BAB 4 -Lagi-

4.1K 398 37
                                    

'Kadang kita gak perlu alesan buat jatuh cinta sama seseorang. Begitupun saat kita menginginkan orang itu kembali.'

***

"Iqbaal... (Nama kamu)... Lo berdua dipanggil ke ruang guru sekarang!" Rizky, ketua kelas XII-IPA-2 berkata dengan tegas.

Orang yang merasa dirinya terpanggil segera menengadahkan kepala. Disaat jam pelajaran kosong, mereka justru harus masuk ke ruang guru? Menyebalkan.

"Lo duluan." Iqbaal berkata dingin saat ia berdiri dari kursinya dan mempersilahkan (Nama kamu) untuk melangkah terlebih dahulu.

(Nama kamu) menghela nafas. Meski ia menyatakan tidak ingin satu ruangan dan berbagi oksigen dengan Iqbaal, tetap saja hatinya mengatakan hal lain.

Ia menginginkan Iqbaal akan melangkah bersama dengannya, namun nyatanya cowok itu justru menyuruhnya melangkah lebih dulu.

Iqbaal merasa tenggorokannya tercekat setelah mengatakan tadi pada (Nama kamu). Kebenarannya, ia ingin melangkah bersama (Nama kamu), bukan menyuruh gadis itu melangkah terlebih dahulu.

Munafik. Iya, keduanya terlalu munafik untuk perasaan yang mereka rasakan sendiri. Hati memang diciptakan untuk mencintai, menyayangi, dan membenci. Jadi apa salahnya jika kita mengungkap yang sejujurnya? Namun faktanya mengungkapkan tak semudah merasakan. Semua orang bisa merasakan, namun tak semua orang bisa mengungkapkan.

(Nama kamu) berada di ambang pintu. Langkahnya serasa berat sekarang. Perasaannya tidak enak. Ada apa ini?

Iqbaal yang berjalan di belakang (Nama kamu) menatap punggung gadis itu dengan alis bertaut.

(Nama kamu) yang menyadari ada seseorang yang tengah memperhatikannya, ia segera berbalik dan mendapati Iqbaal yang hanya menatapnya datar. Ingin sekali (Nama kamu) tonjok muka itu agar tersenyum sedikittttt saja. Namun itu tidak mungkin. Wajah tampan Iqbaal akan babak belur jika ia tonjok.

"Hei, lo kenapa?" Iqbaal bertanya dengan alis bertaut.

(Nama kamu) yang baru tersadar segera mengerjap lalu mundur beberapa langkah, "Iq- lo duluan aja," desis (Nama kamu) pada Iqbaal yang sekarang mulai melangkah masuk.

(Nama kamu) membututi Iqbaal dari belakang dengan tangan yang tak henti-hentinya meremas rok seragam hingga kusut.

"Ah, sini (Nama kamu)! Ada yang mau saya bicarakan sama kamu." Bu Wida, selaku kesiswaan di SMA Bakti Bangsa, menyuruh (Nama kamu) untuk mendekatinya.

Gadis itu berjalan melewati Iqbaal dengan menggigit bibir bawahnya. Kenapa ia gugup? Hei, Bu Wida bukanlah penghulu (Nama kamu).

(Nama kamu) menghela nafas perlahan. "Ya, kenapa Bu?" sebisa mungkin (Nama kamu) bertanya dengan sopan ditengah detak jantungnya yang serasa ingin pecah.

"Ini soal nilai kamu, (Nama kamu). Nilai kamu dari sekian mata pelajaran yang tuntas hanya lima mata pelajaran. Kamu sudah kelas tiga, bukan waktunya kamu main-main lagi. Apalagi pada mata pelajaran matematika, nilai kamu masih jauh dari kkm," jelas Bu Wida pada (Nama kamu) yang menunduk.

Iqbaal mendengar semua penjelasan Bu Wida. Semuanya mengenai nilai (Nama kamu). Apa gadis itu setelah mengakhiri hubungan dengannya jadi malas belajar?

"Dan ya, karna kamu merupakan anak dari salah satu donatur di sekolah ini, saya ingin membantu menaikan nilai kamu."

Iqbaal tidak mendengarnya. Iqbaal masih sibuk dengan pikiran yang membelitnya sedari tadi.

"Saya juga memanggil Iq-"

"Baal?"

"Ya?" Iqbaal terperanjat saat tangan Bu Wida melambai di hadapan wajahnya. Ia menarik nafas pelan.

Gagal Move On •IDR•Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang