BAB 6 -Curhat-

3.9K 358 25
                                    

'Kamu tahu apa yang lebih menyedihkan dari diduakan oleh pasangan? Memberikan perhatian namun diacuhkan. Tak dianggap, lalu ditinggalkan.'

***

"Baal... lo sehat kan?" Bastian berteriak seraya memegangi kening Iqbaal yang kini menurutnya tengah mengalami gangguan kesehatan. Maksud Bastian bukan menyangka sahabatnya gila, tapi... Carilah kata yang lebih baik dari itu.

"Ya, gue sehat. Kenapa?" Iqbaal menjawab dengan satu cengiran yang sukses membuat Bastian meringis. Iqbaal benar-benar berubah. Sejak kapan seorang Iqbaal menanggapi pertanyaannya diakhiri dengan cengiran?

"Lo... kagak gi... la kan Baal?" Bastian bertanya dengan sedikit ragu. Tak henti-hentinya ia menunjukan ekspresi bingung, terkejut, serta heran sejak jam istirahat pertama yang membuatnya melihat hal gila yang dilakukan Iqbaal.

Iqbaal, si siswa teladan yang pasti tidak akan melanggar aturan untuk pertama kalinya dipanggil oleh guru BK. Dan itu karna dirinya yang tiba-tiba membuat ricuh kantin dengan bernyanyi lagu romantis di depan (nama kamu). Setelahnya pria bodoh itu berjoget ala film India dan... Yang lebih parah sehingga mbuatnya dipanggil adalah karna tariannya yang menabrak salah satu guru killer. Sungguh adakah tindakan bodoh yang lebih dari itu?

Iqbaal tersenyum. Mendengar pertanyaan Bastian yang menanyakan ia gila, itu wajar. Ia sendiri sudah tahu apa respon dari teman terdekatnya itu jika ia melakukan hal gila tadi.

"Iya gue gila. Gue gila karna cinta." jawaban Iqbaal sukses membuat asam lambung Bastian naik. Mendengar pernyataan itu, sungguh membuat Bastian menjadi mual. Itu terlalu menjijikan jika Iqbaal yang mengatakannya.

"Jangan bilang lo berubah kayak gini karna (nama kamu)." Bastian terkekeh. Menatap Iqbaal dengan pandangan tak percaya.

"Emang karna (nama kamu)."

Bastian diam. Menatap Iqbaal dalam-dalam. Melihat air wajahnya yang tidak biasanya terlihat lebih cerah. Terlihat lebih ekspresif. Dan terlihat lebih hidup.

"Mungkin dulu gue ngelakuin sebuah kesalahan terbesar yang buat gue kehilangan dia, tapi gue akan mulai semuanya dari awal. Gue bakalan dapetin dia lagi dengan cara gue. Gue yakin, gue bisa dapetin (nama kamu) dan bahagiain dia." Bastian benar-benar melongo mendengar penuturan dari Iqbaal.

Iqbaal menerawang. Menatap ke atas langit kamar mandi yang sejak istirahat pertama hingga sekarang ia tempati untuk membersihkannya sebagai hukuman. Pria itu meringis. Entah memori apa yang hinggap di kepalanya sehingga membuat pria itu meringis.

"Lo bukan kehilangan, setan! Lo yang ninggalin dia pas hari ultah lo sendiri. Lo lupa gimana lo yang dengan sadis mutusin dia tanpa ngasih alasan, yang cuma lo akhiri pake maaf? Gue rasa lo bener-bener gila," tutur Bastian tersenyum sarkastik. Menatap sahabatnya yang kembali meringis.

Ya. Bastian benar. Ia adalah laki-laki brengsek yang dengan mudah memutuskan semuanya dengan kata maaf tanpa penjelasan lalu sekarang berharap semuanya diulang dari awal. Tidak adakah pria yang lebih brengsek dari itu?

Iqbaal menggaruk tengkuknya. "Tapi gue sayang dia, Bas. Gue mulai ngerasain apa yang dia rasain ke gue. Gue mulai ngerasa kehilangan saat dia… jauh dari gue."
"Tapi lo gak perlu berubah kayak gini bego!" Bastian tertawa. Apa ia pikir ini sebuah lelucon?

"Gue harus berubah. Karna sifat dingin gue yang buat gue gak bisa ngerasain ketulusan dia. Lo pernah bilang kan, kalau sayang, kejar. Jangan jadi orang bego yang cuma diem di pojokan. Dan gue gak mau kayak gitu. Demi dia gue bakal berubah. Gue turutin nasehat lo," balas Iqbaal panjang lebar dengan tatapan meyakinkan.

Bastian tersenyum sumringah. Menepuk bahu Iqbaal beberapa kali. "Itu baru sahabat gue. Sukses Baal. Kalau perlu, gue bakal bantuin lo, apapun itu."

Gagal Move On •IDR•Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang