BAB 2 -Pindahan-

4.2K 413 70
                                    

"Iqbaal..."

Merasa terpanggil, cowok itu segera menatap Bu Andin dengan ekspresi seperti biasa.

"Kamu sebangku sama..."

Iqbaal menunggu. Suasana kelas serasa sepi tidak ada kebisingan.

"Sama Salsha."

Iqbaal diam. Perkiraannya salah. Ia pikir, ia akan sebangku dengan...

"Oh maaf, Ibu salah bicara. Kamu sebangku dengan (Nama kamu)!"

Tanpa sadar, kesimpulan itu membuat Iqbaal menahan nafasnya beberapa saat. Lalu segera berdiri dan meraih tasnya.

Manik mata (Nama kamu) membulat sempurna. Tidak bolehkah ia protes? Ini tidak seperti yang ia bayangkan. Sungguh,  (Nama kamu) lebih memilih disebangkukan dengan orang lain selain cowok itu, Iqbaal.

Salsha yang semula duduk di samping (Nama kamu) kini beranjak pergi dan digantikan oleh sosok itu. Sosok yang sama sekali tidak ingin (Nama kamu) temui apalagi berdekatan seperti ini.

Iqbaal, menatapnya datar beberapa saat lalu mengalihkan kembali pandangan ke arah lain. Entah apa yang ada di otak Iqbaal sekarang, (Nama kamu) tak tahu.

Iqbaal berdeham pelan. Berusaha menetralkan semuanya. Hatinya yang berontak mengajak Iqbaal untuk melakukan lebih.

'berharap dari peluang 0,05%? Cuma orang idiot yang bakal lakuin itu.'

Ucapan Bastian seperti terus berputar di dalam otaknya. Terngiang-ngiang tepat di telinganya. Tidak. Untuk saat ini ia harus diam. Dan tidak melakukan sebuah kebodohan.

***

Iqbaal memarkirkan motornya tepat di garasi rumah yang tidak sepi seperti biasanya.

Ada apa ini? Tumben. Apa mungkin ada acara lamaran terhadap kakaknya? Tunggu, kakaknya tidak memiliki pacar. Lalu apa?

Pikiran itu serasa membelit kepala Iqbaal hingga mengharuskan kakinya bergerak cepat memasuki pekarangan rumah.

Rumah sederhana yang tampil elegan. Dengan cat putih yang memolesi dinding rumah kokoh tersebut.

Iqbaal mendorong pintu perlahan. Melihat semua orang sibuk dengan kegiatannya.

Ayahnya yang sibuk merapihkan koran-koran tiap harinya.

Ibunya yang sibuk merapihkan baju-baju untuk dimasukan ke dalam koper.

Dan kakaknya. Kakaknya yang sibuk memasukan seluruh kosmetik pribadinya ke dalam tas.

"Ada apa?" suara Iqbaal yang terkesan dingin membuat aktifitas yang dilakukan mereka terhenti. Termasuk Bi Inem, selaku asisten rumah tangga yang tengah memberi makan kucing peliharaanya ikut terdiam.

"Kamu udah pulang ya?" Rike, Bunda Iqbaal yang masih terlihat awet muda itu menatap anaknya dengan senyum tipis.

Iqbaal melangkah lebih maju untuk memasuki rumahnya. "Ada apa Bun? Mirna lahiran?" tanya Iqbaal pada sang Bunda.

Oh iya, Mirna adalah salah satu dari sekian anak kucing yang dipelihara keluarga Iqbaal.

"Bukan, kita mau pindah." Hery, sang ayah yang tengah sibuk melipat koran menjawab dengan cepat.

"Pindah?"

"Iya, Pindah! Kamu juga beres-beres gih!" perintah Hery santai sambil mengikat koran-koran tersebut dengan tali agar menjadi satu.

"Tapi kenapa?" seolah belum puas, Iqbaal kembali bertanya dengan alis bertaut.

"Mirna dalam bahaya, Baal. Kamu baca berita di koran? Soal kasus Jessica dan Mirna, itu membuat ayah trauma."

Gagal Move On •IDR•Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang