap sapu tangan hasil jaitannya sendiri.

Ia jadi mengingat bagaimana susahnya ia menjahit gambar wajah tampan itu. Bagaimana sulitnya hingga ia begadang setiap malam sampai di kelas tertidur dan ditegur guru.

"Ini kado ulang tahun kamu Baal..." ucapan lirih itu membuat Benteng pertahanannya sendiri luruh seketika. Matanya berair. Sesak. Sakit. Perih. Rasanya tidak ada kata yang pantas untuk menggambarkan hatinya kali ini. Benar-benar seperti ditampar ribuan kali oleh sesuatu yang tidak bisa ia hentikan. Seperti dijatuhi bobot dengan jutaan kilo ke dalam hatinya. Gadis itu mendekap mulutnya. Begitu gampangnya pria itu memutuskan semuanya secara sepihak bahkan tanpa memberikan penjelasan sedikit pun mengapa ia memutuskan gadis yang mengisi hari-harinya itu.

"(Nama kamu)!" gadis itu terperanjat dan segera mengusap wajahnya. Ada air yang membekas dipipinya. Sedikit merasa sesak atas apa yang dialaminya tadi.

"Bisa-bisanya kamu tidur di jam pelajaran saya! Keluar!" guru dengan postur tubuh besar itu menunjuk pintu keluar.

Tanpa pikir panjang, gadis itu segera berdiri. Tanpa membantah atau membela sedikit pun apa yang telah dilakukannya. Gadis itu benar-benar pasrah.

"Bu... (Nama kamu) bukan tidur tadi. Dia lagi nulis materi, ya kan (nam...)?" Iqbaal membela sembari menatap (nama kamu) yang tanpa sedikit pun menghiraukannya.

"Kamu belain dia?" guru tersebut semakin garang.

"Iya. Saya belain (nama kamu)," balas Iqbaal tenang. Tidak ada sedikitpun ketakutan yang tergambar pada siluet tampannya itu.

"Kamu juga keluar!" tegas sang guru geram dengan tingkah Iqbaal.

"Yaudah, yuk (nam...)," santai Iqbaal tanpa sedikit pun kernyitan penyesalan pada wajahnya. Pria itu segera menarik tangan (nama kamu) yang hanya diam itu keluar.

"IQBAAL!!! AWAS YAH KAMU! SAYA GAK AKAN BUAT KAMU MASUK SETIAP JAM PELAJARAN SAYA!!!" teriak sang guru sama sekali tidak dihiraukan. Iqbaal sudah gila sekarang. Itulah pikiran yang terlintas pada siswa yang menyaksikan tragedi tadi.

Gagal Move On •IDR•Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang